Banjir yang Melanda Ujian atau Teguran?
Surat PembacaDemi keuntungan segelintir elite
rakyat jadi tumbal yang menanggung limbah dan bencana
________________________
KUNTUMCAHAYA.com. SURAT PEMBACA- Baru-baru ini kita mendapati berita yang memilukan dari Tapanuli, yaitu banjir bandang dan longsor yang melanda 11 Kabupaten di Sumut akibat hujan yang turun di Tapsel dan Tapteng beberapa hari terakhir.
Dikutip dari kompas.com, (26-11-2025) Bencana ini telah merendam ribuan rumah, menelan korban sebanyak 25 orang, akses jalan putus, internet lumpuh.
Mengejutkan dari banjir bandang tersebut adalah berenangnya gelondongan-gelondongan kayu besar yang terseret air, dan itu bukan hanya satu dua, melainkan tak terhingga. Logika bermain tidak mungkin kayu-kayu tersebut terpotong oleh tetesan air hujan dari langit yang mengguyur wilayah tersebut.
Ini membuka mata kita, bahwa ada penebangan hutan secara masif di wilayah tersebut. Pastinya itu ada ijin dari pemegang kekuasaan sebab tanpa izin penebangan tersebut tak akan berjalan mulus.
Berarti banjir yang terjadi bukan hanya persoalan fenomena alam akibat hujan. Melainkan ada ulah tangan-tangan rakus manusia yang tamak akan keuntungan tanpa peduli lingkungan dan nasib orang banyak. Inilah watak kapitalisme yang hanya memikirkan keuntungan segelintir elite nirempati terhadap nasib rakyat.
Allah Subhanahu wa taala menciptakan lautan, daratan, pegunungan, sungai, hutan dan lainnya, bukan tanpa tujuan. Pasti dengan fungsinya masing-masing sebagai benteng alam yang menjaga kelestarian hidup manusia (hutan dan perbukitan untuk menahan aliran air).
Namun, ketika manusia tamak merusaknya. Maka manusia akan menerima akibatnya. Ketika pohon ditebang secara liar dan bukit digunduli, tanah kehilangan kemampuan menyerap air. Alam yang seharusnya menjadi penjaga berubah menjadi bencana.
Allah Taala berfirman dalam QS. Ar-Rum: 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Kerusakan dalam bencana ini begitu nampak terlihat bahwa ini adalah ulah tangan-tangan manusia. Ini dilihat dari beberapa fakta yang terjadi di sana: Pertama, data pembukaan lahan sawit di Tapanuli Tengah meningkat dari 16.000 hektar menjadi 40.500 hektar dalam waktu setahun 2023-2024, yang seharusnya lahan tersebut menjadi hutan resapan.
Kedua, di Tapanuli Selatan ada tambang emas martabe, yang merusak ekosistem orang utan spesies paling langka di dunia. Ketiga, proyek PLTA Simarboru yang membabat hutan secara besar-besaran.
Dari fakta ini menunjukkan dengan jelas bahwa bencana yang terjadi di Tapanuli bukanlah fenomena alam atau qada Allah yang merupakan ujian. Melainkan peringatan dari Allah atas kemaksiatan yang manusia lakukan agar kembali kepada aturan-Nya. Semua ini adalah keniscayaan dalam kapitalisme.
Dalam sistem ini, alam menjadi barang dagangan. Siapa yang bermodal dia yang berkuasa. Alam bukan amanah yang harus dijaga kelestariannya melainkan aset komersial. Demi keuntungan segelintir elite, rakyat jadi tumbal yang menanggung limbah dan bencana.
Kembali kepada Islam
Sudah saatnya negeri ini kembali kepada aturan Sang Pencipta agar tak terjadi bencana. Dalam Islam, alam adalah amanah yang harus dijaga. Allah telah menurunkan seperangkat aturan dalam mengelolanya. Hutan, sungai, tambang SDA yang melimpah ruah yang ada di negeri ini merupakan milik umum, yang tidak boleh atau haram dikuasai individu, swasta, apalagi asing.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzam al-Iqtisadi fil Islam menjelaskan bahwa SDA (sumber daya alam) tersebut harus dikelola oleh negara yang hasilnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Haram menyerahkannya kepada investor lokal maupun asing.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam hadis yang lain dinyatakan:
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah)
Artinya, gunung, hutan, tambang, sungai, laut itu adalah milik umum. Jika, dikelola sesuai tuntunan Allah dengan sistem Islam dalam bingkai Khil4fah Rasyidah 'ala minhajin nubuwah, niscaya akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]
Nurminawati


