Alt Title

Think Different!

Think Different!



Konsep berpikir beda ini sesungguhnya juga diterapkan dalam Islam. 

Ini terbukti dengan adanya ratusan ayat dalam Al-Qur'an yang menyebut ulul albab, yaitu kaum yang berpikir atau berakal. Ada pula beberapa ayat yang mengajukan sebuah pertanyaan sebagai bahan kita untuk berpikir 


____________________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Think Different merupakan slogan dari salah satu gadget ternama. Mungkin sobat sudah sering mendengar slogan ini. Slogan ini diusung dengan tujuan mengajak konsumen untuk berpikir beda, yaitu dengan berpikir maju menggunakan teknologi canggih untuk mencapai suatu kebangkitan peradaban. Kali ini saya tidak membahas tentang gadget tersebut, karena saya memang tidak di-endorse. Saya hanya tergelitik dengan slogan yang diusung, Think Different atau berpikir beda.


Konsep berpikir beda ini sesungguhnya juga diterapkan dalam Islam. Ini terbukti dengan adanya ratusan ayat dalam Al-Qur'an yang menyebut ulul albab, yaitu kaum yang berpikir atau berakal. Ada pula beberapa ayat yang mengajukan sebuah pertanyaan sebagai bahan kita untuk berpikir lebih dalam, misalnya pada ayat di Surat Ar Rahman yang bahkan disebut berkali-kali, “Maka nikmat Allah mana yang kau dustakan?”, atau “Afalaa ta'qiluun?” (tidakkah kamu mengerti?), “Afalaa tatafakkaruun?” (tidakkah kamu berpikir?), maupun “Afalaa yatadabbaruun?” (apakah mereka tidak merenung?).


Pola Pikir Sahih


Dalam Islam konsep berpikir dipengaruhi oleh 4 hal, yaitu fakta, penginderaan, otak dan informasi yang didapat sebelumnya. Dimana, sebuah fakta akan diindera oleh panca indera dan kemudian dicerap otak serta dihubungkan dengan informasi yang telah didapat sebelumnya. Apabila fakta yang diindera tersebut kemudian dikaitkan pada kehidupan dunia yang terdiri dari manusia, kehidupan dan alam semesta, dengan apa-apa sebelum kehidupan dunia serta dengan apa-apa sesudah kehidupan, beserta hubungan antara kehidupan sebelum, kini dan sesudah, saat itulah manusia dikatakan memiliki pola pikir yang sahih.


Pola pikir sahih tentu akan melahirkan sesuatu yang akan sesuai fitrah ini manusia, yaitu menentramkan hati dan memuaskan akal. Pola pikir yang sahih, yaitu Islam (aqliyah islamiyah) yang akan menghasilkan pola sikap Islam (nafsiyah islamiyah) sehingga dapat menciptakan suatu kepribadian Islam (sakhsiyah islamiyah) yang unik karena kepribadian yang tercipta merupakan cerminan dari aturan Sang Pencipta.


Menurut salah seorang ulama, pemikir sekaligus politikus Islam yakni Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Nidzamul Islam, tingkat berpikir manusia dalam Islam terbagi menjadi 3, yaitu :


1. Berpikir Dangkal (fikrus sathhiy)


Dimana pada tingkatan ini manusia hanya berpikir tentang fakta yang dapat diindera oleh inderanya. Misalkan, fakta sebuah pohon apel. Di sini, seseorang hanya berpikir bahwa buah apel itu berwarna merah, pohonnya besar, rasanya agak masam.


2. Berpikir Mendalam (fikrul amiq)


Pada tingkatan ini manusiawi mulai berpikir lebih mendalam tentang pohon apel. Pada teori gravitasi oleh Isaac Newton merupakan salah satu contoh berpikir amiq (mendalam). Karena, di sini Isaac Newton tak hanya berpikir pada fakta yang mampu diinderanya saja, tetapi berpikir lebih dalam lagi bagaimana apel tersebut bisa jatuh sehingga muncul teori gravitasi. 


3. Berpikir Cemerlang (fikrul mustanir)


Inilah tingkatan tertinggi dalam berpikir. Di sini, manusia tidak hanya berpikir rasional, tetapi juga mengaitkan adanya keberadaan Allah melalui informasi sebelumnya berupa dalil-dalil. Dari contoh pohon apel tersebut berpikir mustanir adalah dimana seseorang mengetahui tentang warna dan rasa apel, bagaimana bentuk buah dan pohonnya, juga mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada apel, mengetahui manfaat dari apel, fungsi setiap bagian dari pohon, serta mengetahui siapa pencipta apel tersebut, bagaimana apel itu bisa tumbuh, bagaimana pula keterkaitan manusia, alam semesta dan kehidupan pada proses pertumbuhan pohon apel tersebut.


Peradaban Gemilang


Dalam mengubah suatu peradaban tentu harus mengubah umat terlebih dahulu agar bangkit dan mempunyai visi serta misi yang sama untuk menuju perubahan peradaban. Namun, apakah suatu negara yang telah maju bisa dikatakan negara yang telah bangkit? Dan apakah negara berkembang bisa dikatakan negara yang sedang bangkit? 


Kebangkitan hanya akan diraih bila pemikiran sahih telah dimiliki umat. Adapun pemikiran sahih ini akan didapat dengan memberikan pemahaman yang sahih kepada setiap individu. Hal ini karena suatu pemahaman akan berdampak pada persepsi seseorang. Pemahaman yang batil atau keliru berakibat pada pola sikap seseorang sehingga berdampak pada buruknya kondisi umat. Begitu juga sebaliknya.


Karena itu, perlu bagi kita untuk memberikan pemahaman yang sahih dan meluruskan kekeliruan pemahaman yang terjadi selama ini. Sehingga, umat pada akhirnya sepakat dengan visi dan misi yang sama. Visi dan misi yang dituju tentunya hanya menerapkan apa-apa yang aturan Allah secara keseluruhan, tanpa pilah dan pilih karena yang diharapkan hanyalah rida Allah semata. Bila rida Allah telah di genggaman, maka kehidupan yang sejahtera. Dengan adanya visi dan misi yang sama akan terwujud suatu kebangkitan. Dan peradaban gemilang yang rahmatan lilalamin akan terwujud nyata, bukan hanya sebuah khayalan semata.


Permasalahannya, saat ini pola pikir sahih yang semacam ini justru dianggap sebagai suatu pemikiran dan pemahaman yang beda, lain dari yang pada umumnya berlaku di masyarakat. Padahal tak semua pemahaman yang minoritas adalah pemahaman yang salah. Sebaliknya pemahaman yang mayoritas belum tentu merupakan pemahaman yang benar, bukan?


Hal ini karena sebagian besar umat hanya memahami Islam sebagai agama dengan ritual berupa salat, puasa, zakat dan haji. Umat tidak memahami Islam sebagai sebuah ideologi yang mengatur semua lini pada kehidupan manusia. Tak hanya itu, hukum Allah dicampakkan dan diganti dengan hukum buatan manusia, agama dipisahkan dari kehidupan dan sistem kapitalis dijadikan landasan dalam berkehidupan. 


Andai umat telah memahami bahwa Islam adalah sebuah ideologi sempurna yang telah terbukti memiliki masa kegemilangan selama 13 abad, maka kegemilangan itu pasti akan kita raih kembali. Sudah saatnya kini umat Islam mengembalikan lagi kegemilangan yang pernah diraih itu. Memang tak mudah untuk mengubah semua, tetapi selagi ada niat bukankah pasti ada jalan? Wallahualam bissawab. [Dara]