Alt Title

Gaza Membara: Jika Umat Tak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi?

Gaza Membara: Jika Umat Tak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi?



Namun tak ada satu pun negeri yang berani bergerak seolah harapan itu hanya angin lalu. 

Mereka tak bergerak karena fitrah mereka telah terkubur oleh kapitalisme sekuler

_________________________


Penulis Vina

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Nutrisionist


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ketika dunia merayakan Hari Raya Idul Adha dengan gema takbir dan hewan kurban, rakyat G4za kembali dihantam bom. Tak ada jeda kemanusiaan, tak ada rasa hormat terhadap hari suci. Serangan udara Zion*s Isra*l justru makin menggila. Sebanyak 17 warga P4lestina menjadi korban jiwa dalam serangan di G4za bertepatan dengan Idul Adha 1446 H. (BeritaSatu.com, 17-06-2025)


Di sisi lain, Zion*s secara sistematis menutup akses warga ke pusat distribusi bantuan pangan dan obat-obatan, menjadikan kelaparan sebagai senjata pembunuh yang pelan, tetapi mematikan. (BeritaSatu.com, 17-06-2025)


Apa yang sedang terjadi di G4za adalah genosida yang membabi buta. Genosida terhadap umat yang dianggap tak layak hidup hanya karena apa yang diyakininya. Bayi-bayi yang bahkan belum sempat mengucap kata pertama dianggap ancaman oleh penjajah hanya karena mereka lahir sebagai muslim keturunan P4lestina. Sungguh, ini merupakan kejahatan yang telah melampaui batas-batas kemanusiaan.


Dunia yang Membisu

Hal yang lebih menyakitkan dari dentuman bom adalah diamnya dunia. Negara-negara besar yang mengaku sebagai pembela Hak Asasi Manusia (HAM) tak lebih dari penonton di tribun. Mereka menyaksikan bayi-bayi mati kelaparan, anak-anak kehilangan kaki dan tangan, dan para ibu menggenggam tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa, tanpa satu pun tindakan berarti. Tak ada embargo, tak ada tekanan militer, tak ada pasukan perdamaian yang benar-benar berniat menghentikan penjajahan ini.


Lebih tragis lagi, penguasa negeri-negeri muslim pun bungkam. Mereka hanya sibuk membuat pernyataan-pernyataan kosong yang tak pernah diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Tak ada yang mengirim pasukan atau menyatukan kekuatan. Keinginan umat Islam adalah jihad, mengangkat senjata, dan menolong saudara muslim di P4lestina. 


Namun, tak ada satu pun negeri yang berani bergerak seolah harapan itu hanya angin lalu. Mereka tak bergerak karena fitrah mereka telah terkubur oleh kapitalisme sekuler. Sistem yang hanya mengenal untung rugi, hubungan diplomatik, kepentingan dagang, dan stabilitas kurs mata uang. Dalam naungan sistem ini, pemimpin muslim lebih khawatir kehilangan kontrak ekspor-impor ketimbang kehilangan nyawa saudara seiman mereka.


Nasionalisme: Tembok Pemisah di Tengah Umat Muslim


Nasionalisme yang lahir dari rahim Barat telah membelah umat Islam menjadi lebih dari 50 negara yang terpisah-pisah. Setiap penguasa hanya peduli pada batas wilayahnya sendiri. Meski G4za hancur, mereka akan berkata, “Itu bukan urusan kami.” Inilah kejahatan nasionalisme, sebuah tembok buatan manusia yang menghalangi umat untuk saling membantu dan membela satu sama lain.


Dalam Islam, tidak ada batas negara dalam urusan membela nyawa sesama muslim. Satu tubuh umat Islam semestinya bergerak ketika ada bagian tubuh lain yang terluka. Namun, tubuh umat ini kini seolah mati rasa dan tak punya kuasa. Kenapa? Karena tidak ada satu pun institusi pemersatu umat. Tak ada institusi politik yang bisa menggerakkan pasukan dari Turki, Mesir, Malaysia, Indonesia, dan negeri-negeri muslim lainnya untuk bersatu membebaskan P4lestina.


Khilafah dan Jihad


Seruan jihad yang diharapkan umat Islam bukan hanya sekadar berdasar emosional semata. Ini adalah perintah syariat yang nyata. Namun, jihad sebagai tindakan militer untuk membebaskan wilayah kaum muslim yang dijajah tidak mungkin dilakukan tanpa otoritas negara. Terlebih kita semua tahu, tidak ada satu pun bentuk negara saat ini yang berani menyerukan jihad. Sebaliknya, banyak dari mereka justru menjalin kedekatan dengan Isra*l, baik secara publik maupun privat. 


Di sinilah pentingnya menegakkan Khil4fah, sebuah institusi politik Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang berfungsi sebagai pelindung umat (junnah) dan penyeru jihad. Hanya Khil4fah yang akan menjadikan pembebasan P4lestina sebagai agenda politik utama. Hanya Khil4fah yang akan mengonsolidasikan kekuatan umat, menyatukan wilayah-wilayah kaum muslim, dan menggerakkan pasukan untuk membebaskan Al-Quds dan G4za dari penjajahan.


Sebagaimana pernah dilakukan oleh para khalifah sebelumnya, dari Umar bin Khattab hingga Shalahuddin Al-Ayyubi, Khil4fah bukan hanya kisah sejarah, tetapi solusi konkret untuk persoalan umat hari ini.


Menjemput Pertolongan Allah


Namun, Khil4fah tak akan lahir dari langit. Ia memerlukan perjuangan nyata. Dibutuhkan jemaah dakwah ideologis dan konsisten menyerukan pentingnya tegaknya Khil4fah. Jemaah inilah yang terus menyadarkan umat, mendidik mereka dengan tsaqafah Islam, dan menunjukkan bahwa satu-satunya jalan keluar dari penjajahan, krisis moral, dan penderitaan umat adalah dengan meninggalkan kapitalisme sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam secara kafah.


Umat sudah seharusnya tidak hanya menjadi penonton yang bersimpati, tetapi menjadi pelaku perubahan. Kita harus berjuang bersama menjemput pertolongan Allah dengan menjawab seruan dari jemaah dakwah tersebut. Karena sebagaimana janji-Nya dalam Al-Qur'an:


“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)


Darah anak-anak P4lestina telah menjadi saksi kebisuan dunia dan kelemahan umat. Sudah waktunya kita berbuat lebih dari sekadar menangis atau mem-posting berita G4za. Bergerak bukan hanya untuk G4za, tetapi untuk seluruh umat yang ditindas. Bukan dengan ilusi solusi tambal sulam, tetapi dengan jalan sistemik menegakkan kembali Khil4fah Islamiah yang akan menyatukan, melindungi, dan membebaskan. [GSM/MKC]