Alt Title

Tata Kelola Tambang yang Meresahkan

Tata Kelola Tambang yang Meresahkan



Sistem ekonomi Islam juga harus diterapkan agar pengelolaan sumber daya alam tidak dijalankan 

dengan prinsip kebebasan melainkan diatur sesuai dengan syariat Islam

________________________________________


Penulis Linda Ariyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia adalah negara yang kaya raya, tetapi rakyatnya hidup terlunta-lunta. Kekayaan sumber daya alamnya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja yang rakus akan kenikmatan dunia.


Mereka mengeruk hasil tambang tanpa peduli pada kerusakan alam, bahkan mengabaikan halal dan haram. Sementara rakyat terus menderita, bahkan menurut Bank Dunia, lebih dari enam puluh persen rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. 


Indonesia baru saja mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun. Hal ini disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, saat menyaksikan penyerahan aset rampasan negara dari tambang ilegal kepada PT Timah Tbk. Prabowo juga meminta seluruh pejabat negara agar melakukan penertiban kepada seluruh aktivitas pertambangan. Berdasarkan laporan aparat, tambang ilegal yang tercatat jumlahnya mencapai 1.063 tambang. (esdm.go.id, 22-08-2025)


Pemerintah juga baru saja mengesahkan kebijakan pengelolaan sumur minyak yang selama ini dikelola oleh masyarakat. Program ini bertujuan agar pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), koperasi, serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendapatkan lapangan pekerjaan dan menjalankan roda perekonomian dengan lebih baik. (esdm.go.id, 09-10-2025)


Kesalahan Pengelolaan Tambang


Kesalahan pengelolaan tambang di negeri ini tidak hanya merugikan negara, tetapi rakyatlah yang paling merasakan dampak buruknya. Dilansir dari laman warta.bpk.go.id (15-10-2025), pelaksanaan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilaksanakan tidak sesuai dengan kriteria. 


Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya berupa materi, tetapi kerusakan alam dan ekosistem juga terjadi. Namun hal tersebut masih saja terus dibiarkan, belum ada langkah nyata dari penguasa untuk menghentikan tata kelola tambang yang meresahkan.


Pemerintah justru memperkeruh suasana tata kelola dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 yang justru memprioritaskan koperasi, badan usaha kecil dan menengah, serta badan usaha milik organisasi kemasyarakatan untuk ikut mengalola tambang. 


Secara logika, perusahaan besar saja masih merusak lingkungan dan merugikan negara, apa lagi koperasi/UMKM yang tidak mempunyai kapasitas, tentu akan makin merusak lingkungan. Atau opsinya justru mereka mencari pihak ketiga (perusahaan besar) untuk berkolaborasi mengelola tambang yang tentu makin memperpanjang daftar buruk pengelolaan tambang di negeri ini. 


Dalam kapitalisme, pengelolaan tambang dilaksanakan atas asas kebebasan, siapa pun boleh mengelolanya selama memiliki modal dan kesempatan. Negara hanya berperan sebagai pembuat regulasi, tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan, bahkan negara berlepas tangan dari kerusakan alam.


Negara ini tidak kurang dari perundangan, tetapi masalah kerusakan lingkungan akibat tambang tak juga berkurang, bahkan kian hari kian menjadi. Karena hukum yang dibuat oleh penguasa akhirnya sebatas tulisan di atas kertas yang tumpul ketika bertemu dengan kepentingan para pemilik modal (oligarki).


Pengelolaan Tambang dalam Islam


Islam datang untuk menjelaskan segala sesuatu bagi manusia agar kehidupan berjalan aman sentosa. Aturan Islam begitu paripurna mengatur segala aspek kehidupan termasuk persoalan tambang.


Dalam Islam, tambang adalah kekayaan milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh satu kelompok saja baik perusahaan swasta, koperasi, UMKM dan yang lainnya. Semua orang punya hak yang sama sehingga privatisasi tambang haram dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

  

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار


Artinya: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)


Dari hadis tersebut, hasil tambang seharusnya bisa dinikmati oleh setiap orang karena termasuk harta milik umum. Negara memiliki kewajiban untuk terjun langsung ke lapangan dalam mengelola tambang.


Negara tidak boleh hanya menjadi regulator saja, tetapi harus bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaanya. Hasil dari tambang harus digunakan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan pokok (kolektif) seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dengan penerapan aturan seperti ini, kesejahteraan raykat akan terwujud. 


Semua ini akan bisa terlaksana jika sistem politik Islam diterapkan, karena hanya dalam Islam fungsi penguasa sebagai periayah bisa diwujudkan. Karena sejatinya penguasa yang akan diminta tanggung jawab tidak hanya dunia, tetapi juga kelak di akhirat. Sementara dalam sistem demokrasi, penguasa bukan pelayan rakyat melainkan pekerja yang relasinya justru untung rugi. 


Sistem ekonomi Islam juga harus diterapkan agar pengelolaan sumber daya alam tidak dijalankan dengan prinsip kebebasan melainkan diatur sesuai dengan syariat Islam. Sistem ekonomi Islam juga tidak akan merusak alam demi meraup keuntungan sebab hal tersebut telah diharamkan. Allah Swt. berfirman:


وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ


"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik." (QS Al A'raf: 56)


Lalu bagaimana jika disekitar rumah kita ada tambang yang jumlahnya sangat sedikit dan terbatas jumlahnya?


Maka Islam membolehkan kita untuk mengelolanya. Namun, semuanya tetap dalam tanggung jawab negara, termasuk pada aspek dampaknya terhadap lingkungan. Wallahualam bissawab.