Alt Title

Ilusi Zero Corruption yang Mustahil Terwujud dalam Sistem Kapitalisme

Ilusi Zero Corruption yang Mustahil Terwujud dalam Sistem Kapitalisme

Lembaga yang diberikan amanat untuk mengawasi tindak-tanduk para pejabat negeri ini dalam menjalankan tugasnya serta memerangi korupsi di pemerintahan justru tersandung kasus korupsi yang jumlahnya tidak sedikit

Seolah-olah korupsi telah menjadi bagian tak terelakkan dalam sistem hari ini

______________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pasca Sarjana 

 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rutan Cabang Merah Putih di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Penemuan pelanggaran pungli di rutan KPK mencapai angka 4 miliar rupiah dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022. Dalam wawancaranya, Menkopolhukam Mahfud MD memastikan temuan ini harus diproses lebih lanjut secara hukum. 


"Ya kan sudah ditangani juga, ya harus ditangani karena itu lembaga-lembaga, kan sekarang sudah ditangani kan. Sudah diselidiki dan siap diambil tindakan hukum," kata Mahfud di sela-sela acara Bhayangkara Funwalk di Silang Selatan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (26/6). Mahfud MD menyatakan bahwa pungli dapat terjadi di mana-mana, tidak hanya di KPK ataupun pengadilan. Pernyataan ini tentu memancing ironi masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. 


Bagaimana tidak? Lembaga yang diberikan amanat untuk mengawasi tindak-tanduk para pejabat negeri ini dalam menjalankan tugasnya serta memerangi korupsi di pemerintahan justru tersandung kasus korupsi yang jumlahnya tidak sedikit. Seolah-olah korupsi telah menjadi bagian tak terelakkan dalam sistem hari ini. Dalam perjalan pegusutan temuan kasus korupsi di lapas KPK, proses penyelidikan kasus diwewenangkan kepada Dewan Pengawas KPK (Dewas). Hal ini dilakukan karena KPK merupakan lembaga independen yang bebas intervensi pihak luar. 


Adapun jenis pungli yang dilakukan berkaitan dengan suap, gratifikasi, pemerasan pada tahanan untuk bisa mendapatkan keringanan atau menggunakan alat komunikasi. Kasus ini setidaknya mengandung 2 unsur pelanggaran, yakni pelanggaran etik dan unsur tindak pidana yang termuat dalam Pasal 12C UU 31 Tahun 1999 dan UU 20 Tahun 2021.


Sebagai jalan keluar dari permasalahan pungli, KPK merekomendasikan adanya perbaikan tata kelola lapas di Indonesia. Fakta menunjukkan banyak lapas di Indonesia yang overload dan adanya perlakuan khusus terhadap tahanan, sehingga menyebabkan lapas menjadi tempat yang rawan korupsi adalah kesalahan pada tata kelolanya. 


Ilusi Zero Corruption


Sekali lagi, terkuaknya kasus pungli di lapas KPK menguatkan kegagalan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan lebih luas lagi umat manusia. Zero Corruption yang diimpikan dan digadang-gadang sebagai tujuan bangsa Indonesia kian menjadi ilusi dan utopis untuk diraih. Apabila dilihat dari statement yang dikeluarkan oleh KPK yang menilai bahwasannya akar permasalahan dari kasus pungli ini adalah karena kesalahan tata kelola lapas. Pengkajian ini sungguh terasa cetek sekali. Hal ini dikarenakan bukan hanya dari sisi tata kelolanya saja yang bermasalah. Namun hampir seluruh aspek memiliki problemnya sendiri dan hal ini tidak dipandang sebagai masalah yang berhubungan satu sama lain. 


Korupsi di tubuh KPK menunjukkan lemahnya integritas pegawai pemerintahan. Keinginan untuk mendapatkan materi lebih mendorong pelakunya untuk menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dunia. Kapitalisme meniscayakan hal ini karena ukuran yang jadi standarisasi di masyarakat adalah kuantitas harta yang dimiliki. Tidak terbetik lagi rasa takut kepada Allah Swt. akibat lemahnya iman sebagai buah penerapan sekularisme yang telah bercokol di berbagai lapisan masyarakat. Akibatnya kapitalisme gagal membentuk individu yang bertakwa dan memiliki kesadaran hubungan kepada Allah Swt..


Selain itu, penerapan hukum yang berasal dari akal manusia yang terbatas meniscayakan hukum yang tidak tegas serta tidak membuat jera. Terlihat dari maraknya kasus korupsi yang selalu berulang. Rasanya mustahil mewujudkan kehidupan bernegara yang bebas dari korupsi dalam bingkai sistem kapitalisme.


Islam dengan seperangkat aturannya memiliki pandangan tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan korupsi. Korupsi tidak hanya dilihat sebagai sebuah masalah suatu lembaga saja (parsial). Namun, korupsi menjadi indikasi kegagalan sistem secara integral dalam mewujudkan kehidupan manusia yang baik dan sesuai dengan tujuan penciptaan. Permasalahan korupsi menyangkut berbagai macam aspek mulai dari sistem pemerintahan, sanksi, peradilan, sosial kemasyarakatan, hingga level ketakwaan individu.


Islam memiliki mekanisme jitu untuk memberantas korupsi dengan tiga pilar penegakan hukum Syara. Pertama, Islam menetapkan bahwa negara memiliki peran penting dalam mewujudkan sistem hukum dan memberikan sanksi yang tegas serta memberikan efek jera.


Kedua, masyarakat dalam negara Islam akan memiliki persepsi yang sama dan memiliki kesadaran akan hukum. Kemudian pilar yang terakhir adalah individu yang berkepribadian islam. Hal ini sangat mungkin diwujudkan melalui penerapan sistem pendidikan Islam.


Penerapan Islam di segala tingkat kehidupan akan menciptakan kemaslahatan, memunculkan individu yang memiliki kesadaran tinggi akan keimanannya sehingga senantiasa menjaga diri dalam ketaatan. Jangankan untuk melakukan korupsi, dalam perkara menggunakan barang saja akan berhati-hati, takut-takut kalau ternyata itu bukan haknya. Sebagaimana kisah masyhur Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan anaknya yang memilih untuk tidak menggunakan lilin ketika berdiskusi mengenai permasalahan keluarga karena takut mengambil harta negara milik umat. 


Munculnya rasa takut ini didasari oleh keimanan yang kuat serta pemahaman yang mendalam akan ajaran Islam ditunjang dengan penerapan Syariat Islam secara menyeluruh. Menjadi syarat mutlak penerapan syariat Islam secara kafah adalah membutuhkan keberadaan negara yang mau berkomitmen menjadikan Islam sebagai asas bernegara. Wallahualam bissawab.[]