Zero Bullying: dari Deklarasi Menuju Implementasi Nyata
OpiniDi kota yang terkenal dengan kreativitas dan dinamika
Bandung melalui Deklarasi Zero Bullying akan menjadi kuat jika bersinergi antara sekolah, masyarakat, orang tua dan negara dalam satu aturan
_________________________
Penulis Sumiati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus perundungan/bullying masih menjadi persoalan serius di berbagai daerah, termasuk di Kota Bandung. Beragam kasus menunjukkan bahwa kekerasan fisik maupun verbal di lingkungan sekolah dan media sosial dapat merusak kepercayaan diri serta kesehatan mental korban. Melihat hal ini, pemerintah Kota Bandung menyatakan komitmennya melalui Deklarasi Zero Bullying. Sebuah langkah nyata menuju lingkungan yang aman dan ramah bagi semua.
Sepertinya yang dilansir portaljabar.com (30-10-2025) - Untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak, pemerintah Kota Bandung kembali menegaskan komitmennya melalui "Deklarasi Zero Bullying". Seluruh masyarakat kembali diingatkan bahwa kota Bandung harus bebas dari segala bentuk kekerasan dan perundungan, baik secara fisik maupun digital.
"Pencapaian zero bullying bukanlah hal yang mudah," ujar Walikota Bandung Muhammad Farhan. Namun, dalam mewujudkan Bandung sebagai kota layak anak tingkat utama merupakan bagian penting.
Pada kegiatan Deklarasi Kota Bandung Menuju Zero Bullying di SDN 113 Banjarsari Rabu 29-10-2025, Farhan mengungkapkan bahwa kota Bandung baru berada di tingkat Nindya. Masih ada satu tingkat lagi yaitu tingkat utama. Saat ini menurut Farhan, bentuk perundungan tidak hanya terjadi secara langsung (fisik), tetapi juga melalui dunia digital.
Akar Masalah Bullying
Bullying merupakan tindakan mengganggu dan menyakiti orang lain secara fisik atau psikis dalam bentuk kekerasan verbal, sosial atau fisik secara berulang. Bullying ini bisa terjadi di mana saja baik di lingkungan sekitar rumah, sekolah, kantor atau di tempat lainnya. Pelaku perundungan rata-rata berasal dari keluarga bermasalah.
Merasa diri yang tidak dihargai, tidak adanya rasa simpati, kurangnya edukasi tentang bullying merupakan bibit-bibit tumbuhnya perilaku bullying. Dengan perkembangan teknologi informasi, bullying terjadi juga melalui dunia digital.
Kurangnya edukasi tentang bullying menganggap perilaku bullying sebagai candaan seperti mengejek sampai body shaming. Sepintas hal tersebut dianggap biasa-biasa saja padahal dampaknya membekas jadi luka psikis, stres, cemas, menurunkan kepercayaan diri korban. Lebih parah lagi, akan menjadi trauma yang berkepanjangan.
Tidak Cukup dengan Deklarasi
Banyaknya kasus bullying menjadi catatan penting untuk segera diatasi agar tidak ada lagi korban. Sepertinya kasus Timoty Anugrah Saputra, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang baru-baru ini menjadi korban bullying yang berakhir dengan bun*h diri. Dengan adanya deklarasi zero bullying, berharap menjadi langkah awal yang dapat meminimalkan bahkan memutus rantai perilaku pembulian. Namun, keberhasilannya sangat ditentukan oleh kekonsistenan dalam pelaksanaannya.
Tanpa strategi dan monitoring, deklarasi ini hanya akan menjadi slogan tanpa makna. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama seluruh pihak baik dari pihak sekolah, masyarakat maupun orang tua. Selain itu, hal yang paling mendasar yang menyebabkan maraknya kasus bullying adalah mengakarnya sekularisme. Paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Agama hanya dipakai dalam ranah ibadah sedangkan pendidikan, sosial, budaya berjalan tanpa ada di dalamnya aturan agama.
Kelemahan Penanganan
Di kota yang terkenal dengan kreativitas dan dinamika, Bandung melalui Deklarasi Zero Bullying akan menjadi kuat jika bersinergi antara sekolah, masyarakat, orang tua, dan negara dalam satu aturan.
Saat ini, ada salah satu kelemahan penanganan bullying, yaitu terlalu fokus pada aspek hukum dan disiplin tanpa membangun karakter kuat berbasis akidah Islam. Padahal Islam menempatkan pendidikan sebagai pembentuk kepribadian Islam yang terbentuk dari pola pikir dan pola sikap Islam.
Kedisiplinan yang dibangun di atas hukuman, lewat rasa takut dan ketaatan tanpa ruang bertanya tidak melahirkan kesadaran penuh pada diri anak. Bisa jadi anak akan patuh di depan orang tua, tapi tidak tumbuh dengan kesadaran. Dari sini, diperlukan ruang komunikasi yang baik agar muncul kesadaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual.
Islam Solusi Konferehensif Bullying
Islam adalah ideologi yang melahirkan aturan-aturan kehidupan yang berasal dari wahyu Allah Swt. Sang Pencipta manusia. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya. Ia tidak akan membiarkan manusia berjalan di muka bumi tanpa pedoman hidup sehingga Al-Qur'an jadi petunjuknya.
Islam memandang setiap individu mempunyai kehormatan yang harus dijaga. Sebagaimana yang tertera dalam QS. Al-Hujurat ayat 11 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kamu mengolok-olok yang lain karena boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan (mengolok-olok) perempuan lain karena boleh jadi perempuan yang (diolok-olok) itu lebih baik daripada perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim."
Dengan terhujamnya pemahaman Islam sejak dini, maka akan mencegah setiap individu dalam tindakan bullying karena Islam mengajarkan bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Jika ada satu saudara sakit maka saudara yang lain ikut merasakan sakitnya. Ikatan ukhuwah ini menjadi fondasi kuat yang membentengi setiap individu dari perilaku merundung/membully.
Dengan demikian, jika sistem yang berlaku adalah sistem Islam maka setiap permasalahan termasuk bullying akan teratasi dengan menyentuh akar masalahnya. Harapan generasi bebas bullying bukanlah mimpi jika dibangun di atas fondasi Islam. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


