AMDK: Bentuk Keserakahan Sistem Kapitalisme
OpiniJika cadangan air tanah rusak dan tidak bisa dipulihkan dalam waktu dekat
maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, terutama di musim kemarau atau saat terjadi bencana
___________________________
Penulis Windih Silanggiri
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Remaja
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Baru-baru ini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PT. Tirta Investama (Aqua), Subang. Dalam sidak tersebut, muncul fakta baru dari perwakilan perusahaan Aqua yang menyatakan bahwa sumber air disebut-sebut berasal dari sumur bor. Akan tetapi, fakta ini disanggah oleh Danone Indonesia. (tempo.co, 24-10-2025)
Pada Kamis, 23 Oktober 2025 Danone Indonesia menyatakan bahwa pernyataan tersebut kurang lengkap. Menurutnya, sumber air yang digunakan bukan berasal dari sumur bor biasa. Melainkan berasal dari 19 sumber udara pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Sumber air yang selama ini digunakan berasal dari akuifer dalam dengan kedalaman 60-140 meter. (tempo.co, 24-10-2025)
Perusahaan mengeklaim bahwa proses pengambilan air telah mendapatkan izin dari pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah serta pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jadi, AMDK merek Aqua aman dikonsumsi masyarakat luas, tambahnya. (tempo.co, 24-10-2025)
Akan tetapi, mengenai fakta ini, Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menanggapi jika telah terbukti produsen Aqua mengganti bahan baku air tidak sesuai dengan sampel yang diajukan ketika mengurus Izin Edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) saat ini, maka langkah hukum dapat diberlakukan. (mediaindonesia.com, 25-10-2025)
Di samping itu, Dedi Mulyadi juga memperingatkan terkait dampak lingkungan, seperti pergeseran tanah dan longsor akibat praktik pengeboran air tanah dalam oleh perusahaan.
Keserakahan Berujung Kerusakan Alam
Air adalah salah satu kebutuhan setiap makhluk hidup. Tanpa air, kehidupan akan sulit berjalan. Apalagi manusia, air merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa diganti dengan yang lain. Fakta ini memunculkan peluang yang menggiurkan.
Di samping itu, sumber air di alam tidak pernah habis. Tanpa modal banyak, air tinggal diambil, dikemas, dan dipasarkan. Air bersih telah menjadi seperti barang mewah yang tidak semua lapisan masyarakat mampu membeli.
Akan tetapi, pengambilan akuifer dalam akan berakibat pada ketahanan air bersih, kesuburan tanah, bahkan menyebabkan penurunan muka tanah (land subsidence) di beberapa wilayah. Jika cadangan air tanah rusak dan tidak bisa dipulihkan dalam waktu dekat, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, terutama di musim kemarau atau saat terjadi bencana.
Tanah yang kehilangan tekanan dari air di bawahnya akan mengalami penurunan muka tanah. Hal ini akan mengancam bangunan, jalan, dan infrastruktur lain. Selain itu, akan menambah risiko banjir di daerah rendah.
Lebih parah lagi, warga Subang yang berada dekat lokasi pabrik, mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih, terutama saat musim kemarau. Akan tetapi, keluhan ini hanya direspons ala kadarnya. Pemerintah setempat hanya mengimbau saja tanpa ada sanksi yang tegas.
Beginilah praktik bisnis di kapitalisme. Sistem yang melindungi para pemilik modal (kapitalis) untuk mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan segelintir orang tanpa memperhatikan kerusakan alam. Negara hanya berfungsi sebagai fasilitator dan regulator semata.
Islam Menjamin Kebutuhan Air Bersih
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh urusan rakyat. Islam memiliki mekanisme tertentu untuk menjamin kebutuhan setiap individu rakyat. Karena itulah, Islam menetapkan bahwa negara wajib hadir agar kemaslahatan rakyat bisa terwujud.
Air adalah salah satu SDA yang termasuk kepemilikan umum sehingga pengelolaannya tidak boleh dialihkan kepada swasta. Kepemilikan umum tidak boleh dikomersialkan ataupun diprivatisasi kepada individu maupun korporasi. Negara wajib mengelola sendiri dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara gratis.
Jika negara menggunakan pihak swasta untuk mengelola, maka hal ini hanya terbatas di bagian teknis saja. Negara wajib melakukan fungsi pengawasan. Jika ada pihak yang tidak amanah, maka negara akan memberikan sanksi hukum yang tegas dan mampu memberi efek jera.
Negara bisa menyalurkan air bersih ke seluruh pelosok wilayah dengan cara yang praktis. Misal dengan membuat pipa saluran air atau dibuat dalam bentuk air kemasan. Tentu saja, kegiatan ini membutuhkan modal besar. Di sinilah butuh dukungan dari sistem ekonomi yang mumpuni.
Satu-satunya sistem ekonomi yang mampu mewujudkan hal ini hanyalah sistem ekonomi Islam. Kas negara yang dikelola Baitulmal akan memiliki sumber pemasukan yang melimpah. Di antaranya dari pos kepemilikan negara seperti fai, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, 'usyur, ghulul, rikaz, dan yang sejenisnya. Pos kepemilikan umum misalnya, minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan. Pos zakat yang hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnaf.
Dari sumber pemasukan yang melimpah, negara akan mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan air bersih. Negara akan mengambil air sesuai dengan kebutuhan rakyat tanpa merusak alam. Negara tidak akan mengambil keuntungan sedikit pun sebab fungsi negara adalah sebagai raa'in, yaitu pengurus urusan rakyat dan haram mengambil harganya.
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram" (HR. Ibnu Majah)
Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]


