Pinjol Menjerat, Bagaimana Khilafah Melunasi Utang Rakyat?
OpiniMeskipun hal ini bukan yang terjadi sekali atau dua kali
negara kapitalis terbukti tidak mampu melayani rakyatnya
_________________________
Penulis Daun Sore
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Beberapa hari ini, media pelayanan jasa keuangan nampak banyak digandrungi sebagian masyarakat dan menjadi jalan pintas dalam mengakses kebutuhan dan keinginan.
Transaksi pinjaman online (Pinjol) menyebar luas dalam kehidupan masyarakat. Di mana pelaku nasabah pinjol. Sebagian tentu bukan tanpa alasan melakukan pinjaman online, hal ini dapat disandingkan dengan lapangan pekerjaan yang tidak tersebar merata sehingga angka pengangguran semakin naik. Mau tak mau sebagian masyarakat memilih melakukan pinjaman online sebagai alat bantu penopang kebutuhan hidup.
Mengutip dari (cnnindonesia.com, 4-10-2024), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data golongan umur yang paling banyak terjerat utang pinjol hingga menunggak, yang mana pinjaman macet dibagi dalam 4 kelompok umur. Ada debitur berusia <19 tahun, 19-34 tahun, 35-54 tahun, dan > 54 tahun.
Hasilnya, nasabah dengan rentang usia 19 tahun sampai 34 tahun menjadi yang paling banyak terlilit utang pinjol. Ini tergambar dari banyaknya rekening penerima dan outstanding pinjaman sejak Januari 2024 -Juli 2024. Dengan kata lain sebagian daripada nasabah terbanyak dalam transaksi pinjol ini adalah para generasi muda. Melihat hal ini, ternyata banyak pemuda yang terfokuskan pada terpenuhinya tersier sebagai ajang kegengsian diri.
Merebaknya hal ini tentu tak terlepas dari sistem buatan manusia dengan akal yang terbatas. Sistem yang sudah merusak bahkan sebelum ia dipakai, demokrasi kapitalisme. Salah satunya dengan merebaknya kasus pinjol ini, sebagai akibat dari penanganan negara kapitalis yang tidak serius pada rakyatnya.
Penyedia jasa pinjol ini malah menjadi bagian dari "Financial Technology" yang dibentuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan juga pengawasan terhadap seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan.
Melihat pada DJKN (kemenkeu.go.id, 05-07-2021), berbagai fintech menawarkan produk pinjaman "peer to peer landing" (P2P Lending) atau pinjaman online yang dapat diakses dengan mudah tanpa persyaratan yang rumit.
Faktanya, sistem kapitalis yang dibuat dengan akal terbatas bercampur nafsu manusia, akan melahirkan peraturan dengan solusi jangka pendek dan masalah jangka panjang.
Dalam laman kemenkeu.go.id yang sama, ternyata banyak yang memanfaatkan produk pinjaman ini dengan tidak bijak. Mulai dari biaya administrasi tidak transparan yang mengakibatkan para nasabah berisiko membayar utang lebih besar dari kesepakatan di awal.
Belum lagi rendahnya literasi keuangan masyarakat yang berisiko pada kesulitan dan ketidakmampuan penerima layanan dalam membayar utangnya. Berakhir dengan stres dan depresi yang kemudian menjadikan bunuh diri sebagai solusi terakhir menyelesaikan utang yang sudah menumpuk layaknya sampah mengendap.
Meskipun hal ini bukan yang terjadi sekali atau dua kali, negara kapitalis ternyata terbukti tidak mampu melayani rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sampai membiarkan rakyatnya terjerat utang dan tidak memberikan bantuan dalam melunasi utangnya, membuat tak sedikit rakyat yang mengakhiri hidupnya.
Justru pemerintah malah menyediakan layanan pinjaman online bersampul kata legal. Seolah setelah menyediakan layanan ini, masyarakat akan terlepas dari beban finansial.
Lantas, Bagaimana Islam Memandang Hal Ini?
Islam bukan semata agama ritual saja, justru Islam adalah agama sempurna dan kompleks yang mengurusi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari tingkat individu, masyarakat, sampai negara. Islam juga punya aturan dalam membentuk sebuah negara sebagai tempat perlindungan rakyat, yaitu Daulah Khilafah.
Islam juga mengatur bagaimana manusia hidup dalam dunia politik dan pemerintahan, bagaimana manusia dilayani dengan amat serius tanpa kekurangan. Menjadikan Allah Swt. sebagai pembuat hukum dan kedaulatan tertinggi.
Dalam Daulah Khilafah (Kepemimpinan Islam) yang terbukti telah menyejahterakan rakyatnya dalam 14 abad, rakyat tidak ada yang dibiarkan berutang pada siapa pun. Khalifah (pemimpin) dalam Islam tidak akan membiarkan satu orang pun dari rakyatnya tidak terpenuhi. Baik dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, maupun keamanan.
Memenuhi kebutuhan primer adalah tugas utama khalifah sebagai pelayan rakyat. Bahkan efek dari kerapian Khilafah dalam mengatur pos keuangan negara atau Baitulmal, rakyat sudah bukan lagi memikirkan kebutuhan primer, namun diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan pelengkap/sekunder sampai tersiernya.
Jika pun terlihat ada rakyat yang ternyata meimiliki utang dan tidak mampu membayarnya, maka negara ikut wajib melunasi utang tersebut karena negara adalah penjaga dan pemelihara (rĂ¢’in) atas seluruh rakyatnya, tanpa kecuali. Dalam melunasi utang itu pun, Khilafah memiliki mekanisme yang harus diperhatikan dengan menjadikan hukum syarak sebagai acuan berikut:
1. Menyangkut kewajiban bagi siapa yang melakukan pinjaman (berutang), maka bagi individu yang memiliki hutang dan mampu untuk membayarnya. Maka ia wajib membayar utangnya sendiri dan hanya membayar sisa cicilan utang pokok saja. Berbeda jika utang tersebut melibatkan penguasa baik dalam maupun luar negeri sebelum munculnya khalifah, barulah khalifah ikut andil dalam membayarnya dengan ketentuan yang sesuai hukum syarak.
2. Bagi gharimin (orang yang terlilit utang) yang tidak mampu membayarnya, negara membantu membayar dengan mengeluarkan kas zakat dari Baitulmal. Jika kas zakat tidak memiliki dana, maka diberikan dari sumber baitulmal yang lain dalam kitab Nidzamul Islam, karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, hal.128).
3. Utang rakyat yang dibayarkan oleh khalifah, hanya mencakup sisa cicilan utang pokok saja, tidak meliputi bunga, karena syariat Islam dengan jelas mengharamkan bunga. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman.” [QS. Al-Baqarah [2]: 278]. Dalil tersebut mengartikan dilarang untuk menghitung serta membayar sisa bunga utang. (KH. Hafidz Abdurahman (25 September 2015)
Demikianlah beberapa mekanisme yang bisa dilakukan oleh Khilafah dalam menangani beban utang rakyatnya. Dalam menghadapi berbagai masalah di berbagai bidang, Khilafah tidak langsung memberikan bantuan dengan menurunkan uang tunai untuk menyelesaikan masalah rakyatnya, semisal terkait pinjaman online alias utang ini. Namun, Khilafah yang berhukum dengan syarak akan juga terfokus pada solusi jangka panjang bagi rakyat.
Diawali dengan mengembalikan permasalahan pada rakyat, dalam artian negara akan fokus dahulu pada pembentukan penguatan mental, usaha, dan rasa tanggung jawab umatnya. Baru kemudian saat rakyat benar-benar sudah sampai tahap batas kemampuannya, negara akan ikut andil memberi bantuan.
Semata-mata hanya untuk menciptakan umat yang taat dan tunduk atas perintah Allah Swt. dan kemudian khalifah. Bukan solusi jangka pendek dan merusak sebagaimana negara bersistem kapitalisme adaptasi Barat saat ini.
Ini adalah sedikit dari banyaknya bagaimana Islam memecahkan problematik di tengah-tengah umat. Solusi akurat kehidupan seperti ini hanya bisa didapatkan tatkala Islam sudah tegak memimpin dunia.
Kembalinya Islam akan menyadarkan para manusia seberapa busuknya sistem buatan akal manusia, dan seberapa hebatnya Allah yang menjadikan Islam agama sekaligus sistem pengatur kehidupan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]