Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja
Surat PembacaKeretakan keluarga berdampak langsung pada perilaku remaja
Emosi yang tidak terkendali hingga memicu meningkatnya kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja
___________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Geger, remaja 16 tahun di Pacitan, Jawa Timur, membacok nenek angkatnya sendiri. Akibat sakit hati disebut-sebut sebagai cucu pungut (cucu angkat) sehingga korban (nenek) mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD dr. Darsono Pacitan. (beritasatu.com, 26-10-2025)
Sungguh ironi, keluarga atau orang terdekat yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung utama anggota keluarga lainnya dari tindak kejahatan. Namun, menjadi pelaku kejahatan yang tidak jarang berakhir dengan pembunuhan. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah kian marak di negeri ini yang mencerminkan rapuhnya ketahanan keluarga.
Keretakan keluarga berdampak langsung pada perilaku remaja. Emosi yang tidak terkendali hingga memicu meningkatnya kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Hingga kasus kriminalitas yang makin mengerikan.
Sekularisme yang menjadi asas kehidupan saat ini telah menyingkirkan nilai agama dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur dirinya dengan penciptanya, seperti ibadah mahdah saja. Sedangkan dalam ranah publik, agama tidak boleh dijadikan aturan dalam kehidupan. Akibat ketiadaan iman di dalam diri mereka, membuat anggota keluarga kehilangan landasan takwa dan tanggung jawab moral.
Pendidikan yang bersandar pada sekuler-liberal juga telah menumbuh suburkan kebebasan tanpa batas. Di mana kebebasan berperilaku begitu diagungkan. Akhirnya, seseorang bebas berbuat sesukanya dan sikap individualistik yang merusak keharmonisan rumah tangga serta perilaku remaja. Inilah yang menjadi penyebab sumber daya manusia saat ini mengalami krisis moral, serta berbagai kasus kekerasan yang semakin tak terkendali.
Pola pikir dan pola sikap masyarakat yang sudah bergeser dan dipengaruhi oleh gaya hidup materialistik juga hedonistik bersifat duniawi. Kebahagiaan diukur dengan banyak materi atau uang. Alhasil, tekanan hidup mudah memicu keretakan serta kekerasan di dalam rumah.
Negara pun abai, faktanya sudah ada banyak aturan yang ditetapkan negara ini untuk mencegahnya. Akan tetapi, kasus serupa masih saja terjadi. Sebut saja UU PKDRT terbukti tidak menyentuh akar masalah. Karena hanya menindak secara hukum tanpa mengubah sistem yang rusak.
Berbeda dengan sistem Islam. Pendidikan Islam akan membentuk kepribadian seseorang menjadi pribadi yang bertakwa dan berakhlak mulia, bukan sekadar orientasi duniawi. Namun, generasi yang memahami hakikat penciptaan, memiliki kepribadian Islam, pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) sesuai Islam di lingkungan keluarga maupun oleh negara.
Syariat Islam dalam membangun keluarga akan mengokohkan keluarga. Menekan pentingnya keharmonisan keluarga. Ini akan terwujud dengan interaksi yang baik dan intens dengan seluruh anggota keluarganya dan menata peran suami-istri serta mencegah KDRT sejak dini.
Negara sebagai pelindung (raa’in) juga akan menjamin kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak tertekan secara ekonomi. Negara wajib menjamin setiap kebutuhan warganya. Saat semua kebutuhan pokok warga terpenuhi, mereka tidak akan terdorong untuk melakukan berbagai tindak kejahatan termasuk KDRT.
Hukum sanksi Islam akan ditegakkan untuk menjerakan para pelaku kekerasan dan kejahatan. Sekaligus mendidik masyarakat agar hidup sesuai dengan syariat Islam. Hanya dengan penerapan sistem Islam saja yang mampu mencegah KDRT dan kekerasan remaja. Negara Islam akan menjamin terwujudnya keamanan pada di tengah masyarakat.
Allah Swt. berfirman: "Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu...." (QS. An-Nahl: 89)
Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Anis Nuraini


