Alt Title

Abainya Negara dalam Melindungi Anak

Abainya Negara dalam Melindungi Anak

 


Abainya peran negara dalam melindungi anak

Orang dewasa dengan mudah melakukan hal-hal yang tidak manusiawi kepada anak-anak yang masih belum mengerti apa-apa

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Beberapa waktu lalu, netizen dihebohkan dengan salah satu selebgram AP yang anaknya dianiaya oleh baby sitter-nya. Dan menjadi perbincangan yang tiada henti di tengah masyarakat.


Ada perasaan iba ketika melihat kondisi sang anak yang babak belur di area wajah. Sebagiannya, mempertanyakan kredibilitas si baby sitter. Bagaimana bisa dia tega menganiaya seorang balita?


Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudanto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak obat untuk menyembuhkan luka cakar.


Penolakan balita tersebut memancing rasa kesal pelaku, dan terjadilah penganiayaan keji. Selain rasa kesal akibat korban tidak mau diberi obat, kata Danang, ada beberapa faktor lain yang menjadi pendorong peristiwa penganiayaan. Sampai saat sini pihak polisi masih melakukan penyelidikan salah satunya melihat CCTV. (Liputan6.com, 24/03/2024)


Kasus kekerasan terhadap anak jika tidak ditangani dari akar masalahnya akan terus terjadi seiring berjalannya waktu. Pada tahun 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan.


Bahkan, anak korban kekerasan tersebut mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Tercatat, ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi. Di antaranya, jumlah kekerasan fisik terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kejadian. Ada pula 3.800 kekerasan psikis yang terjadi pada anak. (dataindonesia.id, 23/02/2024)


Sungguh miris, keadaan masyarakat saat ini. Dengan mudahnya orang dewasa melakukan penganiayaan pada anak yang jelas hal tersebut akan memberi dampak yang sangat luar biasa bagi dirinya. Salah satunya adalah trauma. Karena, yang namanya trauma akan membekas sampai mereka dewasa, meski fisiknya baik-baik saja.


Karena abainya peran negara dalam melindungi anak. Membuat para orang dewasa dengan mudah melakukan hal-hal yang tidak manusiawi kepada anak-anak yang masih belum mengerti apa-apa. Ditambah, sistem yang digunakan saat ini adalah liberalisme. Menganggap, semua orang bisa melakukan apa pun, termasuk penganiayaan dengan alasan mendisiplinkan anak. 


Jelas, itu menjadi salah kaprah di tengah masyarakat. Mendisiplinkan anak sebenarnya tidak perlu menggunakan kekerasan. Apalagi di usianya yang masih balita. Mereka masih belum paham serta masih asyik dengan dunianya. Bukankah sebagai orang dewasa seharusnya bisa memahami hal itu?


Berbeda, jika negara menggunakan sistem Islam dalam menerapkan aturan di tengah-tengah masyarakat. Negara akan menjamin keamanan rakyatnya serta melindunginya dari berbagai ancaman, termasuk anak-anak. Tidak akan membiarkan para orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak-anak. Negara akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukannya.


Hal itu akan terjadi jika ada ikatan yang kuat antara masyarakat dengan negara yaitu ikatan akidah Islam. Karena, hanya dengan ikatan tersebut negara dan masyarakat bisa saling bersinergi satu sama lain.


Tentu, itu akan terwujud jika negara menjadikan Islam sebagai acuan dalam menegakkan kebijakan di tengah-tengah masyarakat. Wallahualam bissawab. [SJ


Dara Millati Hanifah,S.Pd.

Pemerhati Pendidikan