Alt Title

Mengapa Kriminalitas terhadap Perempuan Terus Meningkat?

Mengapa Kriminalitas terhadap Perempuan Terus Meningkat?

Rusaknya masyarakat ini disebabkan rusaknya pola pikir mereka yang diakibatkan buruknya sistem kapitalisme sekuler yang diemban hampir oleh semua negara di dunia. Masyarakat jauh dari pola pemikiran yang islami. Bahkan menghilangkan peran agama dalam kehidupannya, kecuali sekadar ibadah mahdah saja

Standar perilakunya pun tidak lagi bersandar pada batasan halal dan haram. Semua ditabrak asal ada manfaat. Sistem kapitalisme memandang semua hal hanya dari sisi materi. Termasuk perempuan yang menjadi sasaran eksploitasi yang bisa diperdagangkan. Kecantikan perempuan hanya dilihat dari fisik semata, mulai dari setiap jengkal tubuh, tenaganya, foto-fotonya maupun aktingnya

_____________________________


Penulis Ummu Ainyssa

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hampir setiap hari kita saksikan berita kriminalitas dan kekerasan khususnya terhadap perempuan terus meningkat. Mulai dari pembunuhan, penjambretan, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh pasangannya, penganiayaan hingga penyiksaan asisten rumah tangga (ART) oleh majikannya sendiri, dan lain-lain. Hampir semua kasus tersebut memanfaatkan kelemahan para perempuan. Korbannya pun hampir dari semua usia, remaja, dewasa, orang tua, sampai anak-anak pun tak luput menjadi sasarannya. 


Yang terbaru adalah kasus pembunuhan yang menimpa AN (21), seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Surabaya (UBAYA) yang ditemukan tewas dengan jasad dimasukkan ke dalam koper dan dibuang di jurang kawasan Gajah Mungkur, Kecamatan Pacet, Mojokerto pada Rabu (7/6/2023). Setelah dilakukan penelusuran AN tewas lantaran dibunuh oleh Roy, yang tak lain adalah guru lesnya sendiri, dengan cara dicekik dan dimasukkan ke dalam koper. Motif pembunuhan lantaran Roy merasa sakit hati terhadap korban. Kepada polisi Roy juga mengaku ingin menguasai mobil yang dikendarai korban saat kejadian. Sebelumnya keluarga melaporkan bahwa AN meninggalkan rumah untuk pergi kuliah sejak Rabu (3/5/2023). Dua hari kemudian, keluarga melaporkan ke polisi berita hilangnya AN, namun hingga sebulan AN tak kunjung ada kabar hingga akhirnya ditemukan tewas. (Detik[dot]com, 9/6/2023) 


Sebelumnya, viral juga kasus yang dialami oleh RO, gadis berusia 15 tahun asal Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, yang mengalami gangguan alat reproduksi dan terancam mengalami pengangkatan rahim. Pasalnya, RO adalah korban dari aksi bejat sebelas pria yang melakukan aksi rudapaksa terhadapnya selama sepuluh bulan sejak April 2022 hingga Januari 2023. Kasus ini baru terungkap saat RO mengeluhkan sakit pada alat reproduksinya, sehingga ia menceritakan perihal yang ia alami kepada orang tuanya. Bahkan mirisnya, tiga di antara pelakunya adalah sosok yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat di tempat tinggalnya, yakni kepala desa (kades) setempat, ASN guru SD, dan anggota Brimob yang menduduki jabatan perwira polisi. 


Menurut pengakuan RO, nasib tragis yang menimpanya pertama ia alami saat menjadi relawan banjir di Desa Toroe Parimo pada April 2022 lalu, saat itu ia sedang mengantarkan bantuan logistik dan bertemu dengan salah satu pelaku ARH (40) yang tak lain adalah ASN guru SD. Awalnya pelaku menjanjikan pekerjaan terhadap RO, tetapi nahasnya ia malah melecehkannya di bawah ancaman. Lebih sadisnya lagi pelaku juga mengajak pelaku lain, hingga total semua pelaku ada sebelas orang yang melakukan pelecehan di waktu dan tempat yang berbeda. Hingga berita ini ditulis, sepuluh pelaku sudah ditahan oleh polisi, sementara satu pelaku masih buron. (CNNIndonesia, 4/6/2023) 


Merujuk banyaknya pelaku dan dampak yang dialami oleh korban, pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti menyatakan bahwa kasus RO adalah yang terberat di tahun 2023 ini. Setelah sebelumnya pada awal Januari lalu dilaporkan kasus serupa yang dialami oleh gadis berusia 12 tahun di Banyumas yang dilecehkan oleh delapan pelaku hingga hamil. Padahal saat itu ia masih duduk di SMP kelas 1 dan terpaksa harus mengundurkan diri. 


Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh databoks[dot]katadata[dot]co[dot]id, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sepanjang 2022 ditemukan 26.112 tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dari jumlah itu, sebanyak 23.684 orang adalah korban perempuan, sementara sisanya adalah korban laki-laki. Dari data itu, kekerasan seksual menempati urutan yang kerap dialami korban, sebanyak 11.016 kasus. Jenis kekerasan yang kedua adalah kekerasan fisik, sebanyak 9.019 kasus. Disusul kekerasan psikis 8.524 kasus, dan kasus penelantaran 2.718 kasus. Kemudian tercatat juga kasus trafficking sebesar 443 kasus, eksploitasi 256 kasus, serta kasus lainnya tercatat sebesar 3.170 kasus. 


Mengamati banyaknya data dan fakta kejahatan yang menimpa perempuan tersebut, membuktikan bahwa sistem yang dielu-elukan negeri ini nyata-nyata masih gagal melindungi kaum hawa. Perempuan yang seharusnya dimuliakan justru menjadi objek yang dihinakan. Seolah tidak ada lagi ruang aman bagi para perempuan. Hal ini bukan hanya terjadi di negeri ini saja, melainkan menimpa kepada semua perempuan di seluruh penjuru dunia. 


Rusaknya masyarakat ini disebabkan rusaknya pola pikir mereka yang diakibatkan buruknya sistem kapitalisme sekuler yang diemban hampir oleh semua negara di dunia. Masyarakat jauh dari pola pemikiran yang islami. Bahkan menghilangkan peran agama dalam kehidupannya, kecuali sekadar ibadah mahdoh saja. Standar perilakunya pun tidak lagi bersandar pada batasan halal dan haram. Semua ditabrak asal ada manfaat. Sistem kapitalisme memandang semua hal hanya dari sisi materi. Termasuk perempuan yang menjadi sasaran eksploitasi yang bisa diperdagangkan. Kecantikan perempuan hanya dilihat dari fisik semata, mulai dari setiap jengkal tubuh, tenaganya, foto-fotonya maupun aktingnya. 


Sementara sistem liberalisme juga mendominasi rusaknya sistem pergaulan. Masyarakat bebas bertindak semaunya atas nama hak asasi manusia. Antara laki-laki dan perempuan tidak ada lagi batasan dalam bergaul baik di kehidupan khusus maupun umum. Perempuan tidak lagi paham siapa-siapa yang menjadi mahramnya dan bisa mereka gauli. Atas nama kemiskinan perempuan dipaksa untuk ikut terjun mencari nafkah. Mereka bebas keluar tanpa perlindungan hukum yang mewajibkan mereka menutup auratnya secara sempurna. 


Di satu sisi, tanpa mereka sadari banyak laki-laki yang otaknya semakin kotor dan bejat kelakuannya. Mereka yang jauh dari pemahaman Islam pun tak lagi mampu untuk menundukkan pandangannya. Belum lagi mereka yang terkontaminasi virus liberalisme bisa sebebasnya mengakses konten-konten pornografi. Hal inilah yang menyebabkan ekses-ekses negatif seperti kejahatan terhadap perempuan. Sebab perempuan hanya dianggap sebagai pelampiasan syahwatnya. 


Hal ini makin diperparah dengan ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku kejahatan. Hukuman penjara yang hanya beberapa tahun saja, nyatanya tidak memberikan efek jera kepada para pelaku, bahkan tak jarang para residivis yang baru keluar dari penjara tidak kapok juga untuk mengulangi kejahatan yang sama.


Fakta ini berbeda jauh dengan penanganan dalam Islam. Di dalam Islam standar perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syarak. Bagi yang melanggarnya berarti ia telah berbuat kejahatan. Untuk itu ia akan dikenakan sanksi yang tegas sesuai perbuatannya. Semua sanksi dalam sistem Islam akan diberlakukan bagi semua pelaku kejahatan/kemaksiatan, tanpa memandang status pelaku tersebut, apakah anak, saudara, tokoh yang dihormati, dan lain-lain. Semua sama di hadapan syarak. 


Dalam QS. Al-Maidah ayat 48 Allah Swt. berfirman yang artinya, "Maka, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan (Al-Qur'an) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepadamu."


Dalam hal pembunuhan misalnya, Allah Swt. telah menentukan sanksi qishash bagi pelakunya (QS. Al-Baqarah: 178). Bagi yang melakukan pencurian tanpa alasan yang dibenarkan oleh syarak, Allah Swt. menetapkan hukum potong tangan bagi pelakunya (QS. Al-Maidah: 38). Bagi pelaku zina akan dikenakan sanksi jilid seratus kali jika pelakunya belum menikah (ghairu muhsan), dan sanksi rajam hingga tewas jika pelakunya sudah menikah (muhsan) (QS. An-Nur: 2). Sementara bagi pelaku rudapaksa yang sampai melakukan zina, akan ditambahkan sanksi takzir seperti pengasingan, dan sanksi-sanksi yang lainnya. 


Sementara itu dalam kasus banyaknya tindak kriminalitas yang menimpa kaum perempuan, Islam telah menetapkan seperangkat aturan yang akan melindungi kaum perempuan. Sebab dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang mulia. Allah Swt. menjaga perempuan dengan mewajibkannya untuk menutup auratnya ketika di hadapan orang yang bukan mahramnya. Dengan aturan ini tidak akan ada laki-laki lain yang bisa melihat aurat perempuan yang bukan mahram sedikit pun. Tatkala hendak keluar rumah untuk suatu keperluan, Allah Swt. juga menetapkan aturan dalam menjaga pergaulannya, yakni terpisah dan tidak bercampur baur dengan para laki-laki nonmahram. Perempuan boleh berinteraksi dengan laki-laki nonmahram dalam hal yang diperbolehkan oleh syarak sesuai batasannya. 


Di samping itu Allah Swt. juga mewajibkan para laki-laki untuk menundukkan pandangan mereka ketika melihat perempuan. Segala hal (misal tontonan) yang bisa mengotori pikiran para laki-laki sehingga menyebabkan berbuat maksiat terhadap perempuan akan diberantas oleh negara. Sementara kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada kaum laki-laki. Sedangkan tugas utama perempuan adalah sebagai ummu wa rabbatul bayt, yang akan mendidik anak-anaknya sebagai persiapan generasi umat terbaik. Jika terpaksa perempuan harus ikut keluar untuk membantu mencari rezeki, misalnya membantu berdagang, mengajar, dan lain-lain, tetap harus memperhatikan hukum syaraknya. 


Semua ini akan lebih mudah terealisasi tatkala telah ada ketakwaan dalam diri setiap individu, kontrol dari masyarakat, dan negara yang akan menerapkan aturan tersebut secara totalitas. Jika saja para laki-laki dan perempuan sudah sama-sama bertakwa, maka tidak akan terjadi tindak kejahatan tersebut, karena mereka menyadari bahwa setiap kejahatan adalah merupakan dosa di hadapan Allah yang akan diminta pertanggung jawabannya. Jika saja dari individu ini tetap ada yang tergelincir dalam kemaksiatan, maka akan ada kontrol masyarakat sebagai bentuk amal makruf nahi munkar. Selanjutnya yang paling berperan adalah negara yang akan memberlakukan sanksi yang tegas yang akan membuat jera para pelaku kejahatan. Dengan pengaturan ini, keamanan khususnya bagi para perempuan akan selalu tercipta. Wallahualam bissawab. []