Alt Title

Prancis Melarang Abaya, di Mana HAM yang diperjuangkan?

Prancis Melarang Abaya, di Mana HAM yang diperjuangkan?

Seolah anti terhadap Islam, Prancis selalu mempersoalkan apapun yang ada dalam Islam itu sendiri. Penghinaan terhadap Rasulullah, pembakaran Al-Qur'an, pelarangan niqab, dan yang terbaru pelarangan abaya

Tentu masih banyak kritikan Prancis terhadap Islam yang tidak terekspos media. Dengan berlandaskan sekularisme, negara ini bebas mengatur apapun yang dilakukan dan yang dikenakan muslim/muslimah di sana. Ini membuktikan bahwa Islamofobia sudah mendarah daging di negara sekuler ini

__________________________________


Penulis Yustika Sari 

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari CNN Indonesia pada 3 September 2023, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan akan menerapkan larangan penggunaan abaya di kalangan sekolah bagi muslimah. Dia menegaskan tak akan kompromi untuk hal itu, meski  ada protes dari sebagian masyarakat soal larangan abaya itu. 


“Sekolah di negara kita bersifat sekuler, gratis, dan wajib. Tapi mereka sekuler karena itu simbol-simbol agama apapun tidak mempunyai tempat di dalamnya” jelasnya. 


Sebagai informasi, sebelumnya Prancis telah menerapkan berbagai larangan dan pembatasan kontroversial terhadap pakaian muslimah. Tak jarang kebijakan tersebut memicu kemarahan negara-negara muslim dan badan-badan internasional. Tahun lalu, anggota parlemen Prancis mendukung larangan mengenakan hijab dan ‘simbol agama yang mencolok’ lainnya dalam kompetisi internasional.  


Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal dalam konferensi pers pekan lalu, menegaskan negara sekuler itu telah mencoba menekan simbol keagamaan ada di Lembaga Pendidikan sejak 2004 lalu. Gerakan menekan sekulerisme itu dalam bahasa lokal disebut dengan laicite. Politikus dari kubu konservatif pun menyambut keputusan itu. Pemimpin Partai Les Republicains, Erick Ciatti, menyambut keputusan Macron itu. Serikat Kepala Sekolah, meminta pemerintah memperjelas dengan jernih soal aturan larangan tersebut. 


Ada juga yang mengkritisi kebijakan dari Presiden Prancis tersebut. Sejumlah akademi pun setuju dengan kritik terhadap pemerintahan Macron itu. Pelarangan menggunakan Abaya, menurut mereka kontradiktif. Seharusnya itu bisa dilihat sebagai busana atau identitas ketimbang hanya soal agama. 


“Ini akan menyakiti umat Islam secara umum. Mereka akan, sekali lagi, merasa distigmatisasi. Ini sangat memalukan, karena orang-orang akan menghukum gadis muda ini, ketika abaya adalah ekspresi tanpa konsekuensi,” ujar sosiolog Agnes De Feoyang. Beliau meneliti tentang niqab di kalangan perempuan Prancis selama beberapa dekade lalu. 


Seolah anti terhadap Islam, Prancis selalu mempersoalkan apapun yang ada dalam Islam itu sendiri. Penghinaan terhadap Rasulullah, pembakaran Al-Qur'an, pelarangan niqab, dan yang terbaru pelarangan abaya. Tentu masih banyak kritikan Prancis terhadap Islam yang tidak terekspos media. Dengan berlandaskan sekularisme, negara ini bebas mengatur apapun yang dilakukan dan yang dikenakan muslim/muslimah di sana. Ini membuktikan bahwa Islamofobia sudah mendarah daging di negara sekuler ini. Membicarakan Islamophobia yang ada di negara Prancis memang tidak akan ada habisnya, apalagi negara ini sudah mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang sekuler. Inilah, senjata Prancis, dengan dalih negara sekuler sehingga bisa melakukan Islamophobia seenaknya tanpa mendapatkan hukuman sedikitpun. Apalagi yang melakukannya adalah orang-orang dari pemerintahan itu sendiri. 


Gelombang ketidaksukaan negara sekuler terhadap kaum muslim terus bergulir. Banyak sekali cara bagi mereka untuk menunjukkan ketidaksukaannya terhadap kaum muslim atau terhadap Islam. Terlebih di negara barat itu sendiri, Islamophobia justru didukung sepenuhnya oleh orang-orang yang berpengaruh. 


Dalam hal berpakaian pun, kita kesulitan untuk menjalankan perintah Allah. Memang, bersarangnya perbuatan keji sekulerisme ini membuat kesusahan semua pihak. Padahal, kaum muslim hanya menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh tuhannya. Toh, penggunaan abaya atau jilbab tidak membahayakan siapapun, bahkan ini adalah aturan dari Sang Khaliq. Sesuai dengan firman Allah yang artinya:


“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S. Al-Ahzab Ayat 59)


Maksud dari kata Jilbab di ayat tersebut adalah gamis, namun lebih dikenal dengan abaya di luar negeri. Kebencian yang mendongkol dan mengakar sudah jelas terpampang di depan mata kita. 


Dulu, seorang budak perempuan mendapati dirinya dilecehkan oleh seorang laki-laki yahudi di sebuah pasar, berita ini sampai didengar oleh khalifah. Kemudian khalifah menyiapkan puluhan ribu pasukan untuk memberi pelajaran kepada wilayah dimana laki-laki itu tinggal. 


Berbeda dengan kehidupan yang jauh dari mabda Islam saat ini, seolah kita dilarang untuk menjalankan syariat. Bahkan menggunakan pakaian syari saja sulit sekali. Tidakkah kita menginginkan kehidupan Islam kembali? Sungguh, kerinduan terhadap kepemimpinan yang sesuai dengan Islam is another level of pain. Wallahualam bissawab. [GSM]