Banjir Melanda Buah Degradasi Lingkungan di Pulau Dewata
Surat PembacaMenguatnya dunia pariwisata di Bali yang berkaitan erat dengan alih fungsi lahan
menjadi penyebab utama degradasi lingkungan di pulau Dewata tersebut
_________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURATPEMBACA - Kawasan Bali dilanda banjir pada 9-9-2025 lalu. Banjir ini menyebar di 123 titik, di Denpasar, Gianyar, Tabanan, Karangasem, Jembrana, dan Badung. (Kompas.id, 11-09-2025)
Per 12 September 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat 18 korban tewas, 5 orang hilang, dan 441 warga mengungsi. Banjir juga merusak banyak infrastruktur dan fasilitas publik lainnya. (kumparan.com, 14-09-2025)
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkap sejumlah faktor penyebab banjir di Bali di antaranya adalah cuaca ekstrem, tutupan hutan rendah, tata kelola sampah yang belum maksimal dan dugaan alih fungsi lahan. (Kumparan.com, 13-09-2025)
Hanif Faisol Nurofiq juga menyoroti Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bali yang hanya tersisa 3%. Luas DAS berpohon di Bali mencapai 45 ribu hektare. Dari jumlah itu, kini hanya tersisa 15 ribu hektare atau sekitar 3 persen padahal idealnya DAS yang mampu menampung atau menahan hujan mencapai 30 persen.
Bencana banjir yang melanda Bali juga memunculkan sorotan tajam terhadap tata ruang Pulau Dewata. Derasnya pembangunan hotel, vila, dan cottage disebut sebagai salah satu penyebab utama bencana hidrometeorologi yang merenggut korban jiwa dan menimbulkan kerugian besar. (beritasatu.com, 10-09-2025)
Pariwisata dan Degradasi Lingkungan
Bali sebagai destinasi wisata dunia mengalami lonjakan pembangunan hotel, vila, dan cottage. Pembangunannya seringkali tidak terkendali dan luput dari pengawasan pemerintah sehingga daerah-daerah terutama di kawasan lereng bukit, sawah, hingga daerah resapan air, terganggu fungsinya. Hal ini tentunya memperlemah daya dukung lingkungan dan meningkatkan risiko bencana di kawasan tersebut.
Menguatnya dunia pariwisata di Bali yang berkaitan erat dengan alih fungsi lahan menjadi penyebab utama degradasi lingkungan di pulau Dewata tersebut. Fakta ini memperlihatkan bahwa pembangunan dengan cara pandang kapitalistik yang mengabaikan dan merusak kelestarian ekologi serta keseimbangan alam akan membawa bencana bagi manusia, alam, dan makhluk hidup di sekitarnya.
Sementara itu, bencana banjir yang terjadi tidak menyurutkan wisatawan untuk datang ke Bali. Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyebut peristiwa banjir yang melanda Bali tidak berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan. Menurutnya, meskipun sejumlah negara sempat mengeluarkan travel warning (peringatan perjalanan) merespons banjir di Bali, tidak ada wisatawan mancanegara yang membatalkan perjalanan ke Pulau Dewata. Bahkan, kondisi hotel-hotel saat ini dalam keadaan penuh dihuni wisatawan.
Pernyataan menpar tersebut memberikan kesan bahwa Bali pasca banjir baik-baik saja. Jumlah wisatawan tidak ada penurunan sehingga dampaknya pendapatan negara pun tidak berkurang dan aman. Pasalnya, Bali menyumbang hampir separuh dari total pendapatan pariwisata negara. Dampak ekonomi banjir terasa diprioritaskan daripada dampak bagi masyarakat dan lingkungan.
Lalu bagaimana Islam memandang pariwisata dan panduannya dalam penjagaan lingkungan?
Penjagaan Lingkungan dalam Sistem Islam
Dalam Islam, pariwisata tidak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara. Pemasukan negara berasal dari mekanisme syariat sehingga pembangunan tetap selaras dengan kelestarian alam, dan bencana alam pun dapat dicegah.
Karena dalam Islam, alam adalah amanah Allah. Air, hutan, sungai adalah milik umum bukan objek komersialisasi. Kerusakan ekologis akibat ulah manusia dilarang oleh Allah. Dalam QS. Ar-Rum: 41 Allah menjelaskan kerusakan akibat ulah tangan manusia:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Islam memiliki panduan dalam penanganan bencana yang harus dilakukan secara fundamental, yaitu dengan tindakan preventif dan kuratif.
Pada aspek preventif, Islam akan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam untuk kemaslahatan umat manusia, serta politik ekonomi berbasis syariat Islam.
Pada aspek kuratif jika terjadi bencana, beberapa hal yang dilakukan : (1) melakukan evakuasi korban secepatnya, (2) membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban, (3) mengalihkan material bencana ke tempat-tempat yang aman atau tidak dihuni oleh manusia, (4) mempersiapkan lokasi-lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan.
Demikianlah kiat-kiat Islam dalam menjaga keseimbangan alam dan menangani bencana alam. Dengan pencegahan serta penanganan yang sigap berlandaskan Al-Qur'an dan hadis, niscaya masyarakat di bawah naungan aturan Islam akan merasakan keberkahan dari langit dan bumi. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]
Amriane Hidayati