Akhir Duka Bocah Tak Berdosa
OpiniMaraknya kasus kekerasan pada bayi merupakan imbas
dari aturan yang tidak bisa menghargai nyawa manusia termasuk para balita
__________________
Penulis Ummu Fadiya
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Entah apa yang ada di benak pasangan suami istri berinisial AYS (28) dan YP (24). Tanpa belas kasihan, keduanya tega melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang bayi berusia 2 tahun yang seharusnya diasuh dan dijaganya dengan baik. Peristiwa tragis tersebut terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau pada Rabu (11-6-2025).
Awalnya, ibu korban IS (21), meminta tolong kepada pelaku untuk mengasuh anaknya dengan gaji Rp1,2 juta per bulan. Namun, siapa sangka bukan pengasuhan penuh kasih sayang yang diberikan. Sebaliknya, bocah tak berdosa itu mendapatkan perlakuan sadis penuh kekerasan dan penganiayaan. Banyaknya luka bekas tindakan keji yang ada pada tubuh membuat tubuh mungil itu tak mampu bertahan. Akhirnya, takdir membawanya kembali ke pangkuan Sang Pencipta setelah sehari dirawat di rumah sakit terdekat. (Kompas.com, 14-6-2025)
Kasus Kekerasan yang Makin Marak
Peristiwa tragis yang dialami oleh putri IS tersebut makin menambah daftar panjang jumlah korban kekerasan pada bayi dan balita. Sebelumnya di bulan April 2025, polisi menangkap pria bernama EC (28) yang diduga menganiaya dan mengurung dua balita anak pacarnya di Penjaringan, Jakarta Utara.
Masih di bulan yang sama, seorang balita berinisial MA (4) ditemukan tewas terbakar di dalam kamar kontrakan di Kosambi, Kabupaten Tangerang. Lagi-lagi, balita tersebut juga diduga sebagai korban kekerasan dan penganiayaan. (Okezone.com, 28-4-2025)
Berbagai peristiwa sadis yang menimpa bocah-bocah tak berdosa itu menjadi sebuah fakta miris betapa banyaknya kasus-kasus kekerasan pada bayi dan balita. Hal itu, menjadi sebuah fenomena yang sangat memprihatikan dan menyesakkan dada.
Pelaku Kekerasan yang Makin Sadis
Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada pada anak terutama bayi dan balita membawa cerita luka penuh duka. Episode kekerasan berhias penganiayaan yang menimpa bocah-bocah lucu itu menjadi hal yang begitu dekat dengan dunia mereka. Kenyataan tersebut membuat wajah-wajah lugu itu harus kehilangan senyum cerianya.
Cerita duka bocah-bocah di atas bisa saja terulang kembali. Terlebih lagi, berbagai kasus tindakan kekerasan pada bayi dan balita terus terjadi. Hal itu menunjukkan bahwa makin ke sini, kasus-kasus kekerasan pada usia tersebut makin tak terkendali. Tak cukup sampai di situ, para pelaku juga makin sadis dalam menyiksa korban yang notabene belum mampu untuk membela diri.
Tindakan sadis yang sudah sering meminta korban tersebut tentu harus segera dihentikan. Sebab, jika dibiarkan tanpa penanganan yang serius akan terus terjadi dan menimbulkan banyak keresahan.
Sasaran Empuk Pelaku Kekerasan
Dikutip dari laman KPAI pada 11-2-2025, bahwa selama tahun 2024, data angka kekerasan yang menimpa anak usia <1–5 tahun tercatat paling tinggi. Jumlahnya juga paling besar karena tembus hingga 581 kasus. Parahnya, kasus kekerasan yang terjadi di usia tersebut melibatkan orang tua korban, yaitu ayah kandung mencapai 259 kasus. Sedangkan dari pihak ibu kandung terdata 173 kasus.
Usia bayi hingga balita merupakan fase yang sangat rentan mendapatkan tindak kekerasan dan penganiayaan. Kondisi fisik yang masih lemah menjadikan mereka tak bisa berbuat apa-apa. Parahnya lagi, peran orang tua tak lagi berfungsi karena menyerahkan kepengurusan anaknya kepada orang lain tanpa pengawasan ekstra.
Dari fakta-fakta di atas, usia bayi hingga balita merupakan sasaran empuk bagi pelaku kekerasan. Tubuh mungil mereka ternyata tidak menyurutkan pelaku untuk menghentikan tindakannya yang tak mengenal belas kasihan. Sebaliknya, tubuh kecil itu dianggap sebagai barang mainan.
Imbas dari Aturan Rusak
Maraknya kasus kekerasan pada bayi merupakan imbas dari aturan yang tidak bisa menghargai nyawa manusia termasuk para balita. Hal tersebut tentu bukan sesuatu yang mengejutkan karena pemikiran itu muncul dari cara pandangnya yang jauh dari aturan Sang Pencipta. Di dalam sistem tersebut, nyawa manusia seperti tak ada harganya.
Lebih jauh, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pelaku justru dijadikan tontonan yang bisa ditertawakan. Buktinya, tanpa rasa berdosa mereka tega menyakiti, menyiksa, dan membuat korban tak berdaya di bawah kendalinya. Mereka sepertinya telah kehilangan rasa simpati dan kasih-sayang karena tak memedulikan rasa sakit yang dirasakan oleh korban.
Hilangnya rasa peduli dan kasih-sayang pada diri manusia sesungguhnya disebabkan oleh pemahaman salah kaprah yang sering membuatnya merasa tak enak hati. Sedikit-sedikit mereka dihinggapi rasa emosi yang tak terkendali. Tanpa sadar, apa yang dilakukannya merugikan orang lain bahkan menghilangkan nyawa bocah lucu yang seharusnya mereka lindungi.
Hukuman yang Setimpal
Tindakan keji yang dilakukan oleh pelaku merupakan kejahatan tingkat tinggi. Pasalnya, perbuatan yang dilakukannya berujung pada hilangnya nyawa bocah tak berdosa yang seharusnya dilindungi. Ditambah lagi, ada unsur kesengajaan yang memberatkan karena perbuatannya tersebut justru dibuat dokumentasi.
Semua kejahatan yang dilakukan oleh pelaku harus segera ditindaklanjuti. Hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Intinya, pelaku harus segera dihukum agar tidak punya celah untuk melakukan lagi.
Sayangnya, hukuman yang setimpal belum bisa dijatuhkan kepadanya sebab yang berhak untuk memberikan hukuman harus negara. Sementara itu, institusi yang dimaksud ternyata belum ada. Alhasil, pelaku tindak kekerasan hanya dikenai hukuman penjara yang tidak seberapa lama.
Islam Memuliakan Nyawa
Fakta di atas merupakan bukti bahwa aturan buatan manusia tidak berdaya sama sekali. Sebaliknya, Islam hadir untuk menjaga nyawa dengan solusi hakiki. Penjagaan tersebut menjadi salah satu tujuan dari penerapan aturan syariat yang datang dari Zat Yang Maha Tinggi.
Penjagaan yang diberikan oleh Islam adalah jaminan atas terjaganya nyawa. Jaminan tersebut tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 179 yang artinya: "Di dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal!"
Hal itu menjadi sebuah perlindungan yang sahih agar tidak terjadi tindakan kekerasan yang membahayakan siapa saja termasuk bayi maupun balita. Demikianlah, cara Islam menghargai nyawa manusia.
Hukuman bagi Pelaku Menghentikan Cerita Duka
Tindakan kekerasan dan penganiayaan ada hukumannya dalam Islam. Hanya saja, semuanya tergantung seberapa berat kejahatan yang dilakukannya dan itu tergantung kepada putusan hakim serta menyesuaikan dengan aturan agama.
Sebagai sesuatu yang membahayakan bagi korban, tindak penganiayaan dan kekerasan akan ditindak tegas. Dengan begitu, para pelaku tidak akan berani untuk melakukannya karena sanksinya begitu jelas.
Efek jera yang ada dalam hukum Islam menjadi bukti perlindungan Islam sebagai agama sekaligus panduan kehidupan yang sempurna. Di sana ada perlindungan menyeluruh terkait semua hal termasuk nyawa seorang bayi maupun balita. Dengan begitu, tak akan ada lagi cerita duka berbalut luka wajah-wajah lugu yang tak berdosa. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]