Alt Title

Kaum Muslim Dibantai, Dunia Hanya Diam

Kaum Muslim Dibantai, Dunia Hanya Diam

 


Sikap nasionalisme mengantarkan dunia Islam ke dalam perceraian dari status mereka sebagai ummatan wahidah (umat yang satu)

Mereka tidak lagi merasa bersaudara karena akidah 

______________________________


Penulis Irmawati 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Lebih dari 150 hari sudah serangan brutal Zionis terhadap warga Palestina. Kondisi kaum muslim di sana kian mengkhawatirkan. Terlebih Zionis juga tetap menyerang para pengungsi di Rafah sebagai daerah zona aman. Sulitnya bantuan kemanusiaan masuk ke jalur Gaza mengakibatkan kelaparan. Warga Gaza rela memakan kaktus demi bertahan hidup. 


Berdasarkan data United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), selama 7 Oktober 2023-21 Februari 2024 akibat serangan Israel, warga jalur Gaza yang tewas mencapai 29.313 jiwa dan korban luka sejumlah 69.333 orang. 


Rentetan serangan Zionis itu, telah mengakibatkan kehancuran massal dan kekurangan berbagai kebutuhan pokok. Tak hanya itu, Zionis juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan jalur Gaza.


Akibatnya, penduduk di Gaza Utara, mengalami kelaparan. Terdapat 85 persen penduduk harus mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan. Di samping itu, 60 persen infrastruktur telah rusak dan hancur. (Antaranews, 29/02/2024)


Atas genosida Palestina, Mahkamah Internasional (ICJ) gugat "negara Yahudi". Meski demikian, entitas Zionis tetap membombardir Gaza hingga ke arah kerumunan warga yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan. 


Palestina kembali membara. Mereka makin menderita, akibat entitas Yahudi terus melancarkan serangan yang membabi buta. Tak hanya tertuju pada para pejuang Palestina, tapi juga para warga sipil, anak-anak, perempuan, tenaga medis dan jurnalis.


Menjelang Ramadan, dunia dengan penuh suka cita menyambutnya. Merencanakan hidangan apa yang akan disantap ketika sahur dan berbuka. Akan tetapi, tidak dengan saudara kita muslim di Palestina. Kondisi mereka justru semakin memburuk dan memilukan untuk memenuhi kebutuhan perut saja harus bertaruh nyawa.


Sementara itu, penguasa negara-negara tetangga dan para penguasa muslim lainnya enggan untuk membuat gerakan nyata sekecil apa pun. Untuk mendukung kaum muslim kecuali kecaman maupun kutukan semata.


Tak sedikit juga, yang memilih diam menyaksikan penderitaan mereka. Bahkan Mesir sebagai negara terdekat dari Palestina, malah membangun tembok beton tinggi di samping perbatasan dengan jalur Gaza.


Adapun bantuan yang diberikan para penguasa hanya berupa bantuan pangan sebagai penyambung hidup bagi mereka. Akan tetapi, tak mampu mengeluarkan Palestina dari penderitaannya. Sejatinya bantuan yang dibutuhkan Palestina adalah tentara yang membantu perjuangan mereka. 


Sungguh sangat disayangkan, dunia hari ini tak lagi berpihak pada penderitaan warga Palestina. Tak peduli berapa banyak korban perlu membayar rasa keadilan dan kemanusiaan, pengajuan senjata ditolak PBB, bahkan Amerika justru memberikan bantuan terhadap Israel. Amerika yang menjadi episentrum demokrasi yang mengusung HAM dinilai hanya omong kosong belaka. Faktanya yang terjadi adalah penghianatan akal sehat dan standar ganda. 


Apalagi atas dalih untuk menjaga stabilitas internasional antara negeri-negeri Timur Tengah dengan negeri-negeri Barat sangat memuakkan. Hanya untuk menjaga hubungan diplomatik negeri-negeri Timur dengan negara-negara Barat, nyawa warga Palestina menjadi taruhannya. 


Bagi mereka ini adalah sebuah jalan untuk meredam kejahatan Israel yang telah terjajah sejak puluhan tahun. Akan tetapi, tidak juga membuahkan hasil justru pembantaian makin meningkat.


Mirisnya, bukannya mengakui kesalahan Barat yang dipimpin oleh Amerika, justru menimpakan kegagalan mereka mewujudkan dunia yang adil dan sejahtera kepada kaum muslim. Mereka tak henti menuding umat Islamlah yang mengganggu stabilitas dunia. 


Ini menunjukkan lemahnya mental negeri-negeri muslim terhadap intervensi Barat yang semakin membebek. Ketakutan terhadap intervensi politik yang merugikan dan mengancam stabilitas nasional negerinya. Untuk kepentingan itu, mereka membangun narasi seolah-olah umat Islam biang kehancuran dunia, sehingga dimusuhi oleh warga dunia.


Di mana kaum muslim? Di saat darah telah tumpah di tanah yang diberkahi Palestina, kiblat pertama, tanah kelahiran para Nabi, tempat para ulama dibesarkan, hingga saat ini mewariskan jiwa-jiwa para syuhada. Inilah malapetaka dari sikap nasionalisme yang ditanamkan Barat di negeri-negeri muslim pasca kekhilafahan Islam di Turki berhasil mereka bubarkan pada 1924 silam. 


Mayoritas penguasa dengan sikap nasionalisme di negeri-negeri muslim menyebabkan tidak punya sense of belonging terhadap Tanah Suci. Mereka lebih sibuk dengan urusan negeri mereka sendiri. Sehingga tidak peduli atas tragedi yang menimpa negeri-negeri muslim lainnya. Kepeduliannya nyaris sekadar pemanis bibir semata. 


Sikap nasionalisme tersebut mengantarkan dunia Islam ke dalam perceraian dari status mereka sebagai ummatan wahidah (umat yang satu). Mereka tidak lagi merasa bersaudara karena akidah. Mereka tercerai-berai dalam sekat negara bangsa. Mereka seperti buih di lautan yang diperebutkan oleh orang-orang kafir. 


Semestinya, dasar persaudaraan satu akidah itu tidak boleh luntur oleh sekat negara bangsa. Saudara sesama muslim harus saling mencintai. Karena itu, dengan tali persaudaraan ini kita tidak boleh mendiamkan Palestina dan wajib bagi kita membelanya dari kezaliman penjajah Yahudi Israel.


Dengan demikian, bentuk pembelaan terbaik untuk saudara muslim kita di Palestina adalah jihad. Akan tetapi, seruan jihad itu terhalang sekat nasionalisme kecuali satu-satunya dengan adanya institusi negara Islam. Dengan penerapan Islam secara keseluruhan, tidak ada lagi persoalan sekat nasionalisme karena tidak dikenal dalam Islam.


Sistem pemerintahan Islam satu-satunya kepemimpinan yang mampu memobilisasi militer di seluruh negeri-negeri Islam yang berada di bawah naungannya. Kebutuhan kaum muslim terhadap sistem pemerintahan Islam memerlukan upaya serius untuk mewujudkannya. Bukan semata janji dari Allah ataupun kabar gembira dari Rasulullah saw., sehingga negara Islam muncul tiba-tiba.


Oleh karena itu, untuk mewujudkannya perlu bersungguh-sungguh memperjuangkan dan siap berkorban dalam upaya penegakannya. Wallahualam bissawab. [SJ]