Alt Title

Kebakaran Hutan Meluas Berbuntut Panjang, Bukti Sistem Kapitalis yang Eksploitatif

Kebakaran Hutan Meluas Berbuntut Panjang, Bukti Sistem Kapitalis yang Eksploitatif

Maraknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di negeri ini akibat kesalahan pembuat kebijakan, termasuk pengelolaan pelaksanaan regulasi dan penyimpangan dalam pelaksanaan teknis di lapangan

Dimana sesungguhnya merupakan kesalahan ideologis, sebab kebijakan yang terwujud dalam bentuk undang-undang adalah ekspresi hidup dan nyata dari ideologi yang diyakini oleh pembuat kebijakan

_____________________________


Penulis Dina Rizky Amelia Arif

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kebakaran Hutan, Fenomena Berulang, dimana setiap memasuki musim kemarau, Pulau Kalimantan khususnya selalu menjadi wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan, utamanya Kalimantan Selatan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melaporkan terdapat luasan lahan terbakar mencapai 2.301,58 hektare sejak Juni hingga Agustus 2023. Data ini didapat berdasarkan penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan di Kalsel yang diambil dari citra satelit.


BPBD juga memantau dengan satelit adanya hotspot (area yang memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan area sekitarnya) sejumlah 3.787 titik dan 727 titik api yang dipantau dengan patroli udara Penanganan dilakukan oleh petugas gabungan BPBD yang dibantu Manggala Agni, TNI-Polri, dan sukarelawan masyarakat memadamkan 1.419,06 hektare pada 523 titik lahan terbakar baik oleh Satgas Darat maupun Satgas Udara melalui helikopter water bombing (pengeboman air) yang beroperasi empat unit. Kebanyakan area yang terbakar merupakan lahan kosong sehingga tidak diurus oleh pemiliknya. Hal ini diperparah dengan sulitnya upaya pemadaman lahan terbakar akibat jauhnya lahan dari akses jalan darat. (republika[dot]id, 19/8/2023)


Apa sebab Kebakaran Tersebut?


Penanganan di atas belum cukup mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Penyebab karhutla harus dianalisis dan diatasi hingga wilayah yang mengalami kebakaran tidak bertambah banyak. Apalagi, tanah yang terbakar akan rusak dan tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Jenis tanah gambut di Kalimantan Selatan konon menjadi sebab lahan yang mudah terbakar karena teksturnya yang lunak dan mudah ditekan serta mudah kering dan terbakar ketika kemarau.


Hal ini, membuat lahan gambut terbakar sendiri tanpa ada pihak yang memicunya. Dari ahli lingkungan Universitas Lambung Mangkurat atau ULM, Profesor Udiansyah MS. “Jadi tidak ada istilah gesekan daun kering lalu terbakar secara alami atau hawa panas di dalam tanah kemudian menjadi api”, tutur guru besar fakultas kehutanan ULM itu. (antaranews[dot]com, 20/8/2023)


Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan telah mengirimkan 96 surat peringatan temuan hotspot kepada perusahaan-perusahaan. Hal ini ditujukan supaya mereka segera mengambil tindakan pencegahan maupun penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (antaranews[dot]com, 14/8/2023). KLHK juga telah menggugat 22 perusahaan yang dinyatakan bertanggung jawab dan menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terhitung sejak 2015 hingga 2023. (antaranews[dot]com, 18/8/2023)


Akar Masalah Kebakaran Hutan dan Lahan


Karhutla memang membawa dampak kerugian, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Bagi masyarakat bahkan menyebabkan hilangnya nyawa. Maraknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi  menunjukkan gagalnya pengelolaan hutan di negeri ini. Hal ini terjadi akibat kesalahan membuat kebijakan, termasuk pengelolaan pelaksanaan regulasi dan penyimpangan dalam pelaksanaan teknis di lapangan. Kesalahan membuat kebijakan, sesungguhnya kesalahan ideologis, sebab kebijakan yang terwujud dalam bentuk undang-undang adalah ekspresi hidup dan nyata dari ideologi yang diyakini oleh pembuat kebijakan. 


Sumber utama kegagalan pengelolaan hutan selama ini adalah ideologi kapitalisme yang individualis, menomorsatukan kepemilikan individu. Tidak heran, dalam sistem kapitalisme, hutan dipandang sebagai kepemilikan individu, yakni milik pengusaha melalui pemberian HPH atau hak pengusahaan hutan oleh penguasa. Undang-undang tentang kehutanan di negeri ini telah nyata memfasilitasi pemberian hak konsesi hutan pada perusahaan asing atau swasta. Tentu saja, ini menjadi karpet merah bagi para korporasi yang hendak berinvestasi. 


Selain mengutamakan kepemilikan individu, kapitalisme melahirkan sikap eksploitatif atas Sumber Daya Alam dan mengabaikan aspek moralitas. Hal tersebut membuat pengelolaan hutan sering terjadi penyelewengan dan penyimpangan hingga mengorbankan lingkungan dan masyarakat. Karena dalam kapitalisme, korporasi mengelola hutan berhitung untung-rugi dan membakar hutan adalah cara termudah untuk pembukaan lahan.


Solusi Tata Kelola Lingkungan Islam


Jelaslah, akar pemasalahan ini adalah pengelolaan Sumber Daya Alam yang eksploitatif dan tidak bersandar pada hukum Islam. Persoalan pengelolaan hutan di negeri ini hanya tuntas dengan penerapan konsep Islam secara sempurna (kafah) yang diterapkan dalam skala negara seperti pada masa kekhilafahan. 


Syariat Islam telah menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum bukan kepemilikan individu atau negara. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput atau gembalaan, dan api.’’ (HR. Abu Daud Ahmad dan Ibnu Majah) 


Hanya saja karena pemanfaatan atau pengelolaan hutan tidak mudah dilakukan secara langsung oleh orang per orang serta membutuhkan keahlian sarana atau dana yang besar. Maka, kehadiran negara  diperlukan untuk bisa menjalankan amanah untuk mengelolanya. Negara dalam sistem Islam akan memasukkan segala pendapatan hasil hutan ke dalam Baitulmal atau kas negara. Ia pun selanjutnya akan mendistribusikanya sesuai kemaslahatan rakyat dalam koridor hukum-hukum syaria. Berupa pendidikan dan kesehatan gratis. Dengan begitu, negara melakukan pengelolaan hutan menerapkan prinsip pelayanan bukan berbisnis dengan rakyat. Negara juga wajib menjaga kelestarian hutan terutama hutan gambut yang sangat bermanfaat untuk paru-paru dunia, penyimpanan air saat musim hujan, dan sumber air saat musim kemarau tiba.


Selain itu, hutan gambut adalah sumber habitat flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam. Negara wajib melakukan pengawasan terhadap hutan dan pengelolaan hutan. Fungsi pengawasan operasional lapangan ini dijalankan oleh lembaga peradilan yaitu muhtasib (qadi hisbah) yang bertugas menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum, termasuk pengelolaan hutan.


Muhasib, misalnya, menangani kasus pencurian kayu hutan atau pembakaran dan perusakan hutan. Jika masih ada yang melanggar, negara harus memberi sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan takzir yang kadar dan jenisnya ditetapkan oleh kepala negara sehingga mampu menimbulkan efek Jera dan tidak dicontoh oleh pihak lainnya. Pengaturan yang terperinci tentang kepemilikan, kesadaran umum untuk menjaga lingkungan, dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan akan menjadi solusi tuntas atas kasus karhutla. Inilah mekanisme syariat Islam dalam mengelola hutan yang akan menghindarkan dharar bagi masyarakat dan lingkungan Islam rahmatanlil’alamiin. Wallahualam bissawab. [Dara]