Alt Title

Sanksi Tegas Pembunuhan Beringas

Sanksi Tegas Pembunuhan Beringas

 



Ditambah lagi sanksi yang dirasa tidak tegas dalam menghukum para pelaku kejahatan, membuat para pelaku tidak merasa jera. Bahkan bisa jadi malah mereka merasa enak di penjara bisa makan gratis, atau bagi mereka yang punya uang pun bisa bebas lebih cepat

Jadilah yang kita saksikan saat ini, beberapa residivis bisa keluar masuk penjara tanpa rasa jera. Semua itu produk dari sistem yang tidak dilandasi dengan ketakwaan kepada Sang Khalik. Manusia tidak lagi takut dengan dosa dan pertanggung jawaban di akhirat

_________________________


Penulis Ummu Ainyssa

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Rasa aman dan nyaman adalah salah satu kondisi yang sangat didambakan oleh semua orang. Sayangnya rasa itu terkadang tidak berpihak pada sebagian orang. Banyaknya tindak kejahatan atau kriminalitas secara nyata memperlihatkan bukti bahwa rasa aman itu kian hilang. Hampir setiap hari berita kriminalitas muncul di media sosial maupun layar televisi. Mulai dari perampokan, pembullyan, pelecehan, pencurian, pembunuhan, dan lain-lain. 


Sayangnya, tindak kejahatan ini bukan hanya terjadi di luar rumah saja, tetapi juga di dalam rumah sendiri. Seolah tidak ada lagi tempat yang aman untuk berlindung. Pelakunya pun bukan hanya orang dewasa, tetapi juga remaja hingga anak-anak yang belum balig, bahkan sebagian pelaku justru dari anggota keluarga atau orang-orang terdekat. Lantas kemana dan kepada siapa kita bisa mendapat perlindungan?


Tengoklah berita yang menimpa satu keluarga di Jl. Sekunder 8, Desa Babulu Lalut, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur beberapa hari lalu. Kasus pembunuhan beringas yang dialami oleh W (34) beserta istri dan ketiga anaknya. Mereka berlima tewas di rumahnya sendiri pada Selasa (6/2) dini hari sekitar pukul 02.00 WITA saat sedang terlelap. 


Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk istirahat, nyatanya menjadi tempat berakhirnya semua nyawa. Mirisnya lagi pembunuhan ini dilakukan oleh tetangga korban sendiri, J (16) yang masih berstatus sebagai pelajar SMK. Diberitakan J pernah menjalin hubungan asmara dengan RJ (15), putri pertama W yang juga turut menjadi korban. Bejatnya pelaku bukan hanya membunuh kelima korban, tetapi ia juga mengaku di hadapan polisi bahwa ia sempat menyetubuhi jasad korban putri pertama (RJ) dan ibunya (SW). (CNNIndonesia, 7/2/2024)


Realitas merebaknya berbagai aksi kejahatan atau kriminalitas di negeri ini, khususnya yang dilakukan oleh para remaja, seharusnya menjadi renungan buat kita semua, terutama bagi para pemangku kekuasaan. Inilah hasil dari pendidikan sistem saat ini. Para remaja yang seharusnya belajar agar menjadi anak-anak yang pintar di segala bidang, atau menjadi penerus generasi tangguh yang akan mendobrak generasi cemerlang. Akan tetapi tidak sedikit yang justru menjadi pelajar beringas dan pembangkang. 


Bahkan tak sedikit juga masyarakat yang justru merasa takut dengan tingkah polah para remaja yang sering kali nekat. Sehingga masyarakat pun mengabaikan peran sebagai pengontrol perilaku mereka yang semakin tak terkendali. Tidak sedikit masyarakat yang memilih diam menyaksikan aksi tawuran antar remaja, atau membisu saat melihat segerombolan remaja yang pesta mabuk-mabukan, aksi kebut-kebutan di jalan raya, geng motor yang makin meresahkan, dan lain-lain. 


Ditambah lagi sanksi yang dirasa tidak tegas dalam menghukum para pelaku kejahatan, membuat para pelaku tidak merasa jera. Bahkan bisa jadi malah mereka merasa enak di penjara bisa makan gratis, atau bagi mereka yang punya uang pun bisa bebas lebih cepat. Jadilah yang kita saksikan saat ini, beberapa residivis bisa keluar masuk penjara tanpa rasa jera. Semua itu produk dari sistem yang tidak dilandasi dengan ketakwaan kepada Sang Khalik. Manusia tidak lagi takut dengan dosa dan pertanggungjawaban di akhirat.


Melihat rentetan berbagai peristiwa kriminal yang hampir setiap hari terjadi, membuktikan bahwa keamanan di negeri ini masihlah sangat minim. Sementara nyawa seseorang dianggap sangat murah harganya. Perlindungan dan penghormatan negara kepada seorang tokoh agama atau ulama pun terlihat masih belum maksimal. Sehingga kasus yang serupa pun sering terulang kembali. 


Hal ini sangat berbeda dengan penyelesaian tindak kejahatan di dalam sistem Islam. Di dalam Islam nyawa manusia sangatlah berharga. Sehingga jika ada yang sengaja menghilangkan nyawa orang lain akan ditindak secara tegas. Tindak pembunuhan masuk dalam jinayat yaitu sanksi atas pelanggaran terhadap penganiayaan badan yang di dalamnya mewajibkan qishash atau harta (diyat). 


Sementara pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja seperti yang dilakukan oleh J, yaitu pembunuhan yang benar-benar sudah diniatkan oleh si pelaku untuk dilakukan kepada seseorang, maka sanksi yang diterapkan jika tidak ada maaf dari wali orang yang dibunuh adalah dengan membunuh si pembunuh. Akan tetapi jika ada maaf dari walinya maka diyat nya diserahkan kepada walinya. 


Hal tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 178, "Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh."


At Tirmidzi dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya pernah meriwayatkan, "Barangsiapa yang membunuh dengan sengaja, maka keputusannya diserahkan kepada wali pihak yang terbunuh. Mereka berhak membunuh, atau mengambil diyat, yaitu 30 unta dewasa, 30 unta muda (jadza'ah), dan 40 unta yang sedang bunting, dan mereka juga berhak untuk memaafkan."


Sementara mengenai pembuktian dalam kasus pembunuhan, maka hal itu bisa dibuktikan dengan pengakuan dari si pelaku dengan dorongan ketakwaannya dan pembuktian. Pembuktian harus dibuktikan oleh dua orang saksi. Jika ada dua orang saksi maka terbukti lah pembunuhan tersebut, jika tidak ada atau kurang dari dua orang saksi maka tidak terbukti. 


Aturan tegas yang diterapkan di dalam Islam bertindak sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). 


Keberadaan sanksi sebagai zawajir (pencegah), sebab dengan adanya sanksi yang tegas ini akan mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan pelanggaran. Melihat tegasnya sanksi yang diterapkan, tentunya akan mencegah masyarakat melakukan berbagai kejahatan, membuat jera pelaku untuk mengulangi lagi kejahatannya, bahkan bisa membuat takut sebelum melakukan tindakan kriminal. Dengan begitu angka kriminalitas bisa berkurang.


Sementara sebagai jawabir (penebus) adalah bahwa ketika hukum Islam diterapkan kepada pelaku kriminal di dunia (di negara Islam) maka sanksi tersebut akan menebus sanksi di akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan oleh negara ketika di dunia. 


Dalilnya adalah bahwa Imam Bukhari pernah meriwayatkan dari ‘Ubadah bin Shamit r.a. berkata,


Kami bersama Rasulullah saw. dalam suatu majelis dan beliau bersabda, "Kalian telah membaiatku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak untuk mengerjakan perbuatan yang makruf. Barangsiapa di antara kalian menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala di sisi-Nya, dan barangsiapa yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia, maka hukuman itu akan menjadi penebus dosa (siksa akhirat) baginya. Dan barangsiapa melanggar nya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia berkehendak maka memaafkannya."


Begitulah Islam dengan tegas menerapkan hukum bagi orang yang melakukan pembunuhan, terutama pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja karena itu artinya mereka dengan sengaja tidak menghargai nyawa orang lain. Padahal di dalam Islam nyawa manusia sangatlah berharga. Allah Swt. di dalam firman-Nya surah Al-Isra ayat 33 telah mengharamkan membunuh tanpa alasan, "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya." Wallahualam bissawab. [GSM]