Alt Title

Gencatan Senjata Tak Menghapus Derita G4za

Gencatan Senjata Tak Menghapus Derita G4za



Gencatan senjata tidak menyelesaikan apa-apa

Ia hanya meredakan suara tembakan, bukan meredakan penderitaan


_________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI-Musim Dingin yang Membawa Derita Baru

Ketika sebagian media internasional mulai membangun narasi bahwa kondisi G4za “berangsur membaik” setelah gencatan senjata diumumkan, kenyataan di lapangan justru memperlihatkan realitas yang berbeda.

 

Adanya jeda perang ternyata tidak serta merta menghapus penderitaan yang dialami oleh warga G4za, melainkan hanya membuka lembaran luka lain yang selama ini tertutup oleh ledakan dan asap. Musim dingin yang tiba lebih cepat dari biasanya saat ini menjadi musuh baru bagi warga G4za yang hidup di tenda-tenda darurat.


Hujan deras mengguyur kamp-kamp pengungsian, menerjang tenda yang tipis dan rapuh. Banyak tenda sobek dan roboh, sementara lantai tempat tidur berubah menjadi lumpur. UNRWA menggambarkan kondisi ini sebagai situasi yang “makin memburuk” dan mengancam kehidupan warga yang tidak memiliki perlindungan memadai dari cuaca ekstrem. (antaranews.com, 15-11-2025)

 

Mereka yang telah kehilangan rumah kini kehilangan ruang berteduh yang paling dasar, yakni atap yang tidak mampu lagi menahan air.


Pemblokiran Bantuan di Tengah Gencatan Senjata


Ironisnya, setelah gencatan senjata diberlakukan, Isra*l tetap menahan masuknya perlengkapan darurat seperti tenda baru, rumah mobil, dan perlengkapan musim dingin. Pemblokiran inilah yang membuat krisis kemanusiaan kian memburuk. UNRWA secara terbuka meminta Isra*l mengizinkan masuknya perlindungan darurat tersebut. Karena tanpa itu, warga G4za terjebak dalam keadaan yang tidak manusiawi, terkena hujan, kedinginan, dan sakit. (antaranews.com, 15-11-2025)


Sikap yang berlawanan ini menyingkap fakta pahit bahwa gencatan senjata tidak serta merta membawa keamanan dan kelayakan hidup. Warga G4za masih menjalani keseharian di bawah kontrol ketat, termasuk pembatasan pergerakan melalui apa yang disebut “garis kuning” yang mengatur aktivitas warga secara detail di tengah jeda perang. (antaranews.com, 15-11-2025)


Lebih memprihatinkan lagi, kekerasan tidak benar-benar berhenti. Sedikitnya 260 warga P4lestina dilaporkan tewas dan lebih dari 630 lainnya mengalami luka-luka sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober. Angka ini membuktikan bahwa istilah “gencatan” hanya berlaku pada tingkat teknis, bukan dalam realitas yang benar-benar dialami rakyat G4za.


Narasi Dunia yang Terkendali


Dari luar, sebagian negara dan media internasional mencoba menampilkan citra bahwa situasi G4za makin stabil. Namun, narasi ini dibentuk bukan oleh fakta, melainkan oleh kepentingan geopolitik. Amerika Serikat menjadi aktor yang paling dominan dalam membentuk opini global terkait situasi P4lestina.


Melalui tekanan diplomatik dan framing media, dunia diarahkan untuk percaya bahwa “proses menuju damai” sedang berlangsung. Padahal penjajahan dan penindasan belum hilang dari bumi P4lestina.


Dalam banyak kasus, pendekatan Barat terhadap konflik P4lestina selalu bersifat tambal sulam. Mereka mengirim bantuan kecil, mendorong gencatan sesaat, menggelar konferensi internasional. Namun, pada saat bersamaan tetap mendukung Israel secara politik dan militer. Hasil akhirnya dapat dilihat hari ini, rakyat P4lestina dibiarkan dalam penderitaan panjang, sementara struktur penjajahan tetap berdiri kokoh.


Pemblokiran bantuan tenda dan perlindungan dasar bukan hanya kekejaman kemanusiaan, tetapi bukti yang jelas bahwa solusi yang selama ini ditawarkan Barat tidak pernah dimaksudkan untuk menghentikan penjajahan. Yang mereka lakukan hanya mengelola krisis demi keuntungan mereka, bukan menyelesaikannya secara tuntas.


Gencatan Senjata Bukan Solusi, Akar Masalahnya Penjajahan


Semua fakta ini mengarah pada kesimpulan penting bahwa gencatan senjata tidak menyelesaikan apa-apa. Ia hanya meredakan suara tembakan, bukan meredakan penderitaan. Akar masalah G4za bukan pada konflik bersenjata itu sendiri, melainkan pada sistem penjajahan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.


Selama perbatasan G4za dikendalikan, lautnya dibatasi, langitnya diawasi, dan bantuan masuk-keluar ditentukan oleh Isra*l, tidak ada gencatan senjata yang bisa disebut sebagai jalan keluar. G4za tidak butuh jeda, G4za butuh kemerdekaan.


Namun, dunia yang dibentuk oleh kepentingan global di bawah hegemoni Amerika dan antek-anteknya justru lebih nyaman melihat P4lestina tetap berada dalam lingkaran penderitaan. Ketika mereka mengatakan “G4za baik-baik saja”, yang mereka maksud sebenarnya adalah “status quo tetap terjaga”.


Saatnya Negeri-Negeri Muslim Mengambil Peran


Di tengah krisis yang tak kunjung berhenti ini, negeri-negeri muslim seharusnya tampil sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar penonton yang mengirim bantuan seadanya. Islam memiliki mekanisme yang jelas tentang bagaimana umat seharusnya melindungi saudaranya yang tertindas. 


Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Taubah ayat 111: "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka; mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh…”


Ketika satu wilayah umat mengalami penjajahan, wilayah lain wajib memberikan pertolongan yang nyata, yaitu jihad untuk membebaskan mereka, bukan sekadar diplomasi yang diulang-ulang. Dalam konteks ini, konsep Khil4fah muncul bukan sebagai utopia, melainkan sebagai junnah, perisai yang secara historis mampu melindungi umat Islam dari penjajahan.


Sesuai sabda Rasulullah saw.: "Imam (Khalifah) itu adalah junnah, umat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim No. 1841) 


Khil4fah bukan sekadar sistem politik, melainkan struktur pertahanan kolektif umat Islam. Rakyat G4za membutuhkan perisai seperti ini, bukan sekadar paket bantuan yang dapat ditahan kapan saja oleh pihak penjajah.


Upaya pembebasan ini tentu tidak akan berjalan tanpa fondasi kesadaran. Di sinilah dakwah Islam ideologis memainkan peran penting dalam membangun pemahaman umat bahwa penjajahan tidak akan hilang hanya dengan diplomasi. Umat Islam wajib mendorong persatuan politik umat di atas ideologi Islam, dan menguatkan tuntutan pembebasan P4lestina secara total.


G4za Tidak Baik-baik Saja


G4za sedang menghadapi dua badai sekaligus. Badai hujan yang merobek tenda-tenda mereka, dan badai narasi internasional yang mencoba menutupi derita mereka. Dunia mungkin berkata “G4za baik-baik saja”, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Korban terus bertambah, bantuan terus diblokir, dan penjajahan terus berlangsung.


Selama akar masalahnya tidak dicabut, penderitaan G4za akan terus berulang. P4lestina tidak membutuhkan jeda, mereka membutuhkan pembebasan. Pembebasan itu hanya akan datang jika umat Islam kembali pada solusi yang bersumber dari ajaran mereka sendiri. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]