Alt Title

Akankah Kesejahteraan Buruh Hanya Angan-Angan?

Akankah Kesejahteraan Buruh Hanya Angan-Angan?

 


Negara sama sekali tidak menjamin nasib buruh karena hanya berperan sebagai regulator atau penengah antara perusahaan dan buruh

Dengan sistem ini, nasib kesejahteraan buruh 100% ada di tangan perusahaan

__________________


Penulis Vina

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Profesi Gizi UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Semenjak peristiwa aksi demonstrasi di Chicago, AS pada tahun 1886, sejarah mencatat setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. Di Indonesia sendiri, hari buruh yang jatuh pada hari pertama di bulan Mei setiap tahunnya ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui (KEPPRES RI) Nomor 24 Tahun 2013. Tahun 2024 ini, Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengangkat tema “Social Justice & Decent Work for All” dengan 2 isu utama yang menjadi sorotan berdasarkan Tren Ketenagakerjaan & Sosial tahun 2024. 


Pertama, terkait tingkat pengangguran global yang tinggi. Diperkirakan masih ada lebih dari 200 juta orang mengganggur di tahun ini. Kedua, tentang kesenjangan sosial yang semakin melebar. Makin nampak jelas ketimpangan antara kaya dan miskin, dimana lebih dari setengah kekayaan global dikuasai oleh 1% populasi terkaya di dunia (Tirto.id 26-04-2024). 


Menilik lebih dalam kondisi buruh di Indonesia, dalam laporan Talent Acquisition Insights terdapat survei yang dilakukan Mercer Indonesia yang menujukkan bahwa 69% perusahaan di Indonesia menyetop perekrutan karyawan karena khawatir terjadi PHK. Enam puluh tujuh persen dari total tersebut merupakan perusaan besar. Industri perbankan, perhotelan, dan farmasi merupakan tiga sektor yang paling banyak melakukan pembekuan perekrutan. Dalam laporan tersebut, diungkapkan bahwa 23% perusahaan Indonesia melakukan PHK pada tahun lalu (CNN, 26-04-2024). 


Dilihat melalui kacamata nasional dan internasional nampak buruh belum mendapatkan kesejahteraannya. Persoalan yang menghantui seperti upah yang rendah, pekerjaan yang tidak layak, maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja.


Nasib Buruh di Tangan Perusahaan


Persoalan yang melilit para buruh tidak akan pernah selesai selama negara masih menganut sistem kapitalisme yaitu dengan menganggap buruh sebagai faktor produksi. Perusahaan akan berprinsip sebisa mungkin menekan biaya produksi sehingga meminimalkan biaya tenaga kerja. Di sisi lain, negara sama sekali tidak menjamin nasib buruh karena hanya berperan sebagai regulator atau penengah antara perusahaan dan buruh. Dengan sistem ini, nasib kesejahteraan buruh 100% ada di tangan perusahaan. 


Posisi buruh menjadi serba salah. Apabila bekerja, upah yang diberikan tidak menyejahterakan dengan beban kerja yang berat. Belum lagi dihantui dengan gelombang PHK yang bisa datang kapan saja. Jika keluar dari pekerjaan akan sulit menjari pekerjaan lain di tengah sempitnya lapangan pekerjaan yang ada. Hingga kini, kesejahteraan buruh masih menjadi khayalan semata. 


Kesejahteraan Buruh dalam Naungan Islam


Islam memandang buruh sebagai bagian dari rakyat yang harus dijamin kesejahteraannya. Negara bertugas sebagai periayah yang mengatur segala urusan rakyat, termasuk para buruh atau pekerja. Sistem politik ekonomi Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya. Dengan begitu, tanggung jawab akan buruh ada pada negara, bukan perusahaan. 


Dalam upaya memastikan rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, negara Islam menjalankan dua mekanisme. Pertama, layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Kedua, negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat laki-laki yang baligh untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya.


Standar upah telah ditetapkan oleh para ahli (khubara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Disamping itu, negara memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas dan syar’i terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, keselamatan kerja, dan lain sebagainya. Sehingga ada keridhaan di kedua belah pihak. Jika terjadi perselisihan antar keduanya, negara hadir sebagai hakim yang akan memberikan putusan sesuai syariat islam. 


Inilah kesejahteraan buruh yang selama ini kita impikan. Negara benar-benar hadir dalam mengurusi urusan rakyatnya. Bukan malah melemparkan kewajiban dan tanggung jawab hingga nasib buruh terluntang-lantung tanpa arah. Wallahuallam Bissawab. [Dara]