Alt Title

Sekat Nasionalisme Membunuh Nurani P4lestina Terus Dizalimi

Sekat Nasionalisme Membunuh Nurani P4lestina Terus Dizalimi



Inilah penyebab utama mengapa konflik P4lestina tak pernah selesai

Karena tidak ada lagi institusi kekhilafahan yang bisa mengerahkan seluruh potensi umat

___________________


Penulis Nur Hasanah, S.Kom

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Islam


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pecahnya suara takbir, doa, dan isak tangis di jalan-jalan kota dunia dari Asia hingga Eropa adalah ekspresi nyata dari satu hati umat Islam yaitu, kemarahan dan kesedihan atas tragedi kemanusiaan yang menimpa G4za. Global March To G4za (GMTA) adalah salah satu gerakan yang mencerminkan hal ini. Gerakan global lintas negara ini menjadi bentuk nyata solidaritas umat dari berbagai penjuru dunia yang tidak tahan lagi melihat pembantaian atas rakyat P4lestina. (Kompas.tv, 12-06-2025)


Namun, ketika iring-iringan kemanusiaan ini tertahan di perbatasan Rafah, lalu dicegah untuk masuk membawa bantuan bagi warga yang sedang sekarat di Gaza. Satu realitas pahit kembali tersingkap, ‘tidak ada harapan pada lembaga-lembaga internasional maupun penguasa negeri-negeri muslim saat ini’.


Gerakan kemanusiaan seperti apa pun bentuk dan skalanya, pada akhirnya tetap dibenturkan dengan tembok besar yang lebih kuat dari baja, yaitu nasionalisme dan konsep negara bangsa yang telah menjerat umat ini sejak runtuhnya Khil4fah Islam.


Nasionalisme Tembok Besar yang Menyekat Umat


Nasionalisme telah ditanamkan di tengah umat Islam sejak abad ke-19 oleh penjajah Barat. Sejak saat itu, kesatuan umat berdasarkan akidah Islam dihancurkan. Diganti dengan kesetiaan kepada batas-batas geografis buatan kolonial. Dari satu umat menjadi 50 lebih negara-negara kecil. Masing-masing dengan identitas nasionalnya sendiri (nation state). Konsep negara bangsa inilah yang menjelma menjadi tembok pemisah umat Islam.


Apa akibatnya? Ketika saudara mereka dibantai di P4lestina, para pemimpin negeri-negeri muslim tidak bisa bertindak atas nama persaudaraan Islam. Mereka hanya bisa bersikap atas nama kepentingan nasional semata. Bahkan banyak di antara mereka yang secara sadar ikut menjaga batas negara dan kepentingan penjajah daripada membela darah dan kehormatan saudara seiman mereka. Sungguh miris dan menyakitkan sekaligus mengkhianati akidah Islam.


Tertahannya GMTA di Rafah bukan hanya persoalan teknis atau izin. Itu adalah bukti nyata bahwa nasionalisme telah memupus rasa kemanusiaan dan mengalahkan semangat keimanan. Ketika G4za dibombardir yang dijaga justru perbatasan Mesir dan keamanan Isra*l. Ketika anak-anak mati kehausan dan kelaparan, bantuan malah dicegat dan dikembalikan. Lebih menyedihkan lagi, tentara-tentara muslim menjadi pagar pengaman bagi penjajah, bukan perisai bagi rakyat tertindas.


Nasionalisme Racun Pemikiran dan Sejarah Hitam Umat


Dalam Islam, nasionalisme adalah paham yang bertentangan dengan akidah Islam. Islam datang untuk menyatukan umat berdasarkan iman, bukan berdasarkan suku, bangsa, atau batas geografis. Nasionalisme justru mendorong umat membatasi loyalitasnya hanya pada satu bangsa, satu wilayah, dan satu bendera, yang semuanya adalah produk buatan manusia, bukan wahyu Allah.


Secara historis, nasionalisme telah menjadi alat efektif musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Khil4fah Utsmaniah. Gerakan nasionalisme Arab, nasionalisme Turki, dan gerakan separatis lainnya yang didukung oleh Inggris dan Prancis pada awal abad ke-20 berhasil meruntuhkan institusi pemersatu umat, yaitu Khil4fah. Sejak itu, dunia Islam terpecah belah menjadi negara-negara kecil yang mudah dijajah, dikendalikan, dan dipermainkan oleh kekuatan adidaya dunia.


Inilah penyebab utama mengapa konflik P4lestina tak pernah selesai karena tidak ada lagi institusi kekhilafahan yang bisa mengerahkan seluruh potensi umat, baik militer, ekonomi, maupun diplomasi untuk menghentikan kezaliman Zion*s. Kini yang tersisa hanyalah negara-negara lemah dengan penguasa yang lebih takut kepada Amerika daripada kepada Allah Swt..


Arah Pergerakan Umat Harus Bersifat Politik


Saat ini umat Islam tidak boleh lagi terjebak dalam solusi-solusi jangka pendek dan bersifat emosional. Aksi-aksi kemanusiaan memang baik, tetapi tidak akan pernah menyelesaikan akar masalah. GMTA telah menunjukkan bahwa bahkan gerakan global sekalipun tidak bisa menembus dinding nasionalisme dan negara bangsa yang melindungi eksistensi Zion*s Isra*l.


Arah perjuangan umat Islam seharusnya bersifat politik, bukan sekadar kemanusiaan. Fokus utama umat adalah membongkar sekat-sekat negara bangsa dan menyatukan umat dalam satu kepemimpinan Islam global, yaitu Khil4fah. Hanya dengan kembalinya Khil4fah, umat Islam akan kembali memiliki pelindung, penolong, dan pemimpin yang akan mengerahkan kekuatan untuk membebaskan P4lestina dan seluruh negeri yang dijajah.


"Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)


Hadis ini menegaskan bahwa kepemimpinan Islam (Khil4fah) adalah pelindung umat, bukan hanya dalam urusan spiritual, tetapi juga politik, militer, dan kemanusiaan sehingga umat tidak bercerai-berai. Tanpa khalifah, umat tak mampu menghadapi musuh.


Wajib Mendukung Gerakan Politik Ideologis


Umat Islam harus mulai mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang secara konsisten menegakkan Khil4fah Islamiah. Gerakan ini tidak mengenal sekat nasionalisme, tidak tunduk pada sistem kapitalis, dan tidak berhenti pada seruan emosional. Mereka menawarkan solusi politik Islam yang berlandaskan syariat dan sejarah umat.


Mereka juga menyadarkan umat bahwa satu-satunya solusi yang benar-benar tuntas untuk membebaskan P4lestina adalah dengan menghancurkan eksistensi zion*s melalui kekuatan politik dan militer dari sebuah Daulah Islam. Bukan melalui lembaga internasional yang bias dan tidak berpihak. Bukan pula melalui perjanjian damai palsu yang hanya menguntungkan penjajah.


Pilihan Kita, Diam atau Bergerak


Realitas di G4za hari ini adalah cermin bagi umat Islam sedunia. Apakah kita akan terus membiarkan saudara-saudara kita ditindas di balik dinding nasionalisme dan negara bangsa? Ataukah kita akan mulai bergerak secara politik untuk menghancurkan sistem yang menghalangi pertolongan sejati?


Kita tidak boleh lagi berharap pada para penguasa yang menjaga batas-batas nasional buatan kolonial. Kita tidak boleh bergantung pada organisasi internasional yang berpura-pura netral. Kita hanya bisa berharap kepada kekuatan umat yang bergerak dengan akidah, visi politik Islam, dan kesadaran sejarah yang benar.


Nasionalisme dan negara bangsa bukan alat pemersatu, tapi belenggu yang memisahkan kita dari saudara kita. P4lestina tidak akan bebas selama umat ini masih terpecah. Mari kita satukan kembali kekuatan politik umat Islam dan tegakkan kembali perisai kita yaitu, Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]