Alt Title

Harga Gula Melangit, Ekonomi Rakyat Kian Sulit

Harga Gula Melangit, Ekonomi Rakyat Kian Sulit

 


Pematokan harga dalam proses pengadaan gula akan berdampak pada harga beli yang lebih tinggi dari harga jual

Adapun solusi dengan membuka keran impor berbahaya bagi kedaulatan petani

______________________________


Penulis Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Masalah kenaikan gula aren kembali terulang kembali. Harga gula terpantau mengalami kenaikan hingga mencapai Rp18.090. Secara rata-rata bulanan, harga gula saat ini melampaui harga tertinggi tahun 2023 yang tercatat mencapai Rp17.270 per kg di bulan Desember.


Pada bulan April 2024, harga rata-rata bulanan nasional tercatat di Rp17.950 per kg naik dari sebulan sebelumnya di Rp17.820 per kg. Sejak bulan Agustus 2023 harga gula yang berkisar Rp14.700 per kilo terus mengalami lonjakan. (CNBC Indonesia, 19/04/2024)


Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen menyatakan bahwa kenaikan harga gula di tingkat konsumen disebabkan karena ketersediaannya yang kurang. Ditambah pemerintah tidak memiliki stok atau cadangan gula nasional. Sehingga ketika harga gula tengah bergejolak seperti saat ini, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga. 


Kenaikan harga gula tentu memiliki dampak terhadap daya beli masyarakat. Pasalnya, gula merupakan kebutuhan dapur masyarakat. Tak hanya itu, kenaikan harga gula juga memicu pada kenaikan harga jenis makanan dan minuman jadi yang diproduksi oleh UMKM. Sehingga akan menyulitkan masyarakat. 


Bukan tanpa alasan kenaikan harga gula disebabkan karena beberapa faktor, mengingat lonjakan harga terus terjadi secara berulang. Di antaranya akibat rendahnya persediaan gula di dalam negeri.


Sejak 1967 hingga hari ini sejatinya Indonesia telah gagal mempertahankan potensinya sebagai salah satu negara pengekspor gula dan mulai beralih pada importir. Bahkan keadaan tersebut makin terpuruk hingga saat ini berubah menjadi negara importir gula terbesar di dunia. 


Padahal Indonesia merupakan negara agraris. Sektor pertanian yang dimiliki sangat luas. Semestinya, dengan potensi tersebut tidak menjadikan Indonesia bergantung pada impor dalam urusan pangan. Akan tetapi, akibat tata kelola dan tata niaga kacau yang memungkinkan adanya praktik permainan harga oleh ritel, penimbunan dan monopoli.


Miris, solusinya adalah pematokan harga dan membuka keran impor. Ketergantungan Indonesia yang sangat besar pada impor memiliki pengaruh pada kestabilan harga. Harga ditentukan oleh para pelaku pasar dengan semata-mata mengikuti kepentingan saja. Apalagi sepanjang tahun ini kondisi dunia mengalami cuaca ekstrem. Akibatnya terjadi kenaikan harga.


Sementara itu, pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga gula melalui pematokan harga dan membuka keran impor hanya merugikan masyarakat. Pasalnya, upaya pematokan harga dan impor menyebabkan ketidakstabilan harga pangan.


Dengan pematokan harga dalam proses pengadaan gula akan berdampak pada harga beli yang lebih tinggi dari harga jual. Adapun solusi dengan membuka keran impor berbahaya bagi kedaulatan petani. Karena harga jualnya lebih murah akibat produk impor yang melimpah.


Selain itu, persoalan gula tidak hanya sekadar stok dan mahalnya harga. Akan tetapi, persoalan ini adalah persoalan sistematis yakni penerapan sistem kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendak demi tercapai keuntungan yang sebesar-besarnya. 


Negara dalam sistem ini hanya sebagai regulator semata, sementara yang terjun langsung di lapangan dalam pemenuhan pangan adalah para pengusaha dengan motif bisnis dan keuntungan.


Terbukti pada pemberdayaan masyarakat kemitraan pemerintah dan swasta, reformasi birokrasi, pemangkasan anggaran serta kelola pangan dan pertanian diserahkan kepada korporasi dengan tujuan mendapatkan keuntungan bukan untuk melayani kebutuhan rakyat. Negara justru telah berubah menjadi pebisnis bagi hajat orang banyak.


Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara bertanggungjawab penuh akan ketersediaan pangan dengan harga terjangkau, termasuk gula. Negara akan menetapkan harga berdasarkan mekanisme pasar, sehingga jika terjadi kelangkaan dan harga melonjak tinggi tidak akan terjadi. Selain itu, negara juga akan mengelola pertanian dengan pengelolaan yang maksimal sehingga petani mendapatkan hasil maksimal dan petani menjadi sejahtera.


Di sisi lain, negara menjamin kebutuhan setiap rakyat. Sehingga swasembada pangan menjadi salah satu kebijakan strategis negara. Negara akan memaksimalkan semua potensi yang dimiliki untuk mewujudkan swasembada pangan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Adapun kebijakan impor menjadi opsi terakhir, karena negara telah mandiri dalam menyuplai kebutuhan pangan rakyat. 


Oleh karena itu, sudah saatnya berbagai problematika umat diselesaikan, termasuk kenaikan harga. Hanya sistem Islam sebagai solusi tuntas yang mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya.


Dengan penerapan Islam akan mampu meriayah rakyatnya dengan sebaik-baiknya sehingga masyarakat hidup sejahtera. Wallahualam bissawab. [SJ]