Alt Title

Polemik Pajak THR, Rakyat Terbebani

Polemik Pajak THR, Rakyat Terbebani

 


Negara akan menjamin kesejahteraan rakyat

Mereka tidak dibebani pungutan-pungutan yang memberatkan sehingga penghasilan yang mereka dapat bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya

____________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Tunjangan Hari Raya dikenakan pajak PPH 21  dengan penghitungan menggunakan metode tarif efektif rata-rata (TER) terhitung 1 April 2024. Berbeda dengan pajak THR ASN yang ditanggung pemerintah. Pajak THR pegawai swasta dibebankan kepada masing masing pegawai. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan bahwa kebijakan baru pemotongan pajak THR jelas akan membebani rakyat. Karena dengan metode baru yang diterapkan potongan pajak THR yang dibebankan jauh lebih besar (https://tirto.id, 28/03/2024).


Pungutan pajak THR yang besar bukan merupakan rahasia umum. THR menjadi obyek pajak yang menggiurkan walaupun diberikan setiap setahun sekali tapi nominal yang diterima cukup besar. Tidak heran, hal tersebut terjadi karena pendapatan negara Indonesia bersumber dari tiga faktor yaitu, pajak, non pajak, dan hibah. Penopang kas terbesar berasal dari pendapatan pajak. Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadikan penerimaan pajak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sumber pendapatan pajak memberikan sumbangsih kepada APBN sebesar 80%, sehingga kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah akan dipengaruhi oleh wajib pajak dan upaya optimalisasi penerimaan pajak agar semakin besar.  


Potensi pendapatan Indonesia sebenarnya sangat besar di sektor pengelolaan sumber daya alam. Penerapan kebijakan liberalisasi dan privatisasi melalui Undang-undang menyebabkan  SDA dieksploitasi oleh para kapitalis untuk meraup cuan. Eksploitasi sumber daya alam dalam ideologi kapitalisme telah menimbulkan berbagai masalah diantaranya defisit anggaran yang mengakibatkan negara harus berjibaku menaikan pendapatan dari pajak dan mengambil utang.


Kondisi masih bergantungnya negara pada pendapatan pajak sebagai sumber utama perlu di rubah. Satu-satunya solusi akar rumput yang mampu menyelesaikan problematika hal tersebut yaitu dengan mengganti sistem pengelolaan keuangan negara berdasarkan pandangan hidup Islam.


Dalam Islam sumber pendapatan ada dua yaitu pendapatan tetap dan tidak tetap. Kaum muslim memiliki hak di dalam pendapatan tetap yang masuk ke Baitul Mal berupa fai’, jizyah, kharaj, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram yang pejabat dan pegawai negara, khusus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, serta harta orang murtad.


Pendapatan tidak tetap di antaranya yaitu pajak yang bersifat insidental bergantung kebutuhan yang dibenarkan syarak untuk mengambilnya. Ketika kas baitulmal kosong maka negara dapat memungut pajak atau dharibah dari rakyat untuk menghilangkan dharar bagi kaum muslim.


Pihak yang dikenai pajak adalah kaum muslim yang mampu dan memiliki kelebihan harta. Pajak diambil dengan cara yang makruf juga melihat standar hidup mereka di wilayah tersebut. Karena itu, pajak dalam Islam bukan untuk menambah pendapatan negara, tetapi diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang telah ditetapkan syarak. 


Negara akan menjamin kesejahteraan rakyat. Mereka tidak dibebani pungutan-pungutan yang memberatkan karena penghasilan yang mereka dapat bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Sehingga, pemenuhan kebutuhan hidup yang mencapai taraf memuaskan di tengah masyarakat akan tercapai. Pencapaian hal tersebut tentu perlu diperjuangkan dengan menghadirkan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat guna merealisasikan pengaturan sistem keuangan yang berlandaskan pada kemaslahatan dan pelayanan kepada umat. Dengan demikian, Islam hadir sebagai jalan hidup yang membawa kepada kemuliaan dan rahmat bagi seluruh alam. Wallahuallam bissawwab. [Dara]


Nai Haryati, M.Tr.Bns

Pemerhati Politik dan Ekonomi