Alt Title

Air Dikomersialisasi Rakyat Kehilangan Hak

Air Dikomersialisasi Rakyat Kehilangan Hak



Kapitalisasi air adalah bukti nyata ketimpangan dalam sistem kapitalistik

Selama sumber daya vital dikuasai korporasi, rakyat akan terus kesulitan mengakses hak dasarnya


_______________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Publik sempat dihebohkan oleh aksi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat meninjau pabrik AQUA di Subang (21-10-2025). Dalam videonya, ia mengungkapkan bahwa sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor dalam, bukan dari mata air pegunungan sebagaimana diklaim selama ini. (mediaindonesia.com, 25-10-2025)


Pihak AQUA atau Danone segera mengklarifikasi. Dalam laman resminya (22-10-2025). Dijelaskan bahwa air diambil dari akuifer dalam berkedalaman 60–140 meter yang terlindungi lapisan kedap air sehingga aman dan tidak mengganggu sumber air warga. Namun, BPKN berencana memanggil manajemen PT Tirta Investama untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen. Kementerian ESDM diminta memeriksa kesesuaian izin pemanfaatan air tanah industri.


Bisnis yang Menguasai Air


Kasus ini membuka mata publik bahwa sumber air di negeri ini banyak dikuasai swasta. AQUA yang kini dikuasai Danone memiliki 19 sumber air di Indonesia dan menguasai sekitar 60% pasar air minum dalam kemasan (AMDK). Di luar itu, ada Le Minerale, Cleo, dan lebih dari 1.200 produsen kecil yang turut memanfaatkan berbagai sumber air di Nusantara.


Industri AMDK terus tumbuh 6–12% per tahun dengan nilai pasar diperkirakan mencapai lebih dari Rp30 triliun pada 2025. Padahal bahan baku mereka nyaris gratis, air tinggal diambil lalu dikemas. Tidak hanya di Indonesia, air kini menjadi komoditas global yang diperebutkan. Diperkirakan pada 2030, permintaan air tawar dunia melebihi pasokan hingga 40%.


Ketika Air Jadi Komoditas


Air kini disebut “emas biru”. Di tangan kapitalis, air bukan lagi kebutuhan publik, tetapi sumber laba. Akibatnya, warga sekitar pabrik sering kekurangan air karena debitnya disedot industri. Ironisnya, rakyat miskin harus membeli air galon, sedangkan perusahaan besar leluasa mengambil air tanah.


Eksploitasi air tanah secara masif juga menimbulkan kerusakan lingkungan. Penurunan permukaan tanah (land subsidence), hilangnya mata air, dan ancaman banjir rob makin meningkat. Di Jakarta, permukaan tanah bahkan turun hingga 20–30 cm per tahun akibat pengambilan air tanah berlebihan.


Negara dalam Cengkeraman Kapitalisme


Jika dampaknya sedemikian buruk, mengapa negara membiarkan? Jawabannya karena kapitalisme menempatkan air sebagai komoditas ekonomi, bukan hak publik. Prinsip kepemilikan bebas membuat siapa pun berhak menguasai sumber daya selama mampu membayar.


Negara kapitalistik cenderung menyerahkan urusan publik kepada swasta melalui regulasi yang memberi ruang privatisasi, seperti UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Akibatnya, akses terhadap air hanya dimiliki mereka yang mampu membeli, sementara rakyat miskin tersingkir.


Data menunjukkan, sekitar 28 juta warga Indonesia masih kesulitan mendapatkan air bersih. Secara global, 2,1 miliar orang, sekitar seperempat populasi dunia menghadapi krisis air bersih. Inilah bukti abainya negara terhadap amanah pengelolaan sumber daya vital.


Islam Menjamin Hak Air untuk Semua

 

Islam memandang air sebagai milik umum yang tidak boleh diprivatisasi. Rasulullah saw. bersabda : "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menjamin ketersediaan air bagi seluruh rakyat. Air dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat. Swasta hanya boleh terlibat dalam urusan teknis di bawah kendali negara.


Negara dengan sistem Islam akan membangun infrastruktur air bersih yang menjangkau seluruh wilayah, dengan pembiayaan dari Baitulmal. Karena sistem keuangan Islam berorientasi pada kemaslahatan, bukan laba, pengelolaan air akan dilakukan secara adil, efisien, dan berkelanjutan.


Kapitalisasi air adalah bukti nyata ketimpangan dalam sistem kapitalistik. Selama sumber daya vital dikuasai korporasi, rakyat akan terus kesulitan mengakses hak dasarnya. Sudah saatnya dunia meninggalkan tata kelola kapitalistik dan kembali kepada sistem Islam yang menjamin air sebagai hak setiap manusia, bukan komoditas bisnis. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

 

Ummu Aura