Alt Title

Pengelolaan Air dalam Sistem Kapitalis Vs Sistem Islam

Pengelolaan Air dalam Sistem Kapitalis Vs Sistem Islam



Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup di dunia 

baik manusia, hewan, dan tumbuhan

______________________________


Penulis Yuli Ummu Raihan

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah Tangerang


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISlS- Air adalah sumber kehidupan untuk semua makhluk di muka bumi ini khususnya manusia. Kita butuh air untuk minum, bersih-bersih, pengairan dan lainnya. Hari ini air menjadi salah satu bisnis yang  tidak pernah sepi. Air minum dalam kemasan salah satunya yang diproduksi dengan berbagai merek dan ukuran.


Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan terkait dugaan air sumur tanah dalam pada air minum kemasan dengan merek Aqua. Aqua dinilai menampilkan iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, yaitu klaim sumber mata air yang langsung dari pegunungan. 


Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan klaim ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum serius. Apabila Aqua terbukti mengganti bahan baku air tidak sesuai dengan sampel yang diajukan ketika mengurus izin edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikat halal MUI saat itu, atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) saat ini, maka langkah hukum dapat diberlakukan. Ia juga menyoroti bahaya bagi konsumen apabila bahan baku air tidak sesuai standar. (mediaindonesia.com, 25-10-2025)


Sementara itu Pakar Hidrogeologi dari ITB Profesor Lambok M Hutasoit meluruskan pendapat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan sebutan KDM bahwa sebagian banyak orang menafsirkan bahwa air pegunungan itu langsung diambil dari sumber mata air permukaan yang ada di pegunungan.


Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud air pegunungan yang digunakan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) bukan langsung dari mata air yang muncul di permukaan daerah pegunungan. Ada alasan ilmiah mengapa industri besar memilih sumber air pegunungan dibanding air tanah biasa.


Banyak laporan menyebut saat ini banyak sumber air di Indonesia dikuasai perusahaan air minum besar. Mereka melalukan pengeboran yang sangat dalam untuk mengambil air tanah  yang menyebabkan air di permukaan berkurang, mata air di sekeliling hilang, dan potensi amblesnya tanah. (Tempo.com, 23-10-2025)


Tentu hal ini sangat merugikan warga sekitar pabrik. Mereka kesulitan mendapatkan air bersih yang akhirnya mereka terpaksa membeli air untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti minum dan bersih-bersih.


Pengelolaan Air dalam Sistem Kapitalis


Hal ini wajar terjadi karena saat ini kita hidup dalam sistem kapitalis yang semua hal diukur dengan materi dan manfaat. Ketika air itu bisa mendatangkan uang, apalagi bisnis yang tidak akan pernah mati, maka semua hal akan dilakukan. Tidak peduli apakah itu merugikan orang lain, menimbulkan kerusakan atau tidak. 


Pemerintah pun belum mampu mengatasi hal ini meskipun ada lembaga seperti Dewan Sumber Daya Air Nasional dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah Kementerian PUPR. Peraturan yang ada masih lemah dan belum mampu menyelesaikan persoalan. Mirisnya, lembaga semacam ini lebih berpihak kepada pengusaha dari pada rakyat.


Dalam sistem kapitalis ada 4 kebebasan salah satunya kebebasan memiliki. Tidak ada batasan yang jelas, selagi punya uang semua bisa dimiliki. Negara dalam sistem kapitalis mementingkan akumulasi modal dan profit sehingga menjadikan sumber daya alam dikomersialisasi.


Negara hanya sebagai regulator, melayani rakyat dengan menghitung untung dan rugi. Tunduk dan menjadi perpanjangan tangan para oligarki. Misalnya, ketika membuat Undang-Undang No 17 tentang Sumber Daya Air, beserta peraturan pelaksananya yang menjadi dasar bagi BUMN, BUMD, Koperasi, dan badan usaha swasta untuk ikut serta dalam penyediaan air minum.


Sumber daya air yang begitu besar tidak dikelola secara mandiri, tetapi diserahkan pada swasta. Perusahaan tidak peduli akan nasib rakyat di sekitar, kecuali kewajiban CSR-nya.


Pada 18-25 Mei 2024 lalu di Bali diadakan Forum Air Dunia (WWF) ke-10 yang diselenggarakan Dewan Air Dunia (WWC) yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari kepala negara dan pemerintahan, akademisi, masyarakat sipil, swasta, dan lembaga multilateral dari seluruh dunia. Mereka berbagi pengalaman, pengetahuan, dan praktik berbagai hal yang berhubungan dengan air.


Acara ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan pengelolaan air bersih serta sanitasi berkelanjutan untuk semua pada 2030. Hari ini, isu tentang air memang sedang mendapat perhatian besar. PBB mencatat ada 2,2 miliar orang di dunia mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses air yang dikelola dengan aman. Sementara ada 4,2 miliar orang yang tidak memiliki fasilitas sanitasi memadai.


Aroma kapitalis dan ekploitasi air makin lama makin menguat ketika pengelolaan air diserahkan kepada swasta (pemilik modal), bukan oleh negara. Di Indonesia misalnya, masyarakat harus membeli air dari PT PAM (swasta) dan PDAM. Perusahaan ini diberi wewenang mengelola dan mendistribusikan air kepada masyarakat secara berbayar.

 

Masyarakat kesulitan mendapatkan air karena perusahaan-perusahaan air minum menguasai sumber-sumber mata air. Problem yang menjadi sumber masalah diselesaikan dengan solusi tambal sulam. Buruknya budaya masyarakat juga memberikan dampak buruk pada kerusakan kualitas air. Banyak sumber air yang tercemar baik oleh bakteri, sementara banyak sungai dan laut yang tercemar logam berat.


Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran juga berdampak pada kerusakan lingkungan yang berimbas pada kehidupan masyarakat. Paradigma kapitalis membuat negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam khusus air kepada korporasi melalui proyek-proyek investasi di sektor air pada ajang WWF. Bahkan nilai proyek tersebut mencapai Rp154 triliun. Semua investasi ini hanya akan menguntungkan para pemilik modal, bahkan membuka jalan penjajahan.


Pengelolaan Air dalam Sistem Islam


Dalam Islam, air adalah milik umum. Semua orang diberi kesempatan untuk memanfaatkan sehingga tidak boleh dikuasai oleh individu maupun korporasi. Terdapat sejumlah ayat dan hadis Nabi terkait masalah air ini.

 

Di antaranya, hadis Nabi Muhammad saw., "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Nabi juga melarang melakukan pemborosan air. "Janganlah kamu menyia-nyiakan air meskipun kamu berada di sungai yang mengalir." (Sunan Ibnu Majah)

 

Dalam hadis yang lain juga Nabi melarang melakukan pemborosan air bahkan saat berwudu. Islam juga melarang buang air kecil di air yang tergenang supaya tidak mencemari mata air. Tidak merusak sumber air bahkan ketika kondisi perang.


Terdapat juga beberapa dalil terkait air hujan. Keutamaan berdoa saat hujan, doa meminta hujan saat kemarau panjang, dorongan memanfaatkan air hujan untuk pertanian. Dalam hal penggalian sumur Islam juga mengaturnya. Ada tujuh pahala yang akan terus mengalir kepada seseorang meskipun ia telah tiada, salah satunya karena ia menggali sumur.


Pada masa Nabi Muhammad saw. juga sudah diatur terkait pemandian umum yang terus dikembangkan oleh para sahabat dan khalifah setelahnya. Bahkan dalam Islam adalah istilah hima, yaitu memproteksi sejumlah wilayah termasuk di dalamnya air untuk kemaslahatan umat.


Bahkan Islam sangat memperhatikan kebutuhan para musafir akan air. Menyediakan rumah-rumah singgah sebagai tempat peristirahatan, disediakan minum, dan untuk bersih-bersih. Khalifah Utsman bin Affan pernah membeli sumur Romah dan menjadikan wakaf agar masyarakat dapat minum dan memenuhi kebutuhan air mereka secara gratis yang kebermanfaatannya masih ada sampai hari ini.


Khalifah Umar pernah menginisiasi pembangunan kanal di Kairo yang menghubungkan Sungai Nil dan Laut Merah untuk menyelesaikan masalah distribusi pasokan ke dan dari Arab. Khalifah Harun Ar-Rasyid membangun waduk di bawah tanah sebagai penampung air hujan dan jalur transportasi perdagangan di Kota Ramla. Masih banyak lagi catatan sejarah yang menulis kegemilangan peradaban Islam terkait air.


Islam juga melarang melakukan sesuatu yang memberikan mudarat bagi diri sendiri dan orang lain. Jika aktivitas industri air memberikan dampak buruk bagi masyarakat, negara harus melarangnya. Bahkan jika sampai menimbulkan bahaya, negara bisa memberikan sanksi tegas.


Pengelolaan sumber daya alam dilakukan negara untuk kemaslahatan masyarakat luas. Potensi air misalnya, maka negara akan mengatur agar semua rakyat bisa mendapatkan air bersih dengan mudah bahkan gratis. Kalau pun harus membayar itu sebagai kompensasi pemeliharaan sarana pengelolaan air, bukan jual beli air yang tentu tujuannya meraup keuntungan. 


Islam juga mengatur agar aktivitas bisnis atau industri berjalan baik dan benar. Mengutamakan kejujuran dan terikat dengan syariat Islam.


Negara akan membuat regulasi yang sederhana, mudah, dan murah sehingga tidak memicu terjadinya kecurangan. Semua ini adalah gambaran kepemimpinan yang tegak atas dasar keimanan yang pelaksanaannya dibimbing oleh syariat. Para pemimpin Islam memosisikan dirinya sebagai pengurus dan penjaga umat, bukan pelayan kepentingan oligarki seperti hari ini.


Semua itu mereka lakukan karena yakin bahwa setiap apa yang mereka lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]