Fatherless Why?
Surat PembacaKehidupan dalam sistem sekuler kapitalis yang tidak menggunakan aturan Allah Swt.
dalam mengatur kehidupan menyebabkan munculnya fenomena fatherless
_________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Fenomena fatherless kian populer, hingga 8 Oktober 2025 sekitar seperlima anak Indonesia yaitu 20,1% atau 15,9 juta anak tidak dalam pengasuhan ayah. (www.tagar.co, 8-10-2025)
Fatherless Akibat Kapitalisme
Banyak faktor penyebab fenomena fatherless. Di antaranya karena ayah yang sibuk mencari nafkah, waktunya habis, sehingga tidak bisa membersamai anak, memberikan kasih sayang, tidak bisa menjadi qawwam/sandaran bagi anak dan keluarga, juga tidak mampu memberikan pendidikan kepada anaknya.
Budaya patriarki (ayah sebagai pencari nafkah, peran domestik sepenuhnya tanggung jawab ibu). Seolah-olah anak adalah urusan ibu dari menyiapkan makan, mengasuh, mendidik, mengantar sekolah dan lain sebagainya. Ditambah dengan era digital di mana anak atau orang tua ketika bersama, asyik dengan gawainya masing-masing.
Orang tua juga kurang ilmu, tidak paham tentang tujuan berumah tangga dan mendidik anak sehingga banyak ayah yang sebenarnya ada bersama anak, tetapi terasa tidak ada karena tidak ada komunikasi di antara mereka. Dampaknya anak menjadi minder, emosi/mental menjadi labil, kenakalan remaja, pergaulan bebas dan lain sebagainya.
Kehidupan dalam sistem sekuler kapitalis yang tidak menggunakan aturan Allah Swt. dalam mengatur kehidupan menyebabkan munculnya fenomena fatherless. Negara tidak hadir dalam penjaminan kebutuhan pokok; papan, sandang, pangan dengan memberikan lapangan pekerjaan kepada para ayah dengan upah yang layak.
Para ayah harus memenuhi sendiri sandang, papan pangan, pendidikan, kesehatan dan keamanan untuk keluarganya. Ketika nafkah para ayah tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga, para ibu juga ikut membantu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan.
Alhasil, para ibu menjadi capek dan tidak bisa maksimal menjalankan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Akibatnya, rumah seperti terminal. Sebagai tempat singgah, tidak ada komunikasi antara ayah, ibu dan anak. Tidak ada keharmonisan dalam keluarga, generasi makin rusak.
Dalam sistem ekonomi sekuler kapitalisme, tidak ada batasan kepemilikan sehingga pemilik modal bisa menguasai apa saja tanpa batas. Akhirnya, terjadi gap yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Di samping itu, tujuan berkeluarga, hanya dilihat dari materi/manfaat semata, bukan untuk beribadah dan mencari rida Allah Swt..
Islam Solusi Mengatasi Fatherless
Islam sebagai agama yang sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan, memandang pernikahan sebagai ibadah. Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Mendidik anak adalah kewajiban bersama. Kewajiban istri adalah sebagai ummun warabatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga), ayah sebagai pemberi nafkah dan teladan pendidikan anak (teladan kisah lukman).
Negara Khil4fah akan hadir memberikan lapangan pekerjaan dengan mudah dan upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, murah/gratis kepada seluruh rakyat dari sumber daya alam yang termasuk kepemilikan umum (Al-Milkiyah al-‘ammah) seperti; barang tambang, minyak bumi, gas,listrik dan lain-lain.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api." (HR, Abu Dawud dan Ahmad)
Melalui harta kepemilikan umum, negara juga menyelenggarakan fasilitas kesehatan gratis, membangun jalan, dan membangun fasilitas-fasilitas umum yang lain. Para ayah tidak disibukkan dengan mencari nafkah sehingga perannya sebagai qawwam (sandaran), penanggung jawab keluarga, teladan pendidik bagi anak-anaknya bisa berjalan dengan baik.
Ibu akan fokus menjalankan perannya dengan baik. Sehingga keharmonisan keluarga akan terwujud (sakinah, mawadah, warahmah). Peran ayah dan ibu bisa maksimal dalam menanamkan pendidikan di rumah sesuai dengan tuntunan Islam (menancapkan akidah Islam sebagi fondasi pendidikan anak, adab dan tsaqafah Islam)untuk membentuk kepribadian Islam. Karena orangtua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga sesuai dengan kehendak Penciptanya.
Ayah akan memiliki cita-cita yang tinggi (himmah alya) dalam melahirkan generasi emas untuk peradaban emas (Islam). Sebagaimana generasi salafus salih, generasi sahabat dengan hadirnya penguasa/negara yang mengurus rakyatnya dengan penuh amanah dan tanggung jawab kepada rakyat dalam memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Demikianlah kehidupan berumah tangga dalam Islam, ada peran ayah, ada peran ibu yang bisa berjalan selaras ketika diterapkan syariah Islam secara kafah. Fenomena fatherless harusnya menyadarkan kita untuk kita Kembali kepada Islam dan menerapkan seluruh syariatnya dalam semua aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]
Wiwid Ummu Muhammad


