Alt Title

Perundungan Anak Terus Terjadi, PR Besar Perlindungan Anak

Perundungan Anak Terus Terjadi, PR Besar Perlindungan Anak



Perundungan belum juga berhenti meskipun dalam bentuk pengurangan kasusnya

padahal salah satu bentuk pencegahan yang dilakukan ialah pembentukan satgas di berbagai satuan pendidikan

_________________________


Penulis Sri Wulandari

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Masifnya kasus perundungan (bullying) anak di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat. Jumlah korban yang makin bertambah menunjukkan gagalnya sistem aturan saat ini.


Terlebih pelaku perundungan hari ini kebanyakan berasal dari kalangan SD, SMP, SMA sehingga orang tua lebih berhati-hati ketika melepas anak-anak untuk masuk ke lingkungan umum. Setelah berbagai masalah yang melanda anak-anak seperti perundungan, pelecehan seksual, serta pekerja anak di bawah umur.


Kasus terbaru dari seorang anak Kelas II SD di Indragiri Hulu, Riau, yang meninggal pada Senin (26-05-2025). Ia diduga mendapati perundungan di sekolah oleh beberapa teman dan kakak kelasnya. Nyawanya tidak bisa ditolong meski sudah menjalani perawatan di RSUD Indrasari Rengat. Berdasarkan informasi awal, ia mendapati perundungan karena perbedaan agama dan suku. Dikutip kompas.com (01-07-25).


Hal serupa juga terjadi dari siswa kelas 3 SD swasta di Kota Sukabumi, Jawa Barat, diduga mengalami perundungan oleh teman sekelasnya. Perundungan tersebut mengakibatkan korban terjatuh dan mengalami patah tulang pada lengan kanan. Dikutip antaranews.com (01-07-25).


Perundungan di Lingkungan Sekolah


Kasus perundungan menjadi PR besar bagi dunia pendidikan karena kasus perundungan hampir ada di setiap sekolah. Sebuah studi PISA menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam peringkat 5 besar dari 78 negara yang tersurvey dengan kasus perundungan tertinggi di dunia.


Sekitar 42% pelajar berusia 15 tahun di Indonesia menjadi korban perundungan dalam kurun waktu satu bulan. Dengan rincian 14% pengancaman, 15% mengintimidasi, 18% kasus fisik, 19% penculikan, 20% berita buruk, 22% penghinaan.


Perundungan belum juga berhenti meskipun dalam bentuk pengurangan kasusnya padahal salah satu bentuk pencegahan yang dilakukan ialah pembentukan satgas di berbagai satuan pendidikan.


Hal ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan yang hari ini menggunakan sistem sekularisme dan salah dalam melihat akar masalah persoalan. Ditambah buruknya sistem pendidikan hari ini yang menjauhkan pemahaman agama sehingga lahir generasi yang buruk pula perilakunya.


Diperparah buruknya lingkungan sekitar seperti gaya hidup hedonis di kalangan terpelajar, konten media menjadi inspirator perundungan. Game online misalnya, menyuguhkan banyak adegan kekerasan fisik. Hilangnya fungsi keluarga sebagai pendidik utama.


Cara Islam Mengatasi Perundungan


Sebagai komparasi sistemis, Islam memiliki konsep sahih untuk mewujudkan perlindungan terhadap anak. Tak hanya itu, Islam memberikan berbagai jaminan agar anak mendapatkan perlindungan nyata. Allah Swt. telah mewajibkan bagi orang tua untuk menjalankan tanggung jawab mereka dalam melindungi, menjaga, serta mendidik anak. 


Maka dari hal tersebut, orang tua harus berupaya semaksimal mungkin menjalani kewajibannya. Mereka paham bahwa kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban atas amanah tersebut.  Untuk itu, supaya orang tua bisa menjalankan perannya, sudah seharusnya negara menciptakan iklim kondusif.


Dalam lingkup lingkungan masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat sebagai pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat nantinya akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun. Amar makruf inilah yang tidak ada di dalam sistem sekuler kapitalisme. 


Untuk pelaku penganiayaan, Islam memiliki sistem sanksi yang harus diberlakukan kepada pelakunya sesuai tingkat kriminalitas yang dilakukan. Hal ini akan kembali sebagaimana pendapat hakim sesuai standar hukum syariat yang berlaku.


Sebagaimana dalam kitab Nizam Al-Uqubat dari Syekh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan bagaimana batasan tindakan atau perbuatan kriminal merupakan perbuatan tercela (qabih). Perbuatan tercela ialah perbuatan apa saja yang dinyatakan tercela oleh syariat.


Adapun penganiayaan bisa dikategorikan jinayat jika pelaku melakukan hal yang dapat membahayakan organ tubuh, baik itu kepala, mata, tangan atau yang lain. Sanksinya sesuai diat yang ditetapkan syariat. Bisa juga terkategori takzir apabila pelakunya melakukan kriminalitas yang terkategori melanggar hak seorang hamba. Bahkan, bisa terkategori kisas apabila sampai menghilangkan nyawa seseorang.


Yang terakhir yang memiliki peran utama ialah negara, berperan dalam pelaksanaan sanksi kepada pelaku. Negara juga yang berperan dalam menciptakan iklim yang kondusif agar perundungan terhadap anak baik dilakukan oleh orang tua sendiri, maupun dari lingkungan sosial tidak terjadi. Caranya dengan melakukan edukasi secara kontinu mengenai kewajiban memberi perlindungan terhadap anak baik di lingkungan keluarga maupun sosial.


Menjaga dan melindungi anak dari kekerasan membutuhkan sistem yang sehat dan nyata pula. Di dalamnya negara berperan menciptakan atmosfer kondusif bagi terwujudnya keamanan bagi anak, masyarakat bahu-membahu mewujudkan apa yang menjadi visi negara bagi generasi, sedangkan para individu masyarakat menjalankan perannya masing-masing sesuai standar syariat. Kondisi seperti  ini akan memastikan terwujudnya tatanan keluarga ideal sebagai institusi pencetak generasi masa depan. 


Dengan penerapan syariat Islam, melalui sistem pemerintahan Islam, tatanan keluarga dalam masyarakat dan negara akan kuat sehingga terciptalah lingkungan yang sehat untuk menyayangi dan mengasuh serta mendidik anak anak dengan baik. Inilah bekal untuk mewujudkan generasi Islam yang cemerlang. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]