Alt Title

Tradisi Harga Bahan Pangan Melonjak di Bulan Ramadan

Tradisi Harga Bahan Pangan Melonjak di Bulan Ramadan

 


Demikian penyebab naiknya harga bahan pangan menjelang ramadan yang seolah menjadi tradisi tiap tahunnya

Dengan ini, sudah cukup bukti bahwa negara yang berbasiskan sistem sekuler tidak akan mampu menangani persoalan pasar

_________________________


Penulis Juhanah Zara

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Ramadan sudah berjalan sekian hari. Umat muslim banyak melakukan persiapan sejak sebelum datangnya bulan mulia tersebut, baik persiapan amal kebaikan yang akan dilakukan maupun persoalan kebutuhan pokok agar bisa terpenuhi. Namun, lagi-lagi berita tentang kenaikan harga pangan menyapa, bahkan sejak berminggu-minggu sebelumnya. Diprediksi bahwa masyarakat akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makanan selama ramadan. Beberapa bahan pangan yang harganya meningkat yakni cabai, minyak goreng, beras, gula pasir, dan telur ayam ras.


Harga Pangan Selangit!


Dilansir dari bisnis.com (22/02/2024), harga beras secara nasional di pekan ketiga Februari 2024 mengalami kenaikan mencapai 2,92% dibandingkan dengan harga di Januari 2024. Kenaikan harga beras ini terjadi di 179 kabupaten/kota. Selain beras, ada pula cabai yang mengalami kenaikan harga di pekan ketiga Februari 2024 di sejumlah wilayah yakni mencapai 230 kabupaten/kota. Sebanyak 41% kabupaten/kota memiliki harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata nasional. Adapun rata-rata harga cabai merah secara nasional di minggu ketiga Februari 2024 mencapai Rp55.359 per kilogram. 


Inspektur Jenderal Kemendagri, Komjen Pol Tomsi Tohi, dalam sambutannya di suatu forum menyampaikan, bahwa fokus kali ini adalah pada kenaikan harga komoditi bahan pangan. Antara lain beras, minyak goreng, dan cabai merah. “Perhitungan inflasi per tanggal 1 Februari 2024 terdapat 3 komoditas bahan pangan yang mengalami kenaikan harga di kabupaten/kota, di antaranya minyak goreng di 204 daerah kabupaten/kota, beras di 179 kabupaten/kota, dan cabai merah di 175 kabupaten/kota,” ujarnya (NTBsatu, 5/2/2024)


Harga bahan pangan termasuk beras meningkat dari berbagai daerah hingga ke pelosok desa yang dominan dengan penanaman padi. Tidak menutup kemungkinan lonjakan tersebut akan terus merambat dengan begitu pesat. Seperti harga beras yang terus merangkak naik dari Rp16.000 per kilogram menjadi Rp18.000 di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kenaikan ini terjadi untuk semua merek beras, baik yang kemasan 5 kilogram maupun 10 kilogram (KOMPAS.com, 24/02/2024)


Begitu terasa sesak ketika harus memulai bulan berkah dengan melangitnya harga kebutuhan pangan, khususnya bahan makanan pokok berupa beras. Hampir seluruh penduduk mengonsumsinya setiap hari, sehingga peningkatan harganya menyebabkan masyarakat mau tidak mau harus merogoh kocek lebih dalam. Selain itu, bisa jadi mayoritas penduduk akan bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan yang mumpuni demi memenuhi pengeluaran pada sepanjang bulan Ramadan. Jikalau tidak demikian, bagaimana bisa bertahan hidup di tengah kondisi ketika semua kebutuhan serba mahal dan serba dibayar. 


Tradisi Menjelang Ramadan?


Indonesia adalah negara yang memilki banyak sumber daya alam. Rakyatnya pun banyak yang memilki tanah persawahan, perkebunan, hingga peternakan. Setiap daerah pasti kaya akan penghasilan alamnya. Kebutuhan-kebutuhan pangan seharusnya mudah dijangkau oleh rakyat tanpa harus bersusah payah, apalagi di bulan ramadan. Akan tetapi seakan menjadi 'kebiasaan' setiap menjelang bulan suci ramadan rakyat akan dipersulit dengan lonjakan harga pangan. Tidak dapat dipungkiri perubahan iklim dan El Nino bisa berpengaruh pada produksi bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat. Namun apakah penyebabnya hanya bersumber dari faktor alam saja?


Adapun penyebab lain di antaranya: Pertama, rantai distribusi yang panjang karena sering dilakukannya impor bahan pangan dari yang produsen hingga konsumen. 

Kedua, penimbunan yang dilakukan oleh pihak korporasi untuk meraih keuntungan dengan meningkatkan harga dalam keadaan langka.

Ketiga, supply and demand tidak berimbang mengakibatkan kenaikan harga.


Berikut pernyataan dari Ketua Umum IKAPPI (Ikatan Pedagang Pasar Indonesia), Abdullah Masyuri, yang mengatakan, "hal ini disebabkan karena ketidakmampuan pemerintah melakukan upaya meredam kenaikan harga akibat tidak berimbangnya antara permintaan dan pasokan barang," kata Abdullah. (RRI.com, 30/2/2024)


Demikian penyebab naiknya harga bahan pangan menjelang ramadan yang seolah sudah menjadi tradisi tiap tahunnya. Dengan ini, sudah cukup bukti bahwa negara yang berbasiskan sistem sekuler tidak akan mampu menangani persoalan pasar. Problem tersebut terus berulang-ulang hingga makin bertambah parah setiap tahunnya, sehingga tidak ada jaminan kehidupan yang aman dan tenang untuk rakyat. Sebab negara tidak menjadikan perannya untuk melayani rakyat. Persoalan pasar pun tidak dipegang penuh, sehingga para pelaku penimbunan, kartel, mafia dan sejenisnya ikut berkontribusi dalam dunia pasar, yang berujung pasa rusaknya harga. Akibatnya, lagi-lagi rakyat yang menjadi korban akan kezaliman yang terjadi. 


Bulan ramadan yang seharusnya difokuskan untuk ibadah, tapi malah bertambah beban ekonominya tersebab kerakusan para pemodal, penguasa diktator dan kalangan 'oportunis' pencari untung. Ya, semua karena sistem sekularisme yang diterapkan dalam negeri ini. Sekularisme sendiri adalah pahan yang berlandaskan pada pemisahan antara agama dengan kehidupan.


Menjadi 'keharaman' terbesar dalam sistem ini adalah mencampur aduk hal-hal yang agamis dengan setiap urusan umat dan negara. Fikih siyasah tak lagi dipakai untuk memelihara urusan umat. Penguasa tak lagi peduli halal dan haram, sebab yang utama adalah keuntungan materi. Tidak peduli dengan kesulitan yang akan dihadapi umat, baik pada bulan biasa maupun bulan suci ramadan.


Hanya Islam Solusinya


Islam adalah satu-satunya ideologi yang mampu menyelesaikan setiap persoalan umat. Termasuk setiap kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan umat. Menjadi penanggung jawab yang menjamin kesejahteraan untuk umat secara menyeluruh. Apalagi ketika berada dalam bulan suci ramadan. Islam menetapkan negara sebagai raa'in yaitu pelayan bagi umat, semata-mata agar umat memfokuskan diri pada ibadahnya di bulan ramadan. Islam memudahkan umat menjalani ibadah puasa dengan persiapan demi meraih rida Allah dan nyaman menjalankan ibadahnya. Adapun peran negara adalah untuk mengontrol dan mengawasi setiap harga-harga pangan selama bulan puasa, sehingga dapat dijangkau oleh umat. Walaupun pada dasarnya jumlah permintaan bahan pangan sangat mungkin meningkat. 


Oleh sebab itu, Islam akan memastikan harga bahan pangan mengikuti mekanisme pasar dan menghilangkan distorsi pasar sejenis mafia, kartel, penimbunan, dan lain sebagainya. Dengan melakukan intervensi, Islam mampu menstabilkan supply and demand agar umat bisa menjangkau harga pangan. Negara juga tidak akan bergantung pada asing untuk memenuhi pasokan pangan untuk umat, dengan pengolahan dari berbagai macam cara agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi, murah, dan berkualitas. Sehingga kesulitan tidak lagi dirasakan umat dalam bulan mulia tersebut. Walhasil umat akan fokus pada ibadahnya, mengamalkan kebaikan mencegah kemungkaran. 


Islam juga menerapkan sistem pendidikan  yang mana akan mencetak generasi yang bersyakhsiyah Islami. Pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) tercetak dengan baik karena distandarkan dengan syariat Islam. Sehingga umat akan menjalankan ibadah ramadan dengan pemahaman yang benar serta tidak konsumtif. 


Akan tetapi solusi Islam tersebut tidak diterapkan oleh negara hari ini. Sehingga persoalan-persoalan umat saat ini belum bisa dituntaskan. Apabila sistem kufur masih dijadikan sebagai aturan dalam negara, maka Islam tidak akan bisa dijadikan sistem dalam negara tersebut. Sebab keduanya tidak akan bisa sinkron. Kebatilan dan kebenaran tidak akan bersatu dalam satu wadah.


Artinya wadah tersebut hanya bisa diisi oleh satu sistem. Umat menginginkan kesejahteraan, ketenangan, kedamaian, keamanan, dan solusi terbaik untuk kerusakan dan permasalahan saat ini, sedangkan solusinya hanya ada pada Islam. Maka dari itu, umat perlu mengganti sistem kufur tersebut dengan Islam. Semoga Islam bisa diterapkan secara kafah, agar cita-cita kesejahteraan umat dalam wujud kestabilan harga dan terpenuhi kebutuhan pokok tiap individu rakyat bisa tercapai. Wallahualam bissawab. [GSM]