Kematian Ibu dan Anak Marak Akibat Sistem Rusak
OpiniSistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan
sejatinya menjadi faktor utama kemiskinan dan ketimpangan ekonomi
_____________________________
Penulis Latifah Mubarokah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah Islam
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan masalah kesehatan yang serius. Namun, tak kunjung selesai terutama di daerah yang jauh dari perkotaan.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung membenarkan bahwa angka kematian ibu dan anak di wilayahnya masih tergolong tinggi dibanding daerah lainnya di Jawa Barat. Kadiskes Kabupaten Bandung Yuli Irnawati Mosjasari mengungkapkan bahwa per tahun 2024, tercatat ada sebanyak 44 ibu meninggal dunia saat melahirkan. Sedangkan bayi yang meninggal sebanyak 407 kasus. (Tribunjabar.id, 12-6-2024)
Sebenarnya ini bukan masalah baru tetapi problem yang terus berulang. Angka kematian ibu dan bayi merupakan dua indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan di suatu negara. Di Indonesia dua hal ini menjadi perhatian pemerintah karena angka kematian ibu dan bayi di tanah air masuk peringkat tiga besar di ASEAN. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, dr. Lovely Daisy, M.K.M., pada acara temu media dalam rangka hari prematur sedunia pada 15 Desember 2023.
Menurut Daisy, berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, angka kematian ibu melahirkan mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka ini kata Daisy, membuat Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di ASEAN dalam hal kematian ibu, jauh lebih tinggi daripada Malaysia, Brunei, Thailand, dan Vietnam yang sudah di bawah 100 per 100 ribu kelahiran hidup.
Menurut Daisy, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain, Indonesia ada di nomor tiga tertinggi. Artinya, perlu ada usaha untuk mempercepat penurunan kematian bayi, mengingat angka kematian bayi yang tercatat mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup dimana dari 1.000 kelahiran hidup bayi-bayi itu, yang tidak akan mencapai usia satu tahun sekitar 17 orang. (Sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Adapun upaya pemerintah untuk mengurangi (AKI) dan (AKB), di antaranya memastikan ibu hamil memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama masa kehamilan, memastikan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dengan fasilitas kesehatan yang memadai, dan memberikan perawatan pasca melahirkan. Namun, upaya tersebut belum terealisasi secara optimal dan menyeluruh sehingga sampai sekarang masih banyak kasus kematian ibu dan anak di negeri ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian ibu dan anak terus terjadi di antaranya, minimnya ilmu yang dimiliki masyarakat terkait bagaimana harus menjaga kesehatan sebelum dan pasca melahirkan; kemudian kurangnya sosialisasi tentang kesehatan menjadikan masyarakat tidak bisa mengatasi apa yang harus dilakukan apabila terjadi masalah pada kesehatannya; juga faktor fasilitas yang tidak mampu menangani masalah masalah kesehatan karena terbatasnya peralatan medis, termasuk tenaga medis serta obat-obatan. Masalah ekonomi pun menjadi faktor lain yang mendorong kesehatan ibu dan anak tidak cepat tertangani.
Dari faktor penyebab di atas kita dapat melihat bahwa sesungguhnya masyarakat belum merasakan hidup sejahtera. Bukan karena mereka tak ingin mendatangi klinik kesehatan, tetapi karena tak memiliki biaya untuk berobat padahal Indonesia dengan kekayaan yang berlimpah harusnya bisa menjadi sumber pendapatan negara untuk kesejahteraan rakyat.
Yang terjadi justru sumber daya alam diberikan pada swasta untuk dikelola sementara untuk kebutuhan dalam negeri lebih banyak berutang. Sumber daya alam yang seharusnya milik umum dan dikelola oleh negara guna menyejahterakan rakyat kini berada dalam cengkeraman segelintir orang yang disebut kapitalis. Maka terjadilah ketimpangan ekonomi yang kaya makin kaya yang miskin semakin menderita.
Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan sejatinya menjadi faktor utama kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Ini karena kapitalisme adalah sistem yang telah memberi kesempatan kepada swasta untuk mengelola kekayaan kolektif rakyat sehingga yang mendapatkan keuntungan besar adalah mereka, sedangkan rakyat tidak merasakan keuntungan dari sumber daya alam yang menjadi haknya.
Sementara negara tidak diberikan peluang untuk mengurusi rakyat, karena ia hanya diposisikan sebagai regulator bagi kepentingan mereka dengan berbagai regulasinya, bukan pengurus rakyat sehingga kebutuhan rakyat menjadi terbengkalai, jaminan kesehatan terpinggirkan.
Karena itu, umat tidak bisa berharap pada aturan kapitalisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Perlu ada perubahan secara sistemik di tengah masyarakat agar dapat merubah tata kelola serta pengurusan yang mewujudkan kesejahteraan dan hanya sistem Islamlah yang dianggap paling kompatibel.
Dalam Islam, kesehatan dan pendidikan ditetapkan sebagai kebutuhan dasar publik, negara bertanggung jawab penuh dalam pemenuhannya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.: "Al-Imam atau kepala negara bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)
Pelayanan kesehatan ditetapkan sebagai jasa sosial yang wajib disediakan secara otomatis oleh negara. Maka jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas akan disediakan oleh negara secara cuma-cuma bagi rakyat di setiap wilayah, baik kota maupun desa sehingga rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah.
Selain itu, sejak dini negara akan melakukan penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui terkait kesehatan ibu dan janin sehingga setiap ibu memiliki ilmu dan memahami bagaimana menjaga kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.
Selanjutnya, agar nutrisi ibu hamil dan anak-anak terpenuhi, maka negara akan membuka lapangan pekerjaan yang luas sehingga setiap kepala keluarga dapat bekerja dan memenuhi gizi anggota keluarganya. Ini diwujudkan dengan mengelola SDA secara mandiri oleh negara. Pengelolaan ini pastinya akan mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap banyak tenaga kerja.
Jika semua ini bisa ditunaikan oleh negara sekarang, tentu jumlah kematian ibu yang melahirkan atau bayi yang dilahirkan akan bisa diminimalkan ini karena fasilitas kesehatan disediakan secara memadai oleh negara dan rakyatnya mendapatkan pelayanan kesehatan cuma-cuma. Semuanya hanya bisa terealisasi ketika aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam pemerintahan sahih warisan Rasulullah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]