Pendudukan Gaza Sudah Berlangsung Sejak Lama Bebaskan Segera
OpiniPendudukan G4za adalah bagian dari proyek kolonialisme modern
yang melibatkan kekuatan militer, politik, ekonomi, dan propaganda
_________________________
Penulis Hamfara
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Media
KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - Kelaparan yang terjadi di G4za makin menunjukkan krisis kemanusiaan yang sangat serius dan membutuhkan bantuan internasional segera. Krisis pangan ini merupakan hasil dari kebijakan sistematis yang mempersempit akses terhadap kebutuhan dasar.
Blokade berkepanjangan yang dilakukan oleh Isra*l telah menghambat bantuan kemanusiaan dan mengisolasi 2 juta warga dari dunia luar. WHO melaporkan, setidaknya ada 63 kasus malnutrisi pada Juli 2025, termasuk 24 di antaranya dialami oleh balita. Tingkat malnutrisi akut global di G4za meningkat tiga kali lipat sejak Juni, dengan hampir satu dari lima anak di bawah lima tahun mengalami malnutrisi akut. (tirto.id, 01-08-2025)
Tragedi kemanusiaan di G4za bukanlah peristiwa singkat atau konflik baru. Sejak berdirinya entitas Zion*s Isra*l pada tahun 1948 melalui Nakba (malapetaka), rakyat P4lestina kehilangan sebagian besar tanah mereka. G4za, wilayah kecil seluas 365 km² menjadi salah satu daerah yang tersisa di bawah kendali rakyat P4lestina, tetapi terus diblokade dan diserang. Sejak 2007, Isra*l memberlakukan blokade penuh terhadap jalur darat, laut, dan udara. Kondisi ini membuat 80% penduduk G4za bergantung pada bantuan kemanusiaan, pasokan listrik terbatas rata-rata hanya 4–8 jam per hari, dan akses air bersih sangat terbatas.
Serangan militer yang berulang, seperti pada 2008-2009, 2014, dan serangan besar sejak Oktober 2023, menewaskan puluhan ribu orang, sebagian besar adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Fasilitas kesehatan lumpuh akibat kekurangan bahan bakar dan obat-obatan. Bahkan masjid, rumah-rumah warga, sekolah anak-anak dan kamp-kamp para pengungsi di G4za menjadi target mereka untuk sasaran bom.
Selain itu, ada media internasional yang telah mencatat bahwa situasi di G4za saat ini “krisis kemanusiaan paling parah di era modern” yang dibiarkan berlangsung tanpa penyelesaian nyata. Pendudukan G4za adalah bagian dari proyek kolonialisme modern yang melibatkan kekuatan militer, politik, ekonomi, dan propaganda. Negara Isra*l faktanya bukan hanya sekadar negara yang biasa saja, melainkan adalah benteng kepentingan dari negara Barat di Timur Tengah.
Amerika Serikat, Inggris, dan sekutu mereka secara konsisten memberi dukungan dana, senjata, dan perlindungan diplomatik kepada Isra*l. Resolusi PBB yang mengecam tindakan Israel sering kali diveto oleh AS, membuktikan bahwa lembaga internasional tidak benar-benar netral, melainkan terikat pada kepentingan politik dan ekonomi negara-negara besar.
Narasi konflik yang dipelintir di media juga menjadi senjata propaganda. Isra*l berusaha memosisikan diri sebagai pihak yang “bertahan” padahal fakta lapangan menunjukkan mereka adalah pihak yang melakukan penjajahan sistematis. Masyarakat dunia yang tidak memahami sejarah P4lestina sering kali termakan propaganda ini sehingga dukungan internasional bagi pembebasan G4za menjadi lemah.
Lemahnya pemimpin-pemimpin muslim dalam merespons tragedi di negeri G4za ternyata juga memperparah keadaan di G4za. Negara-negara muslim terpecah, sibuk dengan urusan internal, dan tidak memiliki satu kepemimpinan politik yang mampu menggerakkan kekuatan militer secara kolektif. Bahkan, sebagian justru menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Isra*l, mengesampingkan penderitaan rakyat P4lestina.
Solusi Islam
Islam memiliki pandangan yang jelas terhadap penjajahan. Rasulullah ﷺ memerintahkan umat untuk menolong saudara yang dizalimi, sebagaimana dalam firman Allah Swt., “Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak...” (QS. An-Nisa: 75)
Pembebasan negeri G4za tidak akan pernah terjadi melalui jalur diplomasi pada negara-negara luar semata sebab diplomasi bukan hanya dilakukan saat ini melainkan telah terjalin bertahun-tahun lamanya, tetapi tetap membuktikan kegagalannya dan tak pernah menunjukkan keberhasilan dalam membebaskan G4za.
Kesepakatan Oslo, Camp David, hingga berbagai perundingan damai hanya memberikan keuntungan bagi Isra*l, sementara P4lestina makin terimpit. Islam menawarkan solusi politik yang tegas:
1. Penyatuan kekuatan umat: Negara-negara muslim harus bersatu di bawah satu kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan umat, bukan kepentingan nasional sempit.
2. Jihad sebagai pembebasan: Pembebasan tanah P4lestina adalah kewajiban kolektif (fardu kifayah) bagi kaum muslim, dilakukan oleh negara, bukan oleh individu atau kelompok saja.
3. Pemutusan hubungan diplomatik dan ekonomi: Seluruh bentuk kerja sama dengan Isra*l dan negara pendukungnya harus dihentikan.
4. Pengelolaan opini publik: Media di negara-negara muslim harus bersatu mengungkap kejahatan Isra*l dan membangun kesadaran global bahwa P4lestina adalah tanah Islam yang wajib dibela.
Sejarah membuktikan, ketika umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan politik yang kuat, P4lestina dapat dibebaskan. Umar bin Khattab r.a. membebaskan Baitul Maqdis dengan kehormatan, Shalahuddin Al-Ayyubi mengusir pasukan salib tanpa genosida, dan Khalifah Abdul Hamid II menolak menjual sejengkal tanah P4lestina meskipun ditawarkan emas.
Kesimpulan
Pendudukan G4za adalah tragedi panjang yang tidak akan selesai dengan kecaman atau doa saja. Diperlukan langkah nyata yang bersandar pada prinsip Islam bersatu, mengerahkan kekuatan politik dan militer, serta mengabaikan tekanan Barat. Selama umat Islam terpecah dan tunduk pada aturan internasional buatan penjajah, penderitaan G4za akan terus berlanjut.
Oleh karena itu, umat Islam harus bangkit, memutus ketergantungan pada Barat, dan bersatu dalam satu barisan di bawah kepemimpinan Islam yang mampu mengembalikan P4lestina ke pangkuan umat. Hanya dengan itu, jeritan anak-anak G4za akan berganti dengan tawa merdeka, dan bumi para nabi kembali menjadi tanah damai di bawah naungan syariat Allah. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]