Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan
Analisis
Kaum perempuan telah diseret oleh sistem kapitalisme jauh dari peran yang sesungguhnya. Kapitalisme memberikan dukungan kepada mereka untuk turut mencari nafkah dan berakibat fatal
Ketika mereka lalai akan tugasnya sebagai pendidik generasi, maka menimbulkan problematika baru untuk kelangsungan generasi bangsa
_________________________
Penulis Saima, S.I.P
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Dilansir dari kumparan.com, Kamis, 18/01/2024, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang ia lahirkan di kamar mandi. Motif dari tindakan mengerikan ini diduga terkait dengan faktor ekonomi, yang mana ibu tiga anak tersebut merasa terdesak secara finansial. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak di kebun milik warga sekitar.
Sistem Kapitalisme Menghancurkan Fitrah Keibuan
Ibu adalah madrasah atau pendidik utama dalam rumah tangga. Keberhasilan sebuah keluarga tidak luput dari peran penting seorang ibu dalam mengurus keluarganya. Lalu bagaimana jika seorang ibu dijadikan salah satu harapan dalam penopang nafkah keluarga, bahkan mendapat dukungan dan dorongan dari negara?
Problematika hidup akan terus datang bertubi-tubi selama sistem kapitalisme sekuler masih diterapkan saat ini. Para keluarga terkhusus seorang ibu yang harus memutar otak agar kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Ibu harus berhadapan dengan masalah ekonomi yang terus menerus menghimpit, di saat harga kebutuhan pokok terus melambung. Belum lagi mahalnya biaya pendidikan dan pengobatan ketika sakit menambah beratnya penderitaan.
Di sisi lain banyak suami yang tidak memiliki pekerjaan sehingga menambah beban yang harus ditanggung oleh seorang ibu. Bahkan ada para ibu yang harus rela pergi meninggalkan anak-anaknya dan keluarganya demi bekerja sebagai TKW di luar negeri. Berbagai macam problem ini membuat para ibu depresi yang pada akhirnya berujung melakukan hal di luar kendali. Hal ini dikarenakan sistem sekularisme kapitalisme hari ini telah menorehkan luka yang mendalam bagi perempuan, termasuk seorang ibu.
Persoalan depresi yang dialami perempuan merupakan persoalan yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, solusi untuk mengatasinya harus tepat dan komprehensif. Tak cukup solusi dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya saja. Di sini juga diperlukan peran masyarakat dan negara untuk mengatasinya. Bukan sekadar peran individu dan keluarga saja.
Kapitalisme Menyeret Perempuan Untuk Bekerja
Dalam sistem perekonomian kapitalisme, peran perempuan menjadi sangat penting. Bahkan perempuan menjadi salah satu alasan yang dipakai terus menerus untuk diberdayakan dan bahkan negara mendukungnya. Walhasil peran seorang ibu semakin jauh dari fitrahnya.
Kaum perempuan telah diseret oleh sistem kapitalisme jauh dari peran yang sesungguhnya. Kapitalisme memberikan dukungan kepada mereka untuk turut mencari nafkah dan berakibat fatal. Ketika mereka lalai akan tugasnya sebagai pendidik generasi, maka menimbulkan problematika baru untuk kelangsungan generasi bangsa.
Perempuan jika dipaksa untuk keluar rumah mencari nafkah, maka tidak heran jika terjadi banyak kasus di masyarakat. Seperti terjadi perceraian akibat ketimpangan ekonomi antara istri dan suami (gaji istri lebih besar daripada suami), pelecehan seksual yang mereka dapatkan, anak-anak yang terabaikan yang kemudian melakukan tindak kejahatan, mulai dari kasus pencurian, terjerat narkoba, pornografi, pergaulan yang salah, hingga pembunuhan. Bahkan setiap detiknya kian bertambah kasus yang menimpa generasi bangsa karena lepas kontrolnya peran seorang ibu.
Akibat sistem sekuler kapitalisme kasus tersebut menjadi hal yang lumrah. Kita perlu memperhatikan secara ideologis bahwa sekuler kapitalisme mengajarkan paham hak asasi manusia sebagai basis seseorang untuk bebas bertindak dan berekspresi. Selama konsep ini masih menjadi pijakan di negeri ini, Undang-Undang yang kemudian dibuat akan berbasiskan paradigma itu.
Islam Melindungi Fitrah Keibuan
Sementara dalam sistem Islam, perempuan begitu dimuliakan. Islam tidak mewajibkan kepada perempuan apalagi seorang ibu untuk mencari nafkah. Segala kebutuhan hidupnya akan dipenuhi oleh suami, wali, atau negara. Sehingga fitrah keibuan tetap terjaga yakni sebagai ummun warobatul bait yakni ibu sekaligus pengatur rumah tangga dan sebagai madrasah pertama dan utama dalam mencetak generasi cemerlang.
Mulianya seorang ibu ialah saat ia dengan penuh keikhlasan mengandung, melahirkan, dan menyusui anaknya. Kemuliaan terbesar yang diberikan Allah bagi seorang wanita ketika ia menjadi seorang ibu. Kedudukan mulianya seorang ibu dalam Islam digambarkan dalam hadis Rasulullah saw. dari Abu Hurairah ra, telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan ia berkata : “Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Rasulullah menjawab, “ibumu” "kemudian siapa?” tanyanya lagi. ”ibumu,” jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, ”kemudian siapa? ”ibumu.” “Kemudian siapa?" tanya laki-laki itu lagi. “kemudian ayahmu,” jawab Rasulullah. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Artinya perempuan ketika menjadi ibu dimuliakan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang ayah.
Kemudian peradaban Islam telah mencetak ibu yang mampu melahirkan generasi cemerlang hingga terlahir para fuqaha, seperti Imam Ahmad, Imam Syafi'i, dan yang lainnya dari jaminan sistem pendidikan Islam. Semua terjadi karena dua hal, yakni penjagaan Islam terhadap pentingnya peran keibuan bagi kaum perempuan dan sistem pendidikan berkualitas yang berlandaskan akidah Islam.
Ketika semua kebutuhan terpenuhi dengan mudah, maka seorang perempuan tak akan terbebani untuk bekerja menafkahi dirinya sendiri atau keluarga. Tetapi Islam memberikan penjagaan dan perlindungan kepada perempuan dengan mendukungnya untuk menjalankan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu bagi generasi. Sebuah status mulia yang diberikan oleh Allah kepadanya sebagai tiang negara. Di tangan seorang ibu lah estafet kehidupan berikutnya dipertaruhkan. Maka, kebanggaan menjadi seorang istri dan ibu menghujam kuat dalam dirinya. Kalaupun ia ingin bekerja, ia lakukan semata-mata untuk menyumbangkan hasil karya, potensi, atau tenaga yang ia miliki agar bermanfaat bagi umat.
Kemudian perpaduan antara sistem sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh peradaban Islam akan mewujudkan jaminan kesejahteraan dan kemuliaan yang hakiki bagi para perempuan. Yang mana perempuan sebagai ibu menjadi pilar bagi bangunan keluarga dan pembentukan generasi yang Islami berkat hukum-hukum perwalian laki-laki dan peran negara yang kuat. Para perempuan terbebas dari kemiskinan dan terlindungi dari berbagai bentuk eksploitasi ekonomi. Semua ini dapat terealisasi karena kebijakan ekonomi dan politik dalam sistem Islam yakni khilafah berdasarkan pada syariah yang agung.
Semua akan tercapai ketika tata kelola harta milik umum dan negara secara mandiri dijadikan sebagai penopang tersedianya anggaran belanja negara untuk menyejahterakan masyarakat. Kebijakan ini secara adil diterapkan kepada seluruh masyarakat melalui distribusi harta secara tepat untuk memenuhi kebutuhan pokok individu maupun kebutuhan kolektif. Bisa kita bayangkan betapa terjaminnya hidup masyarakat saat itu termasuk di dalamnya perempuan.
Satu-satunya sistem yang mampu memberikan solusi dari berbagai macam persoalan hidup manusia adalah sistem yang diberikan oleh Allah Swt. dengan seperangkat aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa, yaitu penerapan sistem Islam secara kafah. Kini saatnya kita menjadi umat yang satu untuk memperjuangkannya agar tidak ada lagi bayi dan perempuan yang menjadi korban kejahatan sistem kapitalisme. Allahuakbar! Wallahualam bissawab. [GSM]