Alt Title

Menggantung Asa di Langit Istanbul (Bagian 13)

Menggantung Asa di Langit Istanbul (Bagian 13)

 


Cahayanya yang indah menemani kami menuju perjalanan pulang

Esok dan esoknya lagi, dakwah harus terus berjalan, sampai Allah Swt. memberikan janjinya, bahwa kemenangan akan diberikan kepada orang-orang yang yakin

______________________________


Penulis Rumaisha

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, CERBUNG - "Sulit aku percaya, hari ini bisa menginjakkan kaki lagi di Kota Bandung, setelah dua tahun kutinggalkan. Hari ini juga adalah Ramadan kedua dalam perjalanan hidupku," gumam Yusuf, sambil mengenang kembali rentetan peristiwa yang telah dialami.


Waktu itu, setelah Yusuf mengambil sikap untuk meninggalkan tempat sementara dan berpamitan kepada Ustaz Anwar, ia bersafari mengelilingi berbagai kota di Indonesia. Ia ingin menyaksikan dari dekat tentang fakta kehidupan umat Islam.


Hari ini, kedatangan Yusuf kembali, berencana akan mengunjungi Umar di penjara yang ada di Kota Bandung, sekaligus menjemputnya. Masa tahanan sudah dijalani oleh Umar dengan penuh kesabaran.


Umar, sahabatnya ini, telah dipenjarakan karena kasus dakwah yang selama ini dilakukannya. Umar dilaporkan karena berdakwah mengajak masyarakat kepada penerapan Islam kafah dan khilafah. Karena bersikukuh dengan keyakinannya, ia pun didelik pidana dan dijebloskan ke penjara.


Pihak terkait beralasan, dakwah Umar akan memecah belah NKRI. Padahal, Umar dan yang lainnya tidak pernah mengangkat senjata atau aktivitas lainnya yang bersifat fisik. Dakwah yang dilakukannya selama ini adalah dakwah pemikiran, memahamkan umat, mengajak umat berpikir tentang kewajiban menerapkan hukum Allah tegak kembali di muka bumi ini.


Yusuf tidak habis pikir, negeri ini adalah mayoritas muslim, tetapi mengapa para pengemban dakwah seperti Umar dan yang lainnya yang bersuara lantang menolak kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat justru dianggap radikal. Padahal, tujuan mereka mulia, ingin memperbaiki negeri ini dari kerusakan sistem yang tidak menerapkan hukum Islam kafah.


"Aku saja yang baru masuk Islam memahami, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran. Khilafah adalah ajaran Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Lantas apa yang mereka takutkan?" Tanya itu berkecamuk dalam dada.


Yusuf masih ingat pesan What'sApp yang diterimanya dari Umar.


[Assalamualaikum. Sahabatku, Yusuf. Sebenarnya aku diberi pilihan oleh mereka, berhenti dakwah menyuarakan Islam kafah dan khilafah dan bisa bebas beraktivitas seperti biasa kalau tidak berarti tetap di penjara? Tetapi, aku memilih untuk tetap berdakwah. Aku teringat ketika Rasulullah saw. ketika ditawari tahta, harta, dan wanita asal berhenti untuk dakwah kepada Islam. Beliau waktu itu menjawab dengan lantang, "Sekali pun matahari diletakkan di tangan kanan dan bulan di tangan kiri, Aku tidak akan berhenti dari dakwah ini sampai maut menjemputku."]


Yusuf bangga mempunyai sahabat seperti Umar. Pendiriannya begitu teguh, akidahnya sudah mengkristal dalam dada.


Tidak terasa, Yusuf sudah berdiri di depan lapas Sukamiskin. Setelah melewati para penjaga yang menanyakan identitas, Yusuf dibawa ke tempat berkunjung. Di ruangan itu hanya ada dua bangku panjang dan sebuah meja. Di situlah para tahanan biasa bertemu dengan keluarganya atau orang yang ingin mengunjunginya.


Yusuf masuk ke ruangan, di sana Umar dan yang lainnya sudah menunggu. Yusuf sengaja datang menjelang buka puasa. Ia membawa makanan yang banyak untuk buka. Karena Yusuf tahu, makanan di penjara ala kadarnya. Bagaimanapun, mereka harus menerima apa pun yang diberikan oleh pihak lapas. Mereka semua tampak gembira.


"Assalamualaikum," sapa Yusuf.


"Waalaikumssalam," Umar menjawab salam pertama kali diikuti oleh yang lainnya.


Umar yang pertama-tama bersalaman dan memeluk Yusuf.


"Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan, Umar," ucap Yusuf.


"Selamat menjalankan puasa Ramadan juga, Yusuf," balas Umar.


"Apa kabarmu selama ini?" tanya Yusuf 


"Aku sehat-sehat saja," kata Umar sambil tersenyum.


Yusuf tidak melihat sedikit pun keletihan di wajah Umar, juga wajah-wajah yang lainnya. Semua menunjukkan keceriaan. Mereka adalah sesama tahanan yang sudah tercerahkan pemikirannya oleh dakwah Umar.


Indahnya hidup dalam ikatan akidah. Saling support dan menguatkan satu dengan yang lainnya. Padahal, mereka dari suku yang berbeda, tetapi Islam telah melebur mereka menjadi satu. 


"Bagaimana pengalamanmu selama ini berkeliling Indonesia? Bagaimana keadaan saudara-saudara kita?"


Umar tahu, Yusuf sering bepergian ke pelosok-pelosok untuk melihat keadaan saudaranya dari dekat. Yusuf pergi dengan para Ustaz yang sudah lebih dulu memahami Islam dan berjuang dalam memahamkan umat.


"Mereka, muslim Indonesia bahkan dunia sedang tidak baik-baik saja. Kezaliman penguasa yang menjadi antek Barat begitu membuatku marah. Aku menyaksikan kemiskinan terhampar di mana-mana, banyak para Ustaz yang ditangkap hanya karena mengkritisi penguasa. Padahal, ini adalah Ramadan kedua bagiku, tetapi mungkin Ramadan yang ke sekian kalinya bagimu dan yang lainnya. Apakah sudah ada perubahan atau tambah buruk dari Ramadan sebelumnya?" Yusuf balik bertanya.


"Ya, benar. Ramadan tahun ini masih seperti tahun-tahun sebelumnya, Ramadan masih berselimut duka. Miris memang, kondisi kaum muslimin ketika tidak ada seorang pemimpin bagi umat Islam seluruh dunia. Betul sekali apa yang kamu ceritakan, inilah kondisi umat Islam saat ini. Lemah, tak berdaya, dan menjadi santapan manusia-manusia yang rakus, yang haus akan gemerlapnya dunia," jawab Umar.


"Semoga ini Ramadan terakhir tanpa khilafah. Aku ingin merasakan hidup di bawah naungannya. Merasakan berkah dari langit dan bumi melingkupi dunia," doa Yusuf, diikuti kata aamiin dari yang hadir.


Azan magrib berkumandang. Semua  berbuka dengan makanan yang dibawa dari luar. Semua makan dengan lahap, maklum jarang menyantap makanan yang seperti ini. Walaupun di penjara, mereka tetap bersyukur bisa menjalani ibadah Ramadan ini dengan penuh keimanan.


"Aku harap kalian terus bersabar selama masih di tahanan ini. Tetaplah mengajarkan Islam bagi mereka yang ingin belajar. Yakinlah suatu saat fajar kemenangan itu akan segera terbit," kata Yusuf berapi-api.


"Seperti kalian ketahui, hari ini aku lepas dari kungkungan jeruji besi ini. Semoga kita bisa bertemu dan berkumpul di tempat yang lebih baik, suatu saat nanti," kata Umar. Ia memberikan alamat dan nomor kontaknya, agar bisa saling memberikan informasi.


"Berkunjunglah kepada kami, sekali-kali, Umar, Yusuf," kata seorang teman kami dari Palembang.


"Insyaallah," jawab Umar.


"Kalau aku bebas nanti, aku ingin bergabung dengan kalian untuk memperjuangkan Islam," kata Usman, yang memahami Islam ketika di penjara.


"Akan kutunggu saat itu tiba," sahut Yusuf.


Sebelum Umar dan Yusuf  meninggalkan penjara, mereka saling berpelukan. Di antara mereka ada yang berlinang air mata, yang lainnya tertunduk dengan wajah ditekuk. Perpisahan ini membuat semua yang hadir terharu. Begitulah hidup. Bagai awan di langit. Bertemu tuk berpisah lagi.


Dua orang penjaga mengantar kami keluar. Kami menuju taksi yang sebelumnya sudah dipesan. Rasanya seperti mimpi. Yusuf seakan tak percaya bahwa Umar telah benar-benar bebas.


"Ke mana kita pergi sekarang?" tanya Yusuf ketika sudah berada di dalam taksi.


"Terserah kamu sajalah, Yusuf," jawab Umar.


"Uang simpananku lumayan banyak, nantilah aku ceritakan suatu hari nanti. Bagaimana kalau kita mengunjungi kampung halaman kita, rumah kita, rumah besar kaum muslimin? Pastinya setelah berkunjung dulu ke rumah orang tuamu. Mereka pasti senang mendengarmu sudah bebas," kata Yusuf.


"Apa, katamu kita berkunjung ke Istanbul, rumah besar kaum muslimin?" Dari mana aku punya uang untuk ongkosnya?


"Tenang saja, semoga Allah memudahkan rencana kita," kata Yusuf.


Bulan menerangi mayapada. Cahayanya yang indah menemani kami menuju perjalanan pulang. Esok dan esoknya lagi, dakwah harus terus berjalan, sampai Allah Swt. memberikan janjinya, bahwa kemenangan akan diberikan kepada orang-orang yang yakin. [SJ] 


Bersambung