Banjir dan Longsor Sumatra Bukti Kapitalisme Pembawa Bencana
OpiniInilah realita yang terjadi, banjir bukan semata-mata perubahan cuaca ekstrem
melainkan keserakahan manusia dalam mengurusi tata kelola lingkungan
__________
Penulis Eri
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Masyarakat
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Menjelang akhir tahun 2025 terjadi duka bagi masyarakat di beberapa wilayah Indonesia. Di mana Sumatra diterjang banjir dan longsor.
Bencana besar ini menerjang tiga propinsi Sumatra yaitu: Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar). Bencana ini telah mengakibatkan ribuan warga mengungsi dan ratusan orang meninggal dunia.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Jumat (28-11-2025, sekitar 175 orang meninggal dunia dan 12.546 kepala keluarga (KK) terpaksa mengungsi. (kompas.com 28-11-2025)
Angka tersebut dimungkinkan masih terus bertambah, mengingat sejumlah wilayah belum bisa diakses seluruhnya. Tak tinggal diam, pemerintah menetapkan status darurat bencana dan mengerahkan seluruh sumber daya untuk membantu Aceh, Sumut, dan Sumbar.
Mengutip dari kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan dengan status Darurat Bencana Daerah, maka sesuai undang-undang kedaruratan kebencanaan pemerintah mengerahkan bantuan semaksimal mungkin.
Bencana banjir yang terjadi di Sumatra kemarin disinyalir bukan sekadar hujan ekstrem, tetapi ada campur tangan manusia. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara menganggap tingginya curah hujan hanya salah satu faktor saja.
Kerusakan alam menjadi faktor utama bencana beruntun dalam beberapa hari terakhir. Bukti berbagai material kayu yang terbawa air dan kondisi hutan yang rusak parah terlihat dari citra satelit menunjukkan campur tangan manusia yang berperan besar dalam kerusakan alam.
World Population Review telah merilis data deforestasi Indonesia pada posisi kedua secara global di awal tahun 2024. Data deforestasi area hutan Indonesia dari tahun 1990-2020 mencapai perubahan hingga 101.977 mil persegi, atau 22,28 persen dari total area hutan. Sedangkan negara Brasil menempati posisi pertama. (kompas.com 29-11-2025)
Inilah realita yang terjadi, banjir bukan semata-mata perubahan cuaca ekstrem melainkan keserakahan manusia dalam mengurusi tata kelola lingkungan.
Penebangan hutan besar-besaran di balik regulasi alih fungsi hutan menjadi perkebunan telah mengakibatkan daerah resapan air berkurang drastis. Semua itu menjadikan deforestasi di wilayah Sumatra semakin parah dan pemerintah tidak mampu mencegahnya.
Padahal Allah Swt. telah memperingatkan manusia, bencana bisa terjadi akibat nafsu manusia. Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum [30]: 41)
Dalam sistem kapitalisme, pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan produksi skala besar barang dan jasa. Tanpa peduli dampak yang dihasilkannya. Sistem yang berasaskan untung-rugi mengubah pandang alam sebagai aset ekonomi. Negara pun hilang peran pentingnya mengurusi urusan umat. Negara tidak lebih sekadar regulator para korporasi.
Islam memiliki mekanis berbeda dengan kapitalisme untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sumber daya alam (SDA) tidak dilihat sebagai aset yang menguntungkan saja sehingga bisa dieksploitasi demi keuntungan sebesar-besarnya. Justru, kekayaan alam dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sesuai kebutuhannya.
Maka, dalam pandangan Islam negara wajib mengelola SDA sesuai hukum syarak. Negara sebagai pelayan umat (raa'in) wajib menaati dan melaksanakan aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw., “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara juga harus bertindak tegas dan memberikan sanksi keras setiap pelanggaran yang dilakukan korporasi nakal. Sanksi yang membuat pelaku jera dan menutup celah kejahatan yang sama terulang kembali.
Bila terjadi bencana, negara harus melakukan evaluasi menyeluruh setiap kebijakan yang diterapkan, apakah ada kelalaian atau pelanggaran oleh masyarakat dan korporasi. Negara bertindak cepat tanggap mengatasi bencana, mengevakuasi masyarakat ke tempat aman, memberikan bantuan, menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat. Negara Islam memiliki dana yang berasal dari baitul mal sebagai pos pendapatan negara yamh berasal dari pos seperti: ghanimah, fai, atau lainnya.
Demikian pun pemetaan kawasan sektor ekonomi harus dipetakan secara jelas. Tidak boleh ada aktivitas perekonomian yang merusak alam, pemukiman warga, dan daerah resapan air. Kalau perlu ditempatkan jauh dari pemukiman warga untuk mencegah polusi atau pencemaran.
Hal demikian dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara menjaga ekosistem alam dan mengurusi umat. Selain itu, pembangunan dalam sistem Islam mengutamakan kemaslahatan umat bukan yang lain.
Islam yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan akan melahirkan individu yang bertakwa. Individu yang memiliki sifat amanah dan bertanggung jawab. Seorang Muslim akan menjaga dan memanfaatkan kekayaan alam sesuai aturan syari'at, serta mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada Allah Swt..
Sudah saatnya umat menggantikan sistem kehidupan dengan Islam yang diterapkan secara kafah dalam bingkai Khil4fah. Sistem sahih yang diturunkan Allah Swt. untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh mahkluk hidup. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]


