Alt Title

Fatherless Buah Kehidupan Kapitalisme Sekuler

Fatherless Buah Kehidupan Kapitalisme Sekuler




Sebagai kepala keluarga, ayah bukan sekadar pencari nafkah

tetapi juga pendidik, pelindung, dan figur teladan/role model yang harus mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak mulia kepada anak-anaknya

______________________________


Penulis Sri Haryati

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISISFatherless atau father absence adalah istilah bahasa Inggris yang berarti tanpa ayah, atau bisa didefinisikan suatu kondisi ketika tidak adanya figur seorang ayah dalam perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikologis. 


Mirisnya, jutaan anak Indonesia mengalami fenomena fatherless. Berdasarkan Analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas, sebanyak 15,9 juta anak Indonesia berpotensi tumbuh tanpa figur ayah atau fatherless.


Dari data di atas sebanyak 4,4 juta anak tinggal tanpa ayah. Sementara 11,5 juta anak tinggal bersama ayah dengan jam kerja lebih dari 60 jam per minggu atau lebih dari 12 jam per hari. Artinya, seorang ayah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja/di luar rumah daripada bertemu/bersama anaknya di rumah. (Kompas.id, 8-10-2025)


Fenomena fatherless tidak bisa dianggap sepele karena sangat berdampak pada tumbuh kembang generasi di masa depan. Apa saja dampak fatherless bagi tumbuh kembang anak?


Menurut survei kualitatif pada 16 psikolog klinis di 16 kota di Indonesia, ada 9 psikolog menjawab dampak fatherless yang terjadi adalah rasa minder/tidak percaya diri dan emosi/mental yang labil.  Adapun 7 psikolog menjawab kenakalan remaja. 5 psikolog menyebut sulit berinteraksi sosial. Sedangkan, 4 psikolog menjawab motivasi akademik yang rendah. 


Psikolog Lindarda S Panggalo di Toraja, Sulawesi Selatan menyebutkan anak yang tumbuh tanpa figur ayah bisa tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri dan terkadang menjadi korban kekerasan. Sedangkan bentuk gangguan anak fatherless yang cukup ekstrem adalah pelaku kriminalitas. Ada korelasi yang kuat antara jumlah anak berpotensi fatherless dan jumlah anak bermasalah dengan hukum, dengan angka korelasi regresi 0,72 poin. (kompas.com, 10-10-2025)


Generasi Fatherless Buah Kehidupan Kapitalisme Sekuler


Generasi fatherless tidak lahir dari ruang hampa, tetapi buah penerapan kapitalisme sekuler yang mengikis makna pengasuhan dan peran ayah dalam keluarga. Sistem hidup kapitalistik membuat para ayah sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Tekanan ekonomi kapitalistik mendorong banyak ayah untuk bekerja lembur atau merantau ke luar daerah sehingga waktunya habis di jalan atau di tempat kerja. Akibatnya, para ayah tidak memiliki waktu untuk mendidik dan membersamai anak-anaknya, hubungan emosional dengan anak pun menipis. Padahal, pengasuhan anak membutuhkan kehadiran emosional, teladan moral, dan interaksi sehari-hari yang dapat membangun kelekatan (attachment) antara anak dan ayah.


Penerapan kapitalisme sekuler telah menghilangkan fungsi seorang ayah yang sesungguhnya, yakni sebagai qawwam (pemimpin keluarganya). Tanggung jawab seorang ayah tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup aspek emosional, spiritual, dan moral dalam kehidupan keluarganya.


Islam menempatkan peran ayah sebagai qawwan (pemimpin keluarganya) yang harus menjalankan perannya dengan adil, bijaksana dan penuh kasih sayang sebab peran ayah dalam keluarga menjadi kunci keharmonisan sebuah keluarga. 


Peran Ayah dalam Islam


Dalam Islam, ayah dan ibu sama-sama memiliki peran penting bagi keluarganya. Sebagai kepala keluarga, ayah bukan sekadar pencari nafkah, tetapi juga pendidik, pelindung, dan figur teladan/ role model yang harus mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak mulia kepada anak-anaknya. Tanggung jawab ayah meliputi aspek tauhid, moral, intelektual, sosial, dan spiritual anak. 


Salah satu contoh peran ayah dalam mendidik anak terdapat dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 17 yang artinya: “Wahai anakku! Dirikanlah salat, suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.”


Nasihat tersebut mencerminkan tanggung jawab ayah dalam membimbing anak menuju kehidupan yang lurus dan bertakwa, serta kesiapan menghadapi tantangan hidup dengan sabar dan iman.


Peran ayah sebagai role model atau teladan baik untuk anak-anaknya. Seorang ayah harus menjadi panutan dalam perilaku, tutur kata, dan adab sehari-hari karena anak-anak belajar dengan cara meniru. Peran ayah sebagai pelindung dan penjaga dalam arti, ayah wajib menjaga anak dari pengaruh buruk lingkungan, memberi perlindungan fisik dan spiritual, serta membimbing anak agar tidak terjerumus ke jalan yang salah.


Jadi, hadirnya sosok ayah dalam pengasuhan akan membentuk kepribadian anak. Dari sosok ayah, anak mendapat teladan keimanan, daya tahan, daya tarung, hingga mampu membuat keputusan-keputusan hidup, sebagaimana yang Allah perintahkan. Dari sosok ayah pula, anak laki-laki akan siap menjadi qawwam dan anak perempuan akan siap menjadi ummun wa rabbatul bait dan madrasatul ula


Dalam Islam, peran seorang ibu juga memiliki kedudukan yang sangat mulia dan istimewa. Ibu memiliki peran utama sebagai ummun wa rabbatul bait, yakni sebagai ibu dan pengelola rumah suaminya. Ibu sebagai pendidik utama dan teladan pertama bagi anak-anaknya, sejak dalam kandungan hingga dewasa. 


Ibu adalah sekolah pertama (madrasatul ula) bagi anak-anaknya, bertugas membentuk karakter, nilai-nilai keimanan dan akhlak mulia sejak dini. Menanamkan nilai-nilai keimanan, dengan mendahulukan rasa cinta dan sayang kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya, mengajarkan doa, salat, dan akhlak islami yang menjadi fondasi penting bagi anak-anak. 


Dalam mendidik anak, ibu tidak sekadar memberi nasihat, tetapi juga menjadi teladan karena anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat daripada yang didengar. Oleh karena itu, ibu harus berusaha menunjukkan akhlak yang baik, seperti kesabaran, keikhlasan, dan sikap penyayang dalam kehidupan sehari-hari.


Peran ibu sebagai rabbatul bait yaitu sebagai pengelola dan pengatur rumah suaminya. Seorang ibu berperan mengelola, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberi ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarganya.


Islam Support Sistem Terbaik 


Dalam Islam, Allah menetapkan kewajiban laki-laki (terutama suami/ayah) untuk mencari nafkah, jihad fi sabilillah dan kewajiban lainnya yang menuntut mereka harus keluar rumah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233 yang artinya, “Dan kewajiban ayah itu menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang makruf.”


Allah Taala juga memerintahkan negara sebagai pihak yang berfungsi sebagai pelayan umat untuk menopang kewajiban para ayah agar bisa terealisasi dengan optimal. Hal ini ditegaskan dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)


Negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu Daulah Khil4fah akan mensupport peran ayah dengan membuka lapangan kerja dengan upah yang layak dan memberikan jaminan kehidupan sehingga ayah bisa memiliki waktu yang cukup bersama anak. Daulah Khil4fah akan memastikan ekonomi negara berjalan sebagaimana mestinya sehingga harga kebutuhan pokok bisa dijangkau oleh gaji para ayah. 


Daulah Khil4fah juga menjamin secara langsung kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis untuk masyarakat. Oleh karena itu, para ayah tidak perlu mengambil side job (pekerjaan tambahan) untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 


Bahkan, seandainya sosok ayah telah tiada, Islam memiliki sistem perwalian yang akan menjamin setiap anak tetap memiliki figur ayah. Perwalian itu diserahkan kepada kakek dan paman dari jalur ayah. 


Islam tidak akan membiarkan anak-anak tanpa pengasuhan sosok ayah. Sedangkan saat ini negara yang menerapkan kapitalisme telah absen dari peran raa’in (pengurus). Faktor inilah yang menjadi penyumbang anak-anak harus mengalami fatherless


Oleh karena itu, fenomena fatherless terjadi akibat manusia tidak menaati aturan Allah dalam segala aspek, baik secara individu hingga level negara. Hanya Islam support sistem terbaik dalam mengatasi fenomena fatherless.


Di mana ayah bisa bekerja tanpa mengabaiķan perannya sebagai qawwam, ibu pun berperan sebagai ummun wa rabbatul bait dan madrasatul ula tanpa mengkhawatirkan kebutuhan hidup keluarganya. Begitu pun anak, mereka mendapatkan kasih sayang yang utuh dan role model terbaik dari kedua orang tuanya. Wallahualam bissawab. [SH/MKC]