Alt Title

Kelaparan G4za: Genosida Terstruktur di Era Modern

Kelaparan G4za: Genosida Terstruktur di Era Modern



Tragedi G4za hari ini bukan sekadar konflik

tetapi genosida sistemik yang menggunakan kelaparan sebagai senjata


________________________


Penulis Pera

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kelaparan Dijadikan Senjata Genosida


Kondisi kemanusiaan di G4za telah mencapai titik nadir. Ribuan anak-anak meregang nyawa bukan karena peluru atau bom, tetapi karena kelaparan akut dan gizi buruk. Sejak Isra*l memberlakukan blokade total pada awal Maret 2025, pasokan pangan menjadi sangat langka. Truk-truk bantuan yang sebelumnya masuk, kini hanya diperbolehkan lewat dalam jumlah sangat terbatas, bahkan sering kali dihancurkan di perbatasan sebelum mencapai rakyat G4za. (Tempo.co, 25-07-2025)


Lebih dari 2 juta warga P4lestina kini terperangkap dalam situasi yang menyerupai penjara terbuka. Mereka tidak hanya dibombardir secara militer, tetapi juga dilumpuhkan dari aspek paling mendasar: makanan. (cnbcndonesia.com, 23-07-2025)


Kelaparan bukan lagi sekadar dampak sampingan perang, tetapi telah menjadi alat perang itu sendiri. Strategi genosida yang dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan. Salah satu menteri Isra*l bahkan secara terbuka menyatakan bahwa dirinya “tidak peduli” dengan krisis pangan di G4za karena tujuan utamanya adalah mengosongkan wilayah dari penduduk asli P4lestina. (Republika.com, 20-07-2025)


Sayangnya, di tengah penderitaan yang begitu nyata, dunia internasional tampak lumpuh. PBB hanya mengeluarkan pernyataan tanpa tindakan nyata. Kecaman dari tokoh-tokoh dan eks diplomat Eropa tidak lebih dari seruan moral yang terus diabaikan oleh pelaku kejahatan. 


Dunia dalam Kendali Barat Pemimpin Muslim Bungkam


Kebisuan dunia terhadap tragedi G4za bukan hal baru. Namun kali ini, keheningan itu terasa jauh lebih menyesakkan. Pemimpin negara-negara muslim tampak tak berdaya atau bahkan sengaja menutup mata demi menjaga relasi politik dan ekonomi dengan negara-negara Barat yang membela penjajah Isra*l.


Hegemoni Amerika Serikat di panggung internasional menjadikan PBB mandul dan tidak mampu mengambil sikap tegas. Dengan satu suara veto, semua upaya penghentian kekerasan bisa dibatalkan. Ini membuktikan bahwa lembaga internasional yang digadang-gadang sebagai penjamin perdamaian dunia hanya alat diplomasi kekuatan besar, bukan penyelamat bagi rakyat tertindas.


Lebih menyedihkan lagi, sebagian besar umat Islam hari ini justru terpengaruh oleh narasi Barat yang mengaburkan realitas. Mereka dibentuk untuk percaya bahwa umat Islam tidak memiliki kekuatan, perjuangan militer akan selalu kalah oleh diplomasi dan bantuan internasional padahal sejarah membuktikan hal sebaliknya.


Umat Islam pernah menjadi kekuatan adidaya yang ditakuti dan disegani dunia. Di bawah kepemimpinan Islam, bumi P4lestina pernah dibebaskan, dilindungi, dan dihormati. Namun hari ini, tanpa sistem politik Islam yang menaungi, umat tercerai-berai, tak memiliki arah perjuangan yang terpusat.


Situasi G4za tidak akan selesai dengan mengandalkan mekanisme internasional karena struktur dunia hari ini dibangun atas kepentingan geopolitik, bukan keadilan hakiki. Maka, menyerukan “solusi diplomatik” saja adalah bentuk ketidakpekaan terhadap realitas.


Jihad dan Islam Jalan Pembebasan Nyata


Islam tidak pernah membiarkan umatnya dizalimi tanpa perlawanan. Dalam pandangan Islam, membela tanah muslim yang dijajah adalah kewajiban syar’i. Jihad bukan sekadar tindakan militer, tetapi bagian dari sistem politik Islam yang dijalankan oleh negara bukan individu atau kelompok gerilya terpisah.


Kunci dari kebangkitan umat dalam membebaskan P4lestina bukan terletak pada opini dunia, tetapi pada tegaknya Daulah Islamiah sebagai institusi pelindung umat yang menjalankan hukum Allah secara kafah dan menjadi satu-satunya pemilik legalitas untuk menggerakkan jihad.


Dalam Islam, militer bukan alat represi, tetapi penjaga umat dan pembebas negeri-negeri muslim dari penjajahan. Umat tidak akan terpecah-pecah dalam batas nasionalisme, tetapi bersatu dalam akidah dan loyalitas Islam. Pemimpin memiliki visi akhirat, bukan sekadar menjaga tahta atau kontrak dagang.


Allah Swt. berfirman: “Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (untuk membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, wanita-wanita, dan anak-anak…” (QS. An-Nisa: 75)


Ayat ini memanggil umat untuk tidak diam. Jihad bukan tindakan barbar, melainkan ekspresi keadilan Islam terhadap penindasan. Namun, jihad tidak bisa berdiri sendiri, ia membutuhkan institusi politik, sistem hukum, dan pemimpin yang sah.


Pembebasan P4lestina akan tetap menjadi mimpi, selama umat Islam belum bersatu dalam sistem pemerintahan Islam yang satu. Inilah yang terus didengungkan oleh para pengemban dakwah ideologis. Bukan sekadar emosi sesaat, tetapi kesadaran yang dibangun atas dasar ilmu, iman, dan sejarah.


Terus Suarakan Solusi Hakiki untuk G4za


Tragedi G4za hari ini bukan sekadar konflik, tetapi genosida sistemik yang menggunakan kelaparan sebagai senjata. Dunia memilih diam, penguasa muslim memilih kompromi. Maka, tanggung jawab untuk menyuarakan solusi hakiki kini jatuh ke tangan umat.


Jangan biarkan darah anak-anak G4za menjadi biasa. Jangan biarkan air mata para ibu P4lestina menjadi sekadar statistik. Kita punya tanggung jawab akidah untuk menyuarakan Islam sebagai jalan pembebasan, bukan hanya untuk P4lestina, tetapi untuk seluruh umat yang tertindas.


Umat akan bersatu dibawah panji Islam. Perjuangan intelektual dan spiritual harus terus dilakukan, agar umat keluar dari jebakan propaganda, dan kembali yakin pada kekuatan Islam. Para aktivis dakwah, para penyeru perubahan, inilah saatnya untuk menggugah pikiran dan perasaan umat. 


Memperkuat keyakinan bahwa solusi sejati bukan pada bantuan lembaga asing, tetapi pada pertolongan Allah yang datang bersama perjuangan menegakkan syariat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]