Krisis Sudan, Umat Harus Bersatu!
OpiniIntervensi yang dilakukan Amerika Serikat dan ketidakmampuan negeri Islam
dalam menolong saudaranya adalah bukti lemahnya persatuan umat
_________________________
Penulis Novita Suri
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sudan merupakan negara di Timur laut Afrika yang berbatasan langsung dengan Laut Merah.
Karenanya Sudan memiliki beberapa pelabuhan strategis seperti Port Sudan, dimana kapal-kapal dari pelabuhan tersebut dapat menggunakan Terusan Suez sebagai rute pelayaran menuju laut Mediterania dan Eropa serta negara lainnya tanpa harus mengelilingi benua Afrika, dan ini merupakan jalur laut yang strategis untuk perekonomian. Selain itu, Sudan juga negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam sehingga ini menjadi perebutan antara pihak yang ingin berkuasa.
Sudan: Wilayah yang Kaya SDA
Perebutan kekuasaan antar saudara yang terjadi di Sudan sudah memasuki tahun ketiga, konflik ini terjadi antara Angkatan Darat Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dengan para militer ( Rapid Support Forces/RSF) yang saat ini mereka berfokus pada perebutan sumber daya alam sehingga terciptalah matriks kontrol yang komplek dari perebutan kendali atas SDA tersebut.
Sebagian wilayah timur dan utara Sudan yang memiliki cadangan emas termasuk ibu kota Khartoum, dan jalur ekspor Port Sudan dikuasai oleh SAF, sementara wilayah bagian barat Darfur dan sebagian ladang minyak di selatan dikuasai oleh RSF.
Meskipun terjadi konflik, pada tahun 2024 produksi emas ilegal Sudan melonjak menjadi 64 Ton, dengan pendapatan ekspor legal senilai US$1,57 milyar (Rp26,28 triliun), dimana pada tahun 2023 sebanyak 99% di ekspor ke Uni Emirat Arab yang merupakan mitra dagang utama Sudan. (CNBCIndonesia.com, 22-11-25)
Adapun kekayaan di wilayah Sudan Selatan berupa kilang minyak dikuasai oleh RSF, sementara kendali pipa minyak dari el-Obeit ke Port Sudan yang merupakan jalur penting minyak Sudan dan Sudan Selatan ada di tangan SAF. Sehingga dengan segala upaya, RSF mengambil kendali atas berbagai wilayah penting di Sudan Utara dan Timur demi mengendalikan Sumber Daya Alam dan jalur ekspor Sudan.
Konflik yang terjadi antara SAF yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan RSF yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti), mengakibatkan masyarakat mengalami krisis, baik krisis kemanusiaan, kelaparan, dan keamanan. Kondisi ini memaksa rakyat untuk pergi dari tempat tinggalnya, para wanita diperkosa, anak anak dibantai dan kelaparan melanda.
Keterlibatan AS dalam Konflik Sudan
Jika ditelik lebih dalam kondisi ini bukan hanya terjadi karena perebutan kekuasaan dan SDA semata melainkan ada 2 kekuatan besar dibalik 2 pihak yang berkonflik. Sudan merupakan bagian dari wilayah Daulah Khil4fah, setelah keruntuhannya Sudan dikuasai oleh Inggris.
Inggris mempertahankan kekuasaannya dengan membagi Sudan menjadi dua bagian, yaitu Sudan Utara yang lebih kepada etnis Arab dan beragama Islam, wilayah ini menjadi lebih maju dari wilayah Sudan Selatan yang mayoritas merupakan etnis Afrika yang berkulit hitam dengan kepercayaan Kristen dan animisme. Kondisi ini menyebabkan Sudan terpecah belah.
Namun, kekuasaan Inggris mulai melemah setelah PBB yang diusung oleh Amerika Serikat ikut serta dalam kancah perpolitikan internasional. AS menjadikan Hemedt (RSF) sebagai agennya untuk menguasai Darfur, sementara Burhan sebagai militer Sudan yang menguasai wilayah el-Fasyir juga merupakan agen AS dari kubu yang berbeda. Sebelumnya, kedua Jenderal ini adalah sekutu yang bekerjasama untuk mengkudeta pemerintahan transisi pada tahun 2021.
Jelaslah konflik yang terjadi di Sudan merupakan agenda yang dirancang oleh AS untuk kepentingannya dalam menguasai negeri Kaum muslimin. Tampak dari apa yang disampaikan oleh Hamedti dalam pidatonya terkait 'Gencatan Senjata sepihak' pada malam 24-11-25 "Menanggapi upaya internasional, terutama dari Yang Mulia Presiden AS Donald Trump... Saya mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan termasuk penghentian permusuhan selama tiga bulan,". Sementara pihak Burhan menentang keras. (CNBCIndonesia.com, 25-11-25)
Penolakan yang dilakukan Burhan menimbulkan friksi diplomatik dari negara mediator seperti Uni Emirat Arab dan lainnya.
Dengan ini konflik akan terus berlangsung dan kondisi negeri negeri muslim disekitar Sudan juga 'seolah-olah' tidak mampu membantu rakyat Sudan dikarenakan perbedaan wilayah dan sekat-sekat nasionalisme. Ditambah lagi AS yang telah merancang dan mengancam negeri muslim tersebut dengan kekuatan diplomatiknya sehingga AS akan lebih mudah dalam melakukan intervensi terhadap kekayaan alam di sana, dan memecah belah rakyat dengan perbedaan agama dan etnis agar sulit untuk bersatu dan bangkit untuk menegakkan hukum Islam.
Saatnya Umat Islam Bersatu
Intervensi yang dilakukan Amerika Serikat dan ketidakmampuan negeri Islam dalam menolong saudaranya adalah bukti lemahnya persatuan umat. Hal ini dikarenakan ketiadaan institusi negara yang mampu menjaga dan melindungi seluruh umat Islam, yaitu Daulah Khil4fah Islam, karena sesungguhnya Khil4fah adalah perisai sebagaimana sabda Nabi saw.: "Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Untuk itu, maka wajiblah kita sebagai seorang muslim untuk menegakkan Khil4fah dengan upaya menyadarkan umat bahwa kita adalah satu. Umat Islam memiliki ikatan yang satu dan kuat yaitu ikatan akidah, umat Islam itu bersaudara dan diharamkan untuk berpecah belah sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Imran 103 yang artinya:
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan kalbu-kalbu kalian sehingga karena nikmat Allah kalian menjadi orang-orang yang bersaudara."
Maka sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang mampu menjaga persatuan dan kesatuan umat dalam bingkai Khil4fah dengan meggencarkan dakwah yang sesuai dengan metode dakwah Rasulullah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


