Global March To G4za Bukti Nasionalisme Halangi Pembebasan P4lestina
Surat PembacaMuncul gerakan aksi Globlal March to G4za
yang bertujuan menekan pihak-pihak terkait agar membuka blokade Gaza sejak Oktober 2023
___________________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA- Upaya pembebasan P4lestina tidak pernah berhenti dilakukan. Genosida yang terjadi terhadap rakyat P4lestina membuat rasa kemanusiaan terusik. Hingga muncullah sebuah gerakan aksi bernama Global March to G4za yang bertujuan untuk menekan pihak-pihak terkait agar membuka blokade Gaza sejak Oktober 2023 lalu.
Aksi ini dimulai sejak 11 Juni 2024 yang diikuti oleh ribuan orang dari 54 negara di dunia termasuk Indonesia yang berkumpul di Kairo, Mesir. Mereka yang ikut aksi ini berasal dari berbagai latar belakang seperti pensiunan, jurnalis, penggiat HAM, dokter, hingga artis seperti Zaskia Adya Mecca, Ratna Galih, Indadari, Wanda Hamidah. (Jurnalpost.com, 14-06-2025)
Peserta aksi ini akan melakukan perjalanan sejauh 50 kilometer ke Al-Arish, menuju perbatasan Rafah yang merupakan gerbang utama untuk masuk ke P4lestina. Mereka mendesak agar aksi genosida segera dihentikan dan bantuan kemanusiaan bisa masuk ke P4lestina.
Sejak dua bulan terakhir Zion*s Isra*l terus melakukan serangan terhadap G4za, menutup akses bantuan makanan, obat-obatan, dan air bersih. Ini makin memperburuk kondisi rakyat P4lestina. Rakyat P4lestina banyak yang mati kelaparan. Inilah yang menjadi pemicu aksi Global March to G4za ini. Rasanya sudah tidak ada cara lain karena berharap pada jalur diplomasi sudah tidak mungkin.
Namun ironis, aksi mulia ini justru tidak seperti yang diharapkan. Ribuan peserta aksi ini justru dihadang, bukan oleh Zion*s Isra*l, tetapi justru oleh tentara Mesir yang notabene adalah muslim padahal mereka datang dengan maksud baik, tidak membawa senjata, tidak ingin membuat gaduh. Sejumlah aktivis sebelumnya juga dideportasi dengan alasan tidak mengantongi izin yang diperlukan.
Dalam cuplikan video yang viral di media sosial memperlihatkan seorang perawat dari Eropa memohon dengan menangis agar diizinkan masuk. Ia mempertanyakan di mana hati nurani para tentara Mesir yang menjaga perbatasan. Ia meminta atas nama cinta dan kemanusiaan agar berdiri bersama saudara-saudara kita di P4lestina.
Tentu ini sebuah tamparan keras bagi kita sebagai muslim yang kepedulian kita tidak sebesar perawat tersebut. Mirisnya kaum muslim sendiri malah berpihak kepada Zion*s. Mesir sebagai negara yang bersebelahan langsung malah menjadi penjaga yang melanggengkan genosida.
Munculnya gerakan ini menunjukkan sikap umat yang marah, kecewa, dan geram. Hal ini menandakan bahwa kita tidak bisa berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan penguasa muslim hari ini. Tertahannya mereka di pintu Rafah adalah bukti bahwa gerakan kemanusiaan apa pun tidak akan pernah bisa memberi solusi atas masalah G4za. Bukan berarti gerakan semacam ini tidak penting, justru semangat ini harus terus digelorakan. Umat harus bangkit dan tidak berdiam diri melihat genosida terhadap P4lestina.
Masalahnya hari ini nasionalisme menjadi penghalang terbesar untuk menyelesaikan masalah P4lestina. Umat Islam disekat oleh nasionalisme sehingga mereka kehilangan nurani dan membiarkan saudara seimannya dibantai di depan mata mereka sendiri.
Nasionalisme adalah konsep negara Barat yang sangat berbahaya. Sejarah telah mencatat bagaimana nasionalisme inilah yang menjadi salah satu sebab runtuhnya institusi negara Islam pada tahun 1924. Umat Islam yang dulunya satu di bawah naungan Khil4fah dipecah menjadi negara-negara kecil. Mereka diperebutkan seperti makanan.
Ketika umat Islam disekat nasionalisme tidak ada lagi istilah umat Islam bagaikan satu tubuh. Satu dengan yang lain disibukkan oleh urusan negara masing-masing. Seperti Mesir hari ini yang tidak bisa berbuat banyak karena mempertimbangkan kepentingan negaranya.
Umat Islam harus bersatu, tetapi tidak hanya fisik dan semangat semata. Melainkan bersatu dalam sebuah gerakan politik yang sahih. Gerakan politik yang memiliki fikrah dan thariqah yang jelas dan konsisten memperjuangkan tegaknya sebuah kepemimpinan politik Islam.
Umat harus bersatu dengan persatuan yang berdasarkan akidah Islam, bukan nasionalisme. Kita butuh kepemimpinan global yang akan menyerukan jihad dan menyatukan kekuatan militer negeri-negeri muslim untuk membela P4lestina. Isra*l memang kuat dan makin kuat karena didukung oleh negara-negara besar seperti Amerika. Akan tetapi, umat Islam jauh lebih kuat jika mau bersatu.
Lihat saja hari ini ketika Iran melakukan serangan balasan ke Isra*l. Mereka sudah panik, iron drome yang diklaim sebagai benteng pertahanan paling canggih ternyata bisa ditembus padahal Iran belum mengerahkan kekuatan militernya secara penuh. Apalagi jika semua negara Islam bersatu, tentu kekuatan yang dimiliki umat Islam akan makin besar.
Tanpa persatuan umat Islam hanya ibarat buih di lautan jumlahnya banyak, tetapi tidak memiliki kekuatan. Hari ini umat Islam dijangkiti penyakit wahn yaitu cinta dunia dan takut mati. Musuh-musuh Islam tidak memiliki rasa takut sehingga terus menzalimi umat Islam dalam semua aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]
Yuli Ummu Raihan