Alt Title

Syawal Kita untuk Palestina Bahagia di Tengah Derita

Syawal Kita untuk Palestina Bahagia di Tengah Derita



Isra*l disinyalir menggunakan makanan sebagai senjata perang

untuk menciptakan krisis kelaparan di G*za


___________________


Penulis Yani Ummu Qutuz

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Pada penghujung Syawal lalu, kembali digelar Majelis Sakinah Cibeunying Kidul, tepatnya pada 28 April 2025 di Masjid Al-Hidayah komplek Padasuka Ideal, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung. Pada kesempatan ini, tema yang diangkat adalah “Syawal kita untuk Palestina, Bahagia di Tengah Derita”. Materi disampaikan oleh Ustazah Susi Rahma selaku Founder Majelis Sakinah.


Sebelum membahas materi utama, untuk menambah keberkahan acara, dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Tilawah Al-Qur'an ini dibacakan oleh salah seorang mustami dari MT sekitar Padasuka. 


Selanjutnya materi dibuka oleh Ustazah Rahma dengan menyampaikan sebuah ungkapan dari Ali bin Abi Thalib, “Hari raya Idul Fitri bukan untuk bajunya baru, tetapi Ied itu adalah untuk yang ketaatannya bertambah." Artinya, jika bicara tentang Ied seharusnya bukan bicara tentang baju baru karena biasanya saat Idul Fitri kebanyakan masyarakat merayakannya dengan mengenakan baju baru. Namun, Ied itu lebih berbicara tentang keimanan yang bertambah. 


Syawal dalam Pandangan Arab Jahiliah 


Ustazah melanjutkan dengan menceritakan bagaimana kebiasaan yang dilakukan di bulan Syawal pada masa jahiliah. Beliau menyampaikan bahwa pada bulan Syawal orang-orang Arab meyakini kondisi susu unta keluar sedikit. Selain itu, ada fenomena orang-orang Arab enggan menikah di bulan ini, dan orang arab menggantung pedang artinya tidak berperang. Ketika Islam datang maka mitos-mitos ini dihapus oleh Islam.


Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw. menikahi Aisyah dan membangun rumah tangga dengannya pada bulan Syawal. Perawi juga berkata bahwa Aisyah dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.


Syawal di Masa Islam 


Syawal artinya bulan peningkatan setelah Ramadan. Pada bulan ini dan bulan-bulan selanjutnya ibadah kaum muslim harus lebih baik dari Ramadan. Namun faktanya, setelah Ramadan aktivitas ibadah seperti tilawah, sedekah, berzikir malah menurun. Boleh jadi kaum muslim saat Ramadan gemar sekali beribadah karena Allah lipat gandakan pahalanya di bulan ini.


Menurut Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan: “Membiasakan puasa setelah Ramadan merupakan tanda diterimanya amal. Sesungguhnya Allah jika menerima suatu amal hamba, maka Allah beri ia taufik untuk melakukan amal saleh setelahnya.”


Yahya bin Muadz juga mengatakan: "Barang siapa beristighfar dengan lisannya sedangkan hatinya bertekad untuk bermaksiat dan azamnya kembali pada maksiat, maka puasanya tertolak darinya dan pintu diterimanya amalan tertutup di depannya.”


Berharap Ampunan Allah


Bulan Syawal seharusnya menjadi bulan ishlah atau perbaikan antara sesama manusia. Seharusnya suasana lebaran menjadi suasana saling memaafkan dari kesalahan yang pernah dilakukan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa seorang hamba jika dia tidak meminta maaf kepada orang yang pernah disakitinya.


Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang berbuat zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apa pun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang ia lakukan hari itu juga, sebelum tidak ada dinar dan dirham. Jika ada baginya amal saleh maka diambillah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebajikan, maka diambillah dari dosanya orang-orang yang dizalimi, lalu dosa-dosanya itu dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi)


Syawal di Pal*stina 


Saat kaum muslim di seluruh dunia bersuka cita merayakan Idul Fitri, berkumpul dengan sanak saudara, dan dirayakan dengan berbagai jamuan khas lebaran. Sementara di Pal*stina, mereka merayakan Idul fitri dalam keadaan berduka. Setelah melaksanakan salat Ied, lalu dilanjutkan dengan salat jenazah bagi warga G*za yang menjadi korban kebiadaban Isra*l.


Kondisi Pal*stina seperti yang diberitakan Al Jazeera bahwa sampai saat ini Isra*l terus melancarkan serangan ke G*za. Hal ini menyebabkan 48 warga syahid dan 142 terluka dalam 24 jam. Total korban sejak 7 Oktober 2023 mencapai 52.615 syahid dan 118.752 terluka.


Kekurangan gizi dan kelaparan juga menjadi ancaman mematikan di G*za, dengan 57 kematian akibat kelaparan, menurut Kementerian Kesehatan Pal*stina. Direktur Rumah Sakit Lapangan melaporkan peningkatan kasus kematian akibat kekurangan gizi, sementara penyakit kulit menular dan menyebar akibat ketiadaan air bersih. Tragisnya, ada bayi lahir tanpa otak akibat ibunya kekurangan gizi.


Isra*l disinyalir menggunakan makanan sebagai senjata perang untuk menciptakan krisis kelaparan di G*za. Kantor Media Pemerintah G*za menyebut bahwa situasi ini sebagai genosida lengkap, dengan tidak adanya air minum, makanan, dan bantuan pangan. Sampai kapan penderitaan rakyat Pal*stina akan terus terjadi?


Akar Masalah Pal*stina 


Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan penyerangan Isra*l. Upaya gencatan senjata sering dilakukan, terakhir pada 19 Januari sampai 1 Maret 2025. Namun, upaya gencatan senjata tak pernah berlangsung lama apalagi menghentikan peperangan karena biasanya Isra*l juga yang melanggar perjanjian damai tersebut. Mengapa demikian?


Ustazah Rahma menjelaskan bahwa orang Yahudi memiliki karakter munafik, mereka tidak pernah menepati janji. Orang-orang Yahudi Isra*l mereka sangat membenci orang-orang Pal*stina karena mereka muslim, bahkan mereka ingin memusnahkan rakyat Pal*stina.


Oleh karena itu, yang menjadi akar permasalahan palestina adalah karena penjajahan Isra*l. Mengapa Isra*l begitu ‘keukeuh’ ingin memusnahkan Pal*stina? Karena wilayah ini berpenduduk muslim. Wilayahnya juga strategis yang sangat menguntungkan bagi penjajah. Sumber daya alam melimpah maka di sana ditanam atau didirikan Isra*l 


Solusi untuk Pal*stina 


Upaya gencatan senjata sering dijadikan solusi untuk menghentikan peperangan. Namun, apa yang dilakukan entitas Yahudi Isra*l dalam gencatan senjata ini hanyalah tipu daya belaka. Mereka melakukan ini untuk mengubah strategi agar bisa lebih brutal lagi menyerang warga Pal*stina. 


Begitu pula solusi dua negara yaitu membagi wilayah Pal*stina kepada Isra*l dan ini adalah jebakan untuk melanggengkan penjajahan Isra*l atas Pal*stina. Secara logika, Pal*stina yang dirampas wilayahnya oleh Isra*l seharusnya mengusir Isra*l dan mempertahankan wilayahnya, bukan malah menyerahkan dengan membagi wilayah pada pihak penjajah, itu namanya bunuh diri.


Lalu bagaimana dengan rencana evakuasi warga G*za ke beberapa negeri Muslim termasuk Indonesia, apakah ini bisa jadi solusi? Merelokasi atau evakuasi rakyat G*za sejatinya adalah pengusiran secara halus kaum Muslim dari tanah Pal*stina. Faktanya, rakyat Pal*stina yang keluar dan tinggal di kamp-kamp pengungsian, mereka sulit untuk kembali lagi ke tanah mereka di Pal*stina.


Menghadirkan Kepemimpinan Islam 


Satu-satunya solusi atas permasalahan Pal*stina adalah dengan mengerahkan seluruh kekuatan kaum muslim untuk berjihad melawan entitas zionis Yahudi Isra*l. Saat ini, kita tidak bisa berharap pada penguasa negeri-negeri muslim untuk mengerahkan tentara mereka ke Pal*stina karena faktanya para penguasa ini tidak punya nyali untuk melawan tuan mereka yaitu Amerika. Kita tahu bahwa Amerika adalah negara penyokong dan pendukung Isra*l.


Oleh karena itu, harus ada kepemimpinan umum (negara besar) untuk menyelamatkan Pal*stina. Negara besar yang dipimpin oleh seorang khalifah. Dia yang memberikan komando untuk melakukan jihad membela Pal*stina. Keberadaan khalifah akan melindungi seluruh kaum muslim, menjaga jiwa, harta, dan kemuliaan mereka.


Saat ini kekhil4fahan belum terwujud, maka manjadi kewajiban kita selaku umat Islam untuk menghadirkan kembali kekhil4fahan di muka bumi ini. Caranya dengan mempelajari Islam kafah dan bergabung dengan kelompok dakwah ideologis agar memahami langkah yang benar penegakkan Khil4fah sesuai yang dicontohkan Rasulullah saw..


Ustazah menutup dengan mengajak ibu-ibu mustami untuk mengkaji Islam, memahaminya, dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan mengkaji Islam intensif kita bisa mengetahui langkah apa yang harus kita lakukan untuk membela Pal*stina. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]