Alt Title

Islam Menolak Kekerasan pada Anak

Islam Menolak Kekerasan pada Anak




Dalam sistem yang menjadikan materi sebagai pusat segalanya

anak-anak pun tak luput dari menjadi korban

_____________


Penulis Ani Yunita 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Generasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Anak adalah titipan Ilahi, permata hati yang menjadi harapan masa depan keluarga dan peradaban. Namun, makin hari berita pilu tentang kekerasan terhadap mereka kian sering terdengar, menyayat nurani siapa pun yang mendengarnya.


Lebih menyedihkan lagi, tangan-tangan yang seharusnya merangkul dan melindungi, justru menjadi pelaku luka mereka yang berasal dari lingkaran terdekat seperti keluarga, sahabat, dan orang-orang yang dipercaya.


Dalam berita yang dirilis Kompas.com, pada 14 Juni 2025, seorang balita di Riau menjadi korban penyiksaan oleh orang tuanya sendiri. Kemudian 15 Juni 2025, publik kembali diguncang oleh temuan seorang anak berusia tujuh tahun yang terbaring lemah di lantai Pasar Kebayoran, diduga ditelantarkan oleh ayahnya. (Kumparan.com)


Deretan peristiwa memilukan ini hanyalah sebagian dari potret luka yang lebih luas ketika anak-anak justru terancam di tangan orang-orang terdekat mereka. Kasus pencabulan, inses, dan kekerasan verbal terus bermunculan, seolah berkata tempat aman bagi anak makin langka.


Buah Pahit Kapitalisme


Kasus kekerasan terhadap anak bukan sekadar persoalan individu, tetapi masalah rusaknya sistem kehidupan masyarakat hari ini. Sejak negara ini berdiri dalam naungan sistem kapitalisme, kekerasan serupa telah berulang dan pelakunya tak jarang berasal dari lingkaran terdekat anak.


Tekanan ekonomi yang mencekik, sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak, dan kebutuhan hidup yang terus meningkat menjadi bahan bakar ledakan emosi. Dalam sistem yang menjadikan materi sebagai pusat segalanya, anak-anak pun tak luput dari menjadi korban bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kegagalan negara dalam memberikan perlindungan hakiki.


Tak hanya itu, runtuhnya bangunan keluarga juga menjadi konsekuensi dari penerapan sistem hidup sekuler kapitalistik. Ketika peran orang tua tidak dibangun atas dasar akidah Islam, maka fungsi keluarga sebagai tempat pembinaan dan perlindungan pun hilang arah. Orang tua tidak lagi memahami tugasnya sebagai pendidik generasi karena sistem ini tak pernah mengarahkan mereka ke sana. Alhasil, keluarga yang seharusnya menjadi benteng pertama penjaga fitrah anak, justru berubah menjadi sumber ancaman dan luka bahkan sejak dalam rumahnya sendiri.


Masyarakat yang seharusnya menjadi lingkungan aman dan mendukung tumbuh kembang anak, kini kehilangan fungsi dasarnya. Kontrol sosial lemah, kepedulian nyaris hilang, dan sikap individualisme semakin menguat. Banyak orang lebih memilih diam demi kenyamanan pribadi, meski tahu ada kejahatan atau kekerasan yang terjadi di sekitarnya. Dalam atmosfer seperti ini, anak-anak tidak hanya kehilangan rasa aman, tetapi juga kehilangan harapan akan pelindung dari lingkungannya sendiri.


Semua ini bukanlah sekadar fenomena sosial, melainkan akibat langsung dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem rusak ini mencabut nilai-nilai ketuhanan dari aturan hidup dan menjadikan materi sebagai pusat orientasi.


Rakyat dibiarkan berjuang sendiri, sementara hukum dan kebijakan dibuat hanya untuk melayani kepentingan penguasa dan pemilik modal. Tak heran jika masyarakat hari ini tumbuh dengan mental egois, apatis, bahkan tega melukai anak yang seharusnya mereka lindungi. Inilah potret nyata kegagalan sistem kapitalis dalam menjaga kehormatan dan masa depan generasi.


Lemahnya Hukum, Anak Terus Menjadi Korban


Penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak yang telah direvisi tak mampu menghentikan persoalan kekerasan terhadap anak. Kasus-kasus penganiayaan, pelecehan seksual, hingga ancaman terhadap keselamatan jiwa anak justru terus bertambah dan makin beragam.


Hal ini menjadi bukti bahwa regulasi yang ada belum menyentuh akar persoalan. Hukum yang lahir dari sistem sekuler terbukti gagal memberikan perlindungan nyata dan menyeluruh bagi anak-anak, generasi yang seharusnya dijaga, bukan dilukai.


Faktanya, penegakan hukum saat ini lemah, tidak tegas, dan tidak adil seolah telah menjadi hal yang wajar di negeri ini. Ketika pelanggaran dilakukan, aparat hukum cenderung abai terhadap keadilan, terutama jika korbannya berasal dari kalangan rakyat kecil.


Sanksi yang ringan tidak membuat pelaku jera, bahkan putusan hukum kerap dipermainkan demi kepentingan para pemilik kuasa dan modal. Tak heran, kekerasan terhadap anak terus menjamur tanpa ada efek gentar bagi pelakunya.


Akibatnya sistem sekuler kapitalis telah merusak seluruh tatanan kehidupan. Dengan asas manfaat sebagai dasar, aturan Allah Swt. diabaikan. Pola pikir materialistis menjadikan orang tua lebih fokus mengejar harta, sementara kebutuhan anak akan kasih sayang dan pendidikan dini justru diabaikan. Anak pun kehilangan sosok pendidik sejati di rumahnya sendiri.


Islam Perlindungan Sejati bagi Anak


Tak seperti sistem sekuler kapitalisme, Islam hadir dengan aturan yang bersumber dari wahyu Allah Swt.. Al-Qur’an dan Sunnah yang menyeluruh dan sempurna. Islam menegaskan, orang tua wajib menjadi pelindung, pendidik, dan pemberi rasa aman bagi anak, dalam naungan kasih dan tanggung jawab syar’i.


Oleh karena itu, Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Anfal ayat 27: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul, dan jangan pula mengkhianati amanah yang telah dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahuinya.”


Ayat ini mengingatkan bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt., yang wajib dijaga dan dipertanggungjawabkan oleh orang tua. Maka, peran orang tua bukan sekadar membesarkan, tetapi juga mendidik dan membimbing anak dalam keimanan dan ketaatan. Dalam sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah, akan lahir generasi kuat siap menjadi pemimpin, bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam keimanan.


Bahkan dalam masyarakat Islam, setiap anggota keluarga menjalankan perannya sesuai tuntunan syariat. Suami sebagai pemimpin, istri sebagai pendidik, dan keluarga sebagai fondasi peradaban. Semua berjalan dalam harmoni yang dibentuk oleh sistem Islam yang kokoh dan mendalam.


Islam juga menetapkan sanksi yang tegas terhadap setiap bentuk pelanggaran syariat, termasuk kekerasan terhadap anak. Hukuman yang adil, sesuai kadar kesalahan, diterapkan untuk memberikan efek jera dan mencegah berulangnya kejahatan. Inilah mekanisme kontrol sosial yang efektif dalam Islam, bukan sekadar aturan di atas kertas.


Namun, semua ini hanya dapat diwujudkan secara utuh dalam naungan institusi Islam, yaitu Daulah Islamiah. Hanya dengan tegaknya Daulah, seluruh aturan Islam dapat diterapkan secara menyeluruh (kafah), menjadi solusi hakiki atas seluruh persoalan umat termasuk dalam perlindungan anak. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]