Alt Title

Islam dan Kemandirian Ekonomi: Jalan Menuju Tanpa Pengangguran

Islam dan Kemandirian Ekonomi: Jalan Menuju Tanpa Pengangguran




Program tersebut tidak dapat menyelesaikan akar masalah dari masalah pengangguran itu sendiri. 

Selama negara masih bergantung pada para korporasi dan belum mandiri secara ekonomi


__________________________


Penulis Lailatul Hidayah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Pengangguran menjadi kata yang menakutkan bagi mayoritas mahasiswa fresh graduate karena realitas di lapang berkata demikian. Sulitnya mencari pekerjaan masih menjadi masalah. Pemerintah beranggapan bahwa pengangguran yang ada disebabkan kurangnya skill yang dibutuhkan dalam dunia kerja.


Pemerintah mengaruskan program pendidikan di perguruan tinggi menyesuaikan kurikulum pendidikannya. Sesuai dengan permintaan pasar kerja, seperti program MBKM yang memang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan agar lebih siap menghadapi dunia kerja. 


Selain itu, program yang saat ini diaruskan oleh pemerintah untuk mengentaskan pengangguran yaitu magang berbayar untuk mahasiswa fresh graduate. Mengutip dari (cnbcindonesia.com, 02-10-2025) Pemerintah akan segera meluncurkan program magang berbayar bagi lulusan perguruan tinggi.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengungkapkan program tersebut dijadwalkan resmi dimulai pada 15 Oktober 2025. Bantuan pemerintah program pemagangan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, pengalaman kerja, dan kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi.


Lulusan perguruan tinggi yang mengikuti program magang ini dilaksanakan selama 6 bulan dan diberikan bantuan sebanyak 1 kali. Apakah benar untuk menyelesaikan banyaknya angka pengangguran dengan meningkatkan skill di dunia kerja atau terdapat faktor lain yang merupakan akar masalah dari pengangguran di negara kita?


Analisa Akar Masalah Pengangguran


Sistem ekonomi kapitalisme memiliki paradigma berupa kebebasan kepemilikan sumber daya alam (SDA). Kepemilikan ini justru akan memicu ketimpangan ekonomi dan kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir orang sebab pengaplikasiannya bak hukum rimba, siapa yang kuat ekonominya dialah yang berkuasa. Dalam hal ini, hanya para pemilik modal saja yang dapat memilikinya, sedangkan rakyat biasa tidak dapat membelinya sehingga tidak mendapatkan hak untuk mengakses atau memilikinya.


Para pemilik modal akan selalu menambah kekayaan mereka melalui investasi dan pengumpulan aset. Rakyat biasa tidak memiliki aset-aset dan tidak dapat berinvestasi layaknya mereka sehingga lebih mudah dikendalikan. Para pemilik modal mampu mengendalikan ekonomi karena mereka yang menyediakan faktor produksi. Alhasil, rakyat harus membeli dari para pemilik modal dan mereka bebas dalam menentukan harga dengan mementingkan untung rugi.


Mustahil para pemilik modal memikirkan kesejahteraan masyarakat. Karena memang bukan ranah mereka sebagai sebuah perusahaan swasta atau pengusaha. Namun, kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. Sayangnya, pemerintah dalam kapitalisme saat ini memindahkan tanggung jawab ini kepada perusahaan atau para pengusaha.


Pemerintah hanya regulator atau pembuat kebijakan saja tanpa melakukan pelayanan hingga dipastikan bahwa masalah pengangguran teratasi. Hal ini terlihat bagaimana pemerintah menerapkan MBKM agar pendidikan di perguruan tinggi menyesuaikan dengan kebutuhan industri. Magang yang menjadi program pemerintah diserahkan kepada perusahaan dalam penyerapan tenaga kerjanya.


Pemerintah menganggap bahwa keberadaan para pemilik modal akan dapat mengurai masalah pengangguran. Faktanya, para pemilik modal tidak mampu menyelesaikan masalah pengangguran sebab mereka berorientasi pada keuntungan semata dengan menyempitkan pengeluaran untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.


Kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang hari ini telah mengakibatkan kelesuan ekonomi. Kemiskinan bertambah banyak yang menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang menurun akan berpengaruh pada keuntungan perusahaan. Hasilnya, perusahaan bisa kapan pun melakukan pemutusan hubungan kerja para karyawannya jika mengalami kerugian.


Pembukaan lapangan pekerjaan juga makin sempit. Bahkan yang telah bekerja sebelumnya harus kehilangan pekerjaannya. Lantas, bagaimana negara ingin mewujudkan turunnya angka pengangguran dengan sistem ekonomi kapitalistik seperti saat ini? Bagaimana cara Islam mewujudkan kemandirian ekonomi untuk mengurai masalah pengangguran saat ini ?


Islam Mewujudkan Kemandirian Ekonomi


Islam bukan sekadar agama ritual yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Namun, juga sebagai ideologi yang memiliki seperangkat aturan hidup yang dapat menyelesaikan segala problematika kehidupan. Karena Al-Qur’an hadir untuk menjelaskan segala sesuatu sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nahl: 89.


Pedoman hidup dalam Al-Qur’an juga telah dicontohkan dan diterapkan oleh Rasulullah saw. beliau menjadi kepala negara di Madinah. Lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyaidin dan sesudahnya. Kemandirian ekonomi bukan hal mustahil jika kita berkaca bagaimana dahulu pernah diterapkan oleh kekhalifahan Islam.


Islam menjadi contoh peradaban adidaya yang sesungguhnya saat diterapkan oleh negara. Terbukti dengan terwujudnya pendidikan dan kesehatan gratis dengan generasi emas di eranya. Lantas, bagaimana cara Islam mewujudkan kemandirian ekonomi tersebut? 


Pertama, Islam memiliki paradigma bahwa negara bertanggung jawab penuh dalam penyediaan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Tidak seperti sistem kapitalis saat ini yang mengalihkan peran negara kepada para pemilik modal atau korporasi sebagai penyedia lapangan pekerjaan.


Kedua, jika kapitalisme memberi kesempatan kepada pemilik modal untuk menguasai aset penting dan mengembangkan kepemilikan tanpa batas hingga tercipta kesenjangan ekonomi. Islam justru mengatur aspek kepemilikan dengan tegas meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.


Memberi batas tegas bahwa individu tidak bebas menguasai aset yang sejatinya milik umum maupun negara. Negara yang memiliki wewenang untuk mengelolanya. Hal ini memungkinkan negara untuk membuka banyak peluang kerja yang beragam. Dengan tujuan mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat.


Ketiga, setiap aset yang kategori harta milik umum, akan negara kelola dan menjadi sumber pemasukan negara. Kemudian negara menggunakannya untuk membangun fasilitas pendidikan, mewujudkan kesehatan gratis, dan lain-lain. Dengan mekanisme ini, seluruh rakyat memiliki akses terhadap harta milik umum.


Adapun harta milik umum dalam jumlah terbatas, misalnya tambang yang jumlahnya sedikit rakyat bisa mengelolanya secara langsung. Negara hanya menyiapkan SOP agar tidak terjadi kerusakan baik bagi lingkungan maupun manusia.


Keempat, negara dapat memberikan sejumlah harta kepada individu sebagai modal (iqtha’). Rasulullah pernah memberi sebuah kapak kepada seorang pengemis untuk mencari kayu bakar. Kayu tersebut lantas ia jual di pasar hingga mampu memenuhi kebutuhannya. Demikianlah, negara memberikan mekanisme yang jelas dan praktis agar setiap individu dapat memenuhi kebutuhannya secara layak.


Kelima, perempuan dalam Islam wajib ditanggung oleh laki-laki dalam keluarganya. Karena laki-laki hukumnya wajib untuk bekerja dan menafkahi tanggungannya. Sedangkan perempuan mubah atau boleh memilih antara bekerja atau tidak. Hal ini memang berbeda dengan sistem kapitalisme yang menuntut perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya bahkan dengan iming-iming perempuan berdaya. 


Keenam, syariat mewajibkan distribusi harta dari orang kaya (aghniya) melalui mekanisme zakat yang didistribusikan kepada 8 asnaf yaitu fakir, miskin, amil zakat, mualaf, riqab (budak atau orang yang memerdekakan diri), gharimin (orang yang berutang), fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), dan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) juga melalui infak juga sedekah yang negara simpan di baitulmal.


Dengan demikian, Islam dapat mewujudkan kemandirian ekonomi sehingga mengurangi angka pengangguran bahkan meniadakan pengangguran. Adapun program magang berbayar bagi fresh graduate tidak akan dibutuhkan. Karena, program tersebut tidak dapat menyelesaikan akar masalah dari masalah pengangguran itu sendiri. Selama negara masih bergantung pada para korporasi dan belum mandiri secara ekonomi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]