Alt Title

Fenomena "Nabi Baru" di Negeri Mayoritas Muslim

Fenomena "Nabi Baru" di Negeri Mayoritas Muslim

Fenomena nabi palsu, ajaran sesat, dan lainnya memang lumrah terjadi dalam sistem sekuler yang menafikan agama dalam urusan kehidupan. Sistem ini hanya meletakkan agama di sudut-sudut sempit seperti rumah, masjid, kajian-kajian, dan sebagainya. Namun, tidak membawanya dalam urusan kehidupan. Akibatnya, setiap orang merasa memiliki kebebasan untuk berpikir dan berperilaku sesuai kehendaknya sendiri (liberal), tanpa berpikir salah dan benar, apalagi halal dan haram

______________________


Penulis Sartinah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seorang pria yang mengaku sebagai nabi kembali menghebohkan pemberitaan. Pria tersebut mendadak viral lantaran melakukan penembakan di kantor pusat MUI. Pelaku yang bernama Mustopa NR (60 tahun) dan berasal dari Lampung tersebut diketahui sudah dua kali mendatangi kantor MUI untuk bertemu ketua MUI K.H. Miftachul Akhyar. 


Namun, saat itu sang pelaku hanya bertemu dengan resepsionis. Ketika pria tersebut mengaku sebagai nabi, tidak ada tanggapan lebih lanjut dari MUI. Nahasnya, setelah melakukan penembakan dan berusaha kabur, pria tersebut berhasil ditangkap. Tak lama setelah ditangkap, pria tersebut dinyatakan meninggal. (Suara[dot]com, 03/05/2023)


Pengakuan sebagai nabi dan mendapat wahyu, bukan kali ini saja terjadi. Meski Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar, tetapi hal itu tak lantas menghentikan tumbuh suburnya paham-paham sesat dan menyesatkan. Sebut saja Lia Aminuddin Eden atau Lia Eden yang mengaku bertemu Jibril dan mengangkatnya sebagai reinkarnasi Bunda Maria.


Ada pula Sensen Komara yang mengaku mendapat wahyu di tahun 2018 silam, juga Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai nabi baru sekaligus pendiri Gerakan Fajar Nusantara. Lantas, mengapa kasus-kasus serupa terus berulang di negeri yang mayoritas Muslim ini? 


Jika ditelisik lebih dalam, sejatinya kasus-kasus tersebut terjadi karena beberapa sebab: pertama, dangkalnya pemahaman umat terhadap agamanya sendiri. Hal ini, tentu tidak aneh jika melihat bagaimana sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini telah mendorong manusia untuk hidup bebas tanpa aturan agama. 


Kedua, lemahnya penegakan hukum oleh negara. Fakta ini membuat para pelaku tidak pernah jera dan memantik orang lain untuk mengikutinya. Hal ini, terjadi karena negara tidak menganggap ajaran yang disebarkan oleh para pelaku membahayakan umat. Sehingga, negara terkesan tidak peduli kecuali jika terdapat protes dari masyarakat.


Fenomena nabi palsu, ajaran sesat, dan lainnya memang lumrah terjadi dalam sistem sekuler yang menafikan agama dalam urusan kehidupan. Sistem ini hanya meletakkan agama di sudut-sudut sempit seperti rumah, masjid, kajian-kajian, dan sebagainya. Namun, tidak membawanya dalam urusan kehidupan. Akibatnya, setiap orang merasa memiliki kebebasan untuk berpikir dan berperilaku sesuai kehendaknya sendiri (liberal), tanpa berpikir salah dan benar, apalagi halal dan haram. 


Sejatinya, penghinaan dan pelecehan terhadap Islam akan terus berpeluang tumbuh dan berkembang. Karena itu, negeri ini butuh solusi fundamental untuk memberangus paham-paham sesat sekaligus melindungi agama Islam dari berbagai pelecehan. Solusi tersebut hanya diperoleh dari Islam.


Islam adalah agama yang agung dan tidak ada yang menandingi keagungannya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis riwayat Baihaqi: "Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam." Dengan aturan paripurna, Islam mampu menjaga akidah umatnya agar tidak tersesat dan menyesatkan yang lainnya. 


Beberapa hal pokok yang dapat dilakukan yaitu, mengedukasi umat melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam sendiri bertujuan mewujudkan aqliyah dan nafsiyah yang sesuai standar syariat. Dengan pendidikan tersebut, umat dipastikan akan memperoleh akidah yang benar sehingga dapat terhindar dari kesesatan.


Kedua, Islam akan melarang berbagai propaganda yang menghina ajaran Islam, baik berupa pemikiran atau tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Jika terjadi hal tersebut, maka negara akan melakukan amar makruf nahi mungkar terlebih dahulu sebelum menjatuhkan sanksi. Jika, pelaku tetap pada pendiriannya dan tidak mau kembali pada Islam, maka ia akan dihukum sebagaimana hukuman orang murtad. Inilah aturan terbaik yang hanya ada dalam Islam untuk memupus maraknya pelecehan agama. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []