Alt Title

Antraks Merebak akibat Syariat Dilabrak

Antraks Merebak akibat Syariat Dilabrak

 


Padahal bahaya mengonsumsi bangkai dan keharaman memakan bangkai seolah tidak dipahami oleh masyarakat

Islam sudah sangat jelas mengharamkan bangkai untuk dikonsumsi. Walhasil antraks merebak akibat syariat dilabrak

______________________________


Penulis Yani Ummu Qutuz

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari CNN Indonesia, 7/7/2023, merebaknya penyakit antraks di Kec. Semanu, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diketahui setelah satu warga Semanu berusia 73 tahun meninggal pada (4/7) lantaran mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit. Sapi yang sudah mati itu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada 125 orang warga desa setempat.


Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Gunung Kidul, Dewi Irawati, mengatakan bahwa 125 orang itu menjalani pengambilan sampel darah, 85 positif tapi sebagian besar tanpa gejala. Kasus antraks ini sudah kesekian kalinya terjadi di Gunung Kidul. Catatan DPKP DIY, penyakit yang dipicu bakteri itu pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023. Namun pemerintah Kab. Gunung Kidul belum juga menetapkan KLB di wilayah tersebut. "Seharusnya sejak awal munculnya pada 2019 status KLB sudah ditetapkan," ungkap Pembajun Setyaningastuti, Kepala Dinas Kesehatan DIY.


Penyakit antraks yang disebabkan bakteri bacillus anthracis ini bersifat zoonosis, ditularkan dari hewan ke manusia. Bakteri antraks akan membentuk spora bila berkontak dengan udara. Spora antraks dapat masuk ke dalam kulit melalui sayatan atau luka yang mengakibatkan benjolan di kulit seperti melepuh. Spora juga bisa masuk ke saluran pencernaan melalui daging hewan yang tertular, melalui paru-paru (jika terisap/kasus paling mematikan). Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak agar penyebaran penyakit ini bisa segera diputus. Namun sayang, pemerintah masih enggan untuk menetapkan KLB pada kasus ini.



Tradisi brandu yang masih melekat di kehidupan masyarakat diduga menjadi pemicu munculnya wabah antraks di Gunung Kidul. Tradisi ini adalah kegiatan menyembelih ternak sapi dalam kondisi sakit, lalu dagingnya dijual murah atau dibagikan. Hal ini dilakukan untuk membantu pemilik ternak agar tidak merugi. Namun justru tradisi ini menjadi penyebab menyebarnya penyakit antraks melalui daging ternak yang dikonsumsi. 


Tradisi brandu masih dilakukan hingga saat ini, padahal tradisi ini sangat membahayakan. Hal ini menunjukkan abainya pemerintah terhadap keselamatan rakyat. Kemiskinan yang parah menjadi alasan kenapa tradisi ini masih dipertahankan. Jelas sekali rendahnya edukasi kesehatan pangan bagi warga. Padahal bahaya mengonsumsi bangkai dan keharaman memakan bangkai seolah tidak dipahami oleh masyarakat. Islam sudah sangat jelas mengharamkan bangkai untuk dikonsumsi. Walhasil antraks merebak akibat syariat dilabrak.


Gunung Kidul merupakan wilayah dengan jumlah penduduk miskin mencapai 15,86%. Sebanyak 6.390 warga termasuk miskin ekstrem. Demi menyambung hidup apa pun mereka lakukan, tak peduli membahayakan kesehatan sampai bangkai hewan pun mereka makan. Negara telah gagal menyejahterakan warganya hingga nyawa masyarakat menjadi taruhan. 


Sistem ekonomi kapitalisme telah melahirkan kemiskinan struktural di negeri ini. Kapitalisme telah meniscayakan penguasaan sumber daya alam yang berlimpah di tangan para oligarki/pemilik cuan. Para pemilik cuan inilah yang menguras sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat. Mereka berkolaborasi dengan para penguasa untuk membuat aturan yang memuluskan bisnis mereka. Nasib rakyat sudah tidak dipedulikan lagi, yang penting mereka untung.


Islam tidak akan pernah membiarkan wabah ini menyebar luas. Karena Islam telah mengharamkan bangkai sejak 14 abad yang lalu. Allah Swt. berfirman, "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai." (QS. Al-Maidah: 3)


Pengharaman ini diberlakukan dalam sebuah hukum positif yang diterapkan negara. Ada sanksi yang tegas bagi yang melanggar karena terkait keselamatan jiwa manusia. Jadi bukan sekadar imbauan tidak boleh menjualbelikan atau membagikan daging bangkai. Pemerintah harus memberi santunan pada peternak jika ternaknya mati, agar tidak ada jual beli bangkai.


Penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sumber daya alam yang menjadi hak rakyat akan dikelola oleh negara, tidak boleh dikuasai oleh negara, korporasi, apalagi individu. Hasilnya akan diberikan kepada rakyat berupa jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis. 


Negara pun akan memberikan pendidikan gratis untuk seluruh warga negara. Mulai jenjang SD hingga perguruan tinggi. Untuk mengedukasi masyarakat umum diadakan halakah-halakah di masjid-masjid. Para ulama akan disebar ke seluruh penjuru negeri. Hal ini dilakukan agar seluruh rakyat bisa teredukasi dengan baik, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang melanggar syariat karena ketidaktahuannya. Aturan yang sempurna ini hanya akan terwujud dalam Khilafah dengan sistem Islamnya, bukan sistem yang lain.

Wallahualam bissawab. [SJ]