Anak menjadi Pelaku Kejahatan Tanda Rusaknya Fitrah Anak
OpiniFenomena kerusakan generasi hari ini terjadi
ketika kehidupan tidak diatur dengan Islam secara kafah
__________
Penulis Vivi Novidianur
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Beberapa waktu lalu, lima remaja berstatus pelajar terlibat aksi pembegalan terhadap seorang sopir truk ekspedisi di lampu merah Jalan Gedong Panjang, Penjaringan, Jakarta Utara. Menurut Kanit Reskrim Polsek Metro Penjaringan AKP Sampson Sosa Hutapea menjelaskan bahwa para pelaku tidak hanya merampas barang korban, tetapi melakukan kekerasan fisik terhadap korban. Awalnya para pelaku hanya berencana untuk tawuran. Akan tetapi, ketika melihat jalanan sepi dan ada truk melintas mereka mengubah rencana menjadi pembegalan. (Beritasatu.com, 08-08-2025)
Tindak kejahatan remaja lainnya pun kerap terjadi di daerah lain, seperti tawuran pelajar, pembegalan, bullying, gangster yang sangat meresahkan masyarakat, yang mana pelakunya kebanyakan anak di bawah umur. Tak habis pikir, mengapa banyak tindak kejahatan yang dilakukan anak saat ini? Apa yang terjadi pada anak-anak umat saat ini, hingga berani berbuat demikian?
Rusaknya Fitrah Anak
Sungguh miris! Menyoroti berbagai kasus yang terjadi pada generasi saat ini, menandakan rusaknya fitrah anak. Mereka menjadi pelaku kejahatan berulang, terus meningkat dari tahun ke tahun dan terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Artinya, ini menunjukkan kondisi anak-anak Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ada problem serius, baik pada keluarga, lingkungan, ataupun negara.
Keluarga adalah lingkungan terdekat anak-anak. Bahkan menjadi sekolah pertama bagi anak-anak. Sayangnya, peran keluarga hari ini sebagai sekolah pertama tidak dapat berjalan optimal. Ada beberapa faktor penyebab, di antaranya ibu yang tidak dapat menjalankan peran fitrahnya dikarenakan bekerja. Baik karena arus kesetaraan gender maupun tuntutan ekonomi.
Sementara itu, lingkungan hari ini baik sekolah dan masyarakat banyak memberikan contoh yang tidak baik bagi anak-anak. Seperti media, banyak menayangkan konten berisi kejahatan dan berbagai kemaksiatan. Hal tersebut sangat mudah diakses anak-anak melalui gadget. Ini jelas memberi dampak pada keluarga.
Sekuler-Kapitalisme (Pemisahan Agama dari Kehidupan)
Semua ini tak lain terkait dengan peran negara karena negaralah yang menentukan semua kebijakan. Penerapan sistem sekuler-kapitalis hari ini menjadi asas pembuatan kebijakan negara yang jelas berdampak pada semua bidang kehidupan. Sistem tersebut hanya mementingkan materi semata, kekuasaan, dan kebebasan yang sebebas-bebasnya, serta aturan Allah di buang jauh-jauh.
Sistem ekonomi kapitalisme mengakibatkan rakyat hidup miskin. Kurikulum pendidikan yang bertujuan pada materi dan pendidikan agama hanya sekadar formalitas saja. Alhasil, membuat anak jauh dari kepribadian yang luhur. Ditambah dengan lemahnya sistem sanksi hari ini tidak membuat efek jera. Justru membuat tindak kejahatan dan kemaksiatan merajalela serta perilaku buruk menjadi tuntunan untuk anak-anak yang belum utuh cara berpikirnya.
Akibat Penerapan Sistem Sekuler-Kapitalis
Parahnya, sistem hari ini membiarkan masuknya gaya hidup Barat yang banyak ditemui di masyarakat, seperti:
1. Tindakan permisivisme makin masif, yaitu tindakan kebebasan. Dalam sistem hari ini, tindakan ini dijamin dan tumbuh subur. Konsekuensi nilai kebebasan tersebut mudahnya mencari pasangan tanpa ada ikatan pernikahan. Bahkan dalam lingkungan masyarakat telah dinormalilasi tindakan tersebut.
2. Terjebak dalam gaya hidup hedonisme, yaitu pandangan yang menganggap tujuan hidup hanya untuk kesenangan atau kenikmatan. Pandangan tersebut jelas bertolak belakang dengan Islam. Karena Islam memandang hidup di dunia hanya sementara dan ada pertanggungjawaban di akhirat. Islam tidak melarang untuk kita menikmati kesenangan. Namun itu bukanlah menjadi tujuan hidup.
3. Maraknya jiwa premanisme, sistem pendidikan hari ini hanya bertujuan untuk menghasilkan pelajar lulus dan siap kerja. Tak lain tujuannya kembali pada materi semata. Tidak memahami standar baik dan buruk, terpuji dan tercela. Berbeda dengan pendidikan Islam, yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, terdiri dari pola pikir dan sikap Islam. Dari pemahaman tersebut akan mendorong untuk bersikap sesuai dengan pandangan Islam.
Diatur dengan Islam
Fenomena kerusakan generasi hari ini terjadi ketika kehidupan tidak diatur dengan Islam secara kafah. Dengan akidah Islam sebagai asas kehidupan, ketakwaan akan tercermin pada keluarga, sekolah, masyarakat, juga negara. Pendidikan anak menjadi hal yang amat penting dan harus diperhatikan karena anak adalah generasi masa depan yang akan membangun dan menjaga peradaban tetap mulia.
Negara akan mewujudkan kesejahteraan rakyat sehingga ibu bisa optimal menjalankan peran sebagai madrasah utama dan pertama. Namun, negara juga tidak menghalangi kiprah perempuan asalkan sesuai hukum syarak.
Sekolah dan masyarakat akan menjadi lingkungan yang kondusif untuk membangun kepribadian mulia. Negara akan mewujudkan sistem informasi yang akan menjamin kebersihan pemikiran generasi di masyarakat. Negara pula menjadi benteng agar tidak masuknya pemikiran yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Sistem sanksi yang diterapkan dengan tegas dan membuat efek jera untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan kemaksiatan. Sejarah panjang peradaban Islam telah banyak melahirkan generasi berkualitas yang banyak berkarya untuk meninggikan Islam.
Di antaranya, Ali bin Abi Thalib yang dijuluki Rasulullah sebagai 'Pintunya Ilmu', Shalahuddin Al-Ayyubi pembebas Masjidil Aqsa, Sultan Muhammad Al-Fatih penakluk Konstatinopel pada usia 22 tahun, Imam Syafi'i yang mendapat julukan Nashih Al-Hadis (pembela Sunah Nabi). Generasi berkualitas seperti merekalah yang kita rindukan hari ini. Semua itu akan terwujud ketika negara menerapkan Islam kafah dalam naungan Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]


