Alt Title

Bencana Menghantam Buah Kebijakan Sekuler

Bencana Menghantam Buah Kebijakan Sekuler



Dalam Daulah Islam, penanganan bencana akan dilakukan dengan cepat, menyeluruh, dan berdasarkan syariat

karena tujuan utamanya sebagai riayah atau penjaga masyarakat

______________________________


Penulis Aksarana Citra 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bencana alam seakan tidak habisnya menghantam negara kita. Apalagi sekarang masuk musim penghujan, curah hujan yang besar mengakibatkan banjir, longsor, dan angin puting beliung terjadi di berbagai tempat di Indonesia.


Belum lagi banyak masyarakat menjadi korban, ada yang kehilangan nyawa, luka-luka dan banyak yang mengungsi karena tempat tinggalnya terdampak bencana. Dari sekian banyaknya bencana yang terjadi muncul pertanyaan, apakah ini takdir Allah Swt. atau karena ulah manusia yang serakah yang merusak bumi dan menjadikan bumi sebagai objek eksploitasi belaka?


Longsor terjadi di Dusun Cibaduyut Desa Cibeunying Cilacap pada Kamis (13-11). Setidaknya ada 17 rumah di terjang longsor pada Kamis malam tersebut dan menimbulkan dampak yang sangat besar. Total terdapat 46 orang yang menjadi korban, di antaranya 23 orang selamat, 21 orang meninggal dunia, dan 2 orang belum ditemukan hingga operasi ditutup pada hari Sabtu (22-11-2025). (IDNTIMES, 23-11-2025)


Selain di Cilacap, longsor menerjang Banjarnegara tepatnya di Desa Pandaruman, Kecamatan Pandaruman pada Minggu sore (16-11-2025). Sebanyak 28 orang dinyatakan hilang pada hari pertama kejadian bencana. Setidaknya 54 rumah rusak berat dan 128 lainnya rusak ringan dan 800 warga mengungsi akibat dari kejadian tersebut.


Hingga Selasa (25-11-2025), operasi pencarian korban memasuki hari terakhir. Korban meninggal dunia mencapai 17 orang dan 11 orang warga yang masih hilang dalam bencana tanah longsor tersebut. (detikjateng.com, 25-11-2025)


Tim gabungan dari BPBD, BNPB, TNI, polisi, dan tim SAR, relawan serta masyarakat dikerahkan segera setelah longsor terjadi di dua lokasi tersebut. Alat berat dikerahkan untuk membantu membersihkan material longsor agar mempermudah dalam mengevakuasi korban yang tertimbun.


Selain itu, melibatkan unit pelacak anjing K9 untuk digunakan di beberapa titik terutama area dengan material yang tebal dan sulit terjangkau. Tim pun mengevakuasi korban yang selamat dan saat ini sudah direlokasi ke daerah yang aman. (INDONESIA.GO.ID, 20-11-2025)


Tantangan pada tim SAR adalah material longsor yang tebal bercampur lumpur dan puing-puing membuat evakuasi menjadi sulit dan memakan waktu. Selain itu, medan lokasi yang terjal, curam, licin, dan berisiko terjadi longsor susulan. Genangan air, pergerakan tanah, dan kondisi cuaca buruk makin memperburuk kondisi di lapangan.


Banyak korban tertimbun dalam kedalaman yang sulit dijangkau mengakibatkan beberapa korban akhirnya gagal dievakuasi. Seperti di Cilacap, tercatat 2 orang tidak ditemukan hingga operasi ditutup pada Selasa 25 November 2025.


Berbagai macam bencana yang mendera negara ini akibat dari tata kelola ruang hidup dan lingkungan. Karena secara geologi kedua lokasi tersebut memang rawan bencana karena batuan breksi gunung api yang mudah rapuh. Namun, sesungguhnya kerawanan itu bukan penyebab terjadinya longsor, tetapi hanya potensi bahaya longsor saja.


Penyebab bencana tersebut adalah faktor eksternal, yakni kelalaian manusia. Pembalakan hutan terjadi besar-besaran, hutan dirusak, pohon ditebang dan digunakan untuk kepentingan para kapitalis untuk meraup keuntungan dari hasil ekploitasi tersebut. 


Hilangnya tutupan hutan membuat kawasan yang seharusnya menjadi penyangga alami  berubah menjadi lahan pertanian yang bernilai ekomoni tinggi. Lahan ditanami oleh sayur-mayur bisa cepat panen dan memiliki nilai jual tinggi. Namun, tanaman jenis ini tidak memiliki nilai ekologis seperti pohon besar yang membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh. Akibatnya, fungsi hutan sebagai penahan air dan pengikat tanah hilang sehingga wilayah menjadi sangat rentan tanah longsor.


Apabila terjadi bencana alam seperti ini penanganan bencana lamban dan ini menunjukkan sistem mitigasi masih lemah dan tidak komprehensif, baik pada tataran individu, masyarakat, dan negara. Mitigasi bencana yang semu tanpa adanya implementasi nyata di lapangan.


Indonesia memang negara rawan bencana, tetapi upaya pencegahan dan kesigapan pemerintah tidak sebanding dengan ancaman yang ada. Anggaran untuk mitigasi bencana tidak diprioritaskan, tetapi di sisi lain pembukaan lahan dan alih fungsi hutan berjalan tanpa pengawasan. Maka saat bencana terjadi, pemerintah tampak gugup dan tidak siap. Proses evakuasi acap kali dinilai lambat karena tersendat dan kurangnya kesiapan logistik dan personel.


Pemerintah sebagai penangung jawab penanganan kebencanaan seperti tidak serius dalam meyiapkan kebijakan yang preventif dan kuratif dalam mitigasi bencana. Seharusnya pemerintah  berupaya dalam pencegahan (preventif) untuk menimalkan dampak bencana agar bencana tidak menimbulkan kerusakan yang besar, misal dengan penataan ruang dan pembangunan yang sesuai. 


Tidak membangun permukiman di atas zona rawan bencana, rehabilitasi hutan yang rusak karena pembukaan lahan, membuat sistem peringatan dini bencana, edukasi terhadap masyarakat tentang tanda-tanda bencana dan cara penyelematan diri untuk meminimalisir korban, dan tidak mudah memberikan izin kepada pengusaha untuk membuka lahan baik itu untuk pertanian ataupun pertambangan. 


Mengingkatkan infrastruktur seperti membuat tanggul drainase dan terasering lereng. Membuat kebijakan setelah terjadi bencana (kuratif) untuk menangani dampak, mengevakuasi korban, dan memulihkan kondisi seperti semula, evakuasi yang cepat dan terkoordinasi, memberikan alat dan memperbesar angaran untuk kerja tim SAR agar opitimal dalam pencarian korban, menyediakan logisitik tenda pangan pakaian dan layanan kesehatan, memperbaiki infrasturtur yang rusak karena bencana, dan merelokasi warga yang terdampak ke tempat yeng lebih aman.


Kedua hal itu harus terlaksana dengan benar dan serius karena jika mitigasi preventif yang lemah. Maka kuratif akan kewalahan setiap bencana terjadi. Pemerintah dipaksa untuk tidak hanya bergerak saat bencana terjadi, tetapi harus serius dalam upaya pencegahan agar saat bencana datang tidak gagap dalam upaya penyelamatan tidak gagal dan menimbulkan banyak korban. 


Kita menyadari sebagai umat Islam bahwasanya apa yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Sang Penguasa manusia Allah Swt.. Paradigma Islam soal bencana memiliki 2 dimensi, yakni ruhiyah dan syakhsiyah. Di mana dimensi ruhiah memaknai bencana itu adalah tanda kekuasaan  Allah Swt., berbagai bencana terjadi merupakan ketetapan Allah atau qada Allah yang tidak dapat ditolak sekaligus pengingat bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan pertolongan Allah Swt..


Manusia harus rida dengan ketetapan itu dan bersabar dalam menghadapi musibah serta disertai dengan perenungan untuk mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Dalam segi syakhsiah, tidak bisa dimungkiri musibah yang terjadi bukan semata-mata fenomena alam. Bencana itu justru akibat dari manusia sendiri yang mengabaikan keseimbangan lingkungan.


Ketika itu semua diganti demi dorongan ekonomi yang lahir dari sistem kapitalis. Hutan yang ada untuk menjaga kestabilan ekologi diganti menjadi permukiman dan pertanian yang memiliki nilai ekonomi. Di sisi lain, lemahnya mitigasi bencana memperparah dampak kerusakan. Saat bencana terjadi sering kali penanganannya lamban.


Ini menunjukkan bahwa sistem mitigasi di negara ini masih belum komprehensif, padahal sejatinya mitigasi buka soal merespons bencana. Namun, pencegahan sedini mungkin melalui tata kelola ruang dan pengeksploitasian lingkungan. 


Musibah yang terjadi adalah keteapan Allah Swt., yakni bahwa setiap peristiwa terjadi atas kehendak Allah dan menjadi ujian bagi manusia. Sebagaimana firman Allah di QS. At-Taghibun :11 yang berbunyi, 


“Tidak ada suatu musibah pun yang terjadi menimpa kecuali atas izin Allah Swt. niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”


Allah telah memperingatkan manusia bahwasanya musibah yang terjadi akibat dari manusia itu sendiri. Allah Swt. berfirman dalam QS. Ar-Rum:41 yang berbunyi, 


“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”


Ayat ini menegaskan bahwa bencana dan kerusakan alam bukan sekadar takdir, tetapi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Di mana merusak alam adalah pebuatan yang dilarang  dan berdosa. Ekspolitasi berlebihan termasuk dosa dan menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia. 


Dalam negara Islam, pemerintah akan melakukan mitigasi becana dengan serius dan komprehensif. Tidak hanya bergerak saat bencana datang. Mitigasi bukan hanya respons darurat saja, tetapi kebijakan sistemik yang berdiri di atas prinsip amanah tanggung jawab dan perlindungan manusia. 


Mengambil langkah yang preventif dan kuratif agar masyarakat hidup aman dan untuk keselamatan seluruh masyarakat. Negara melakukan pengawasan yang ketat dan berlandasakan syariat Islam dan memastikan kelestarian hutan terjaga.



Saat bencana terjadi pemerintah bertanggung jawab penuh, tujuan utamanya adalah menjaga jiwa manusia. Dulah wajib menjaga melindungi dan memenuhi kebutuhan warga serta memberikan bantuan yang layak untuk masyarahakat. Daulah akan menyiapakan tim khusus bencana dan unit penanggulangan bencana dan menggerakkan seluruh perangkat dengan mitigasi yang cepat dan tepat sasaran.


Memenuhi kebutuhan para korban dari sandang, pangan, kesehatan, dan merelokasi warga yang terdampak. Semua itu diberikan negara sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Dalam Daulah Islam, penanganan bencana akan dilakukan dengan cepat, menyeluruh, dan berdasarkan syariat karena tujuan utamanya sebagai riayah atau penjaga masyarakat dan mengembalikan mereka ke kondisi yang lebih baik serta mampu menjalai kehidupan yang aman dan kembali normal seperti sedia kala. Wallahualam bissawab.