Alt Title

SULTRA MENUJU PROVINSI LAYAK ANAK, MAMPU KAH?

SULTRA MENUJU PROVINSI LAYAK ANAK, MAMPU KAH?




Slogan wilayah layak anak sebatas pemanis di atas kertas. Faktanya undang-undang yang telah lama menduduki hukum negara ini tidak berjalan sesuai harapan


Katanya hak kesejahteraan anak akan dipenuhi, padahal lontaran itu tidak menjamin kesejahteraan anak. Realitas yang terjadi saat ini banyak anak yang tidak mendapatkan hak-hak mereka



Penulis Sasmin
Kontributor Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi

KUNTUMCAHAYA.com-Sekian banyak problem yang menimpa anak-anak masa kini. Pemerintah telah membuat rencana untuk kemaslahatan anak. Berbagai cara dilakukan untuk pemenuhan hak anak dalam melangsungkan hidupnya serta mendapat hak perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, seperti yang dijabarkan di Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi, persoalan yang menyeret anak-anak tidak surut, justru membumbung ke atas tanpa batas.


Kemudian, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yakni Wilayah Layak Anak, dimana Kepala Dinas P3APPKB Andi Tenri Rawe Silondae mengatakan untuk melaksanakan kegiatan tersebut demi meningkatkan pengetahuan, serta pencegahan kekerasan dan perkawinan usia anak. 

Dengan adanya kegiatan tersebut mendorong anak untuk meningkatkan minat bakat dan kemampuan sesuai tingkat kecerdasannya. Pemerintah daerah berharap program dan kegiatan responsif ini, anak bisa menjadi bagian 2P yaitu pelapor dan pelopor yang mampu menyosialisasikan pencegahan perkawinan di usia anak kepada masyarakat khususnya di lingkungan sebayanya dengan bahasa yang mudah dipahami, (ANTARASULTRA, 02/03/2023)

Sayangnya, slogan wilayah layak anak sebatas pemanis di atas kertas. Faktanya undang-undang yang telah lama menduduki hukum negara ini tidak berjalan sesuai harapan. Yang katanya, hak kesejahteraan anak akan dipenuhi, padahal lontaran itu tidak menjaminnya. Realitas yang terjadi saat ini banyak anak yang tidak mendapatkan hak-hak mereka, seperti kualitas anak masih sangat rendah. Tercukupinya nutrisi anak, tidak semua orangtua mampu memberikan. Pendidikan anak masih terkotak-kotak, tak tahu mana sekolah maju dan tidak, belum lagi biayanya yang mahal. 

Hak perlindungan anak masih sangat jauh dari kata layak. Bahkan baru-baru ini marak penculikan anak dan tidak sedikit yang menjadi korban. Dalam sistem ini memang sangat pelik mendapat jaminan keamanan dan kesejahteraan anak karena pada dasarnya pemerintah hanya melihat indikasi atau gejalanya, bukan sumbernya. Hal tersebut menjadikan sebanyak apa pun program yang diusung tidak juga mampu menyelesaikan problematik hari ini seperti wilayah layak anak.

Oleh karena itu, pemerintah harus mengusut tuntas permasalahan ini berdasarkan hukum Islam agar wilayah layak anak ini berjalan sesuai harapan. Semua itu akan terwujud  jika  di awali dengan paradigma generasi yang ingin diwujudkan yakni generasi yang beriman dan bertakwa, memiliki kepribadian Islam dan menguasai ilmu sains dan teknologi. 

Tentu untuk mewujudkannya bukan sekadar menyediakan fasilitas elit, sarana dan prasarana pendidikan. Namun harus juga adanya penjagaan dari sisi akidah, akhlak dan amal saleh sesuai Islam agar jauh dari aktivitas menyimpang. Maka negara wajib menayangkan akses yang berbobot pahala dan meningkatkan kualitas iman dan menutup semua akses media yang dipenuhi tayangan maksiat karena hal itulah yang merupakan penyebab generasi menjadi rusak. Wallahu a'lam bi ash-shawab.