Alt Title

Bahagia dengan Ibadah

Bahagia dengan Ibadah


Allah tidak memberi sesuatu di dunia yang lebih baik, lebih dicintai dan lebih membahagiakan hati manusia melainkan keimanan kepada Allah. Yakni mengakui bahwa ia adalah hamba-Nya, cinta kepada-Nya dengan ikhlas, beribadah menjalankan seluruh syariat-Nya, rindu bertemu dan berjumpa dengan Allah, gembira untuk dekat dengan Allah melalui zikir dan menyebut asma-Nya. Sebab itu semua akan menjadikan hatinya tenang


Jadi, kebahagiaan sesungguhnya yaitu ketika kita taat pada Allah Swt.


Penulis Ummu Himmah

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com-"Hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan." (QS. Al Fatihah: 5)


Setiap manusia, pasti membutuhkan hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi dirinya dan menghindari perkara yang merugikannya. Secara umum seseorang beranggapan bahwa manfaat adalah sesuatu yang dinikmati dan menyenangkan hati, sedang kerugian termasuk di dalamnya penderitaan. Untuk itu manusia pasti akan berusaha mencari cara untuk mewujudkan tujuan tersebut dan menghindari perkara yang tidak disukai atau mendatangkan kerugian baginya. 


Sebagai seorang Muslim, standar menentukan manfaat dan tidak haruslah bersandar pada ketentuan-Nya. Manfaat jika sesuatu itu sesuai syariat dan pastinya mendatangkan maslahat, sebaliknya rugi jika bertentangan dengan syariat dan pasti mendapatkan dosa serta kelak siksa di akhirat.


Allah tidak memberi sesuatu di dunia yang lebih baik, lebih dicintai dan lebih membahagiakan hati manusia melainkan keimanan kepada Allah yakni mengakui bahwa ia adalah hamba-Nya, cinta kepada-Nya dengan ikhlas, beribadah menjalankan seluruh syariat-Nya, rindu bertemu dan  berjumpa dengan Allah, gembira untuk dekat dengan Allah melalui zikir dan menyebut asma-Nya. Sebab itu semua akan menjadikan hatinya tenang.


Jadi, kebahagiaan sesungguhnya yaitu ketika kita taat pada Allah. Untuk itu yang bisa kita lakukan untuk lebih membahagiakan hati yaitu:


Pertama, merasa butuh untuk beribadah kepada Allah. Seperti tubuh yang selalu memerlukan makanan, maka jiwa manusia juga butuh untuk mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.  Sebab ia sadar bahwa Allah satu-satunya Zat yang bisa dijadikan sandaran.


Kedua, merasa bahwa ibadah bukanlah beban baginya. Ia merasa ringan dalam menjalankan syariat-Nya tak ada keberatan sedikit pun, apapun situasi dan kondisi yang sedang melingkupinya. Ibadah baginya nikmat yang paling manis yang ia rasakan. Hanya orang yang berilmu dan memahami hakikat sebagai hamba saja yang merasa ringan beribadah, berbeda dengan mereka yang jahil, ibadah ia lakukan hanya saat tertentu saja semisal saat ia merasa susah, mendapat musibah, ingin pahala atau momen tertentu.


Ketiga, merasa bahwa ibadah adalah obat hati dan menentramkan jiwa. Syariat Islam diturunkan kepada manusia sejatinya agar hidupnya terarah. Agar dalam kehidupan menjadi dinamis dan harmonis. Dengan beribadah, fitrah menyucikan Tuhan (ada dalam setiap diri manusia, bawaan sejak lahir) akan terpenuhi sehingga ia tak akan galau, hatinya tenang. Begitulah ketika hamba mendekat pada Allah, Allah akan turunkan rahmat-Nya sehingga ia akan merasa tenteram. 


Keempat, ibadah adalah jalan datangnya pertolongan Allah. Karena ia merasa lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain, maka ibadah menjadi jawaban atas semuanya. Tak ada yang mempunyai kekuatan, yang memberi pertolongan, yang menghindarkan dari keburukan yang mampu memberi petunjuk, yang menyesatkan bahkan menghinakan dan merendahkan seorang hamba kecuali Allah semata. Ibadahnya pun jelas sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah saw..


Kelima, meyakini bahwa ibadah mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki yaitu kehidupan yang abadi di surga-Nya kelak. Salatnya, puasanya dan aktivitas duniawi lainnya semuanya ia niatkan untuk ibadah kepada-Nya. Sebab ia tahu ibadah itu bukan sekadar salat, zakat, puasa, haji, makan minum, berpakaian serta berakhlak mulia. Namun ibadah mencakup seluruh aktivitasnya di dunia, ketika mencari nafkah, belajar, perihal kesehatan, bermasyarakat bahkan bernegara, semua dilakukan berdasarkan syariat-Nya bukan aturan manusia. Dengan demikian ia yakin jika telah menjalankan Islam secara menyeluruh akan mendatangkan rida-Nya dan layak mendapatkan balasan tempat yang baik di akhirat kelak. 


Ramadan membiasakan kita untuk bersegera melaksanakan perintah-Nya, meski itu berat tetap seorang hamba menjalaninya bahkan sampai melipatgandakan kebaikan lebih dari hari-hari di luar Ramadan. Tak hanya sekadar mengalihkan rasa lapar dan dahaganya saja, tapi ia lakukan semata untuk mengharap rida-Nya. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.