Alt Title

Membangun Infrastruktur dengan APBN Islam

Membangun Infrastruktur dengan APBN Islam

 


Tingginya utang RI salah satunya dipicu oleh banyaknya proyek strategis negara (PSN) yang mangkrak. Setidaknya pada Juli (2023) ada 58 PSN mangkrak. 

Proyek-proyek ini memiliki nilai investasinya mencapai Rp 420 triliun. Parahnya lagi, dari berbagai proyek strategis ini tidak memberikan manfaat yang maksimal untuk rakyat.

_______________________________________


Penulis Heni Rohmawati, S.E.I.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Rakyat Indonesia ketar ketir dengan jumlah hutang RI saat ini yang berjumlah Rp 8.041 triliun menjelang berakhirnya kepemimpinan Jokowi. Direktur Institut for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memperkirakan jumlah utang di rezim ini akan mencapai Rp 8.500 triliun di akhir masa jabatannya. (bisnistempo[dot]co, 30/12/2023)


Sementara itu diungkap salah anggota DPR XI bahwa hutang Republik Indonesia bukanlah Rp 7.879 triliun pada Juni (2023), melainkan Rp 20.750 triliun. Hal ini berdasarkan perhitungannya utang pemerintah untuk menggaji Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk TNI dan Polri yang mencapai Rp 4.500 triliun. (CNBCIndonesia, 13/6/2023)


Dampak Utang bagi Rakyat

Besarnya jumlah utang ini mengharuskan negara harus mencicil utang berikut bunganya yang menghabiskan setidaknya Rp 1000 triliun per tahunnya. Maka wajar apabila jumlah utang yang besar ini akan menghambat pembangunan. Mengingat pemerintah akan mengerahkan segala cara agar saat jatuh tempo bisa membayar cicilan utang dan bunganya. Akhirnya pemerintah menjadi kurang memprioritaskan rakyatnya.


Penyebab Utang Membengkak

Tingginya utang RI salah satunya dipicu oleh banyaknya proyek strategis negara (PSN) yang mangkrak. Setidaknya pada Juli (2023) ada 58 PSN mangkrak. Proyek-proyek ini memiliki nilai investasinya mencapai Rp 420 triliun. Parahnya lagi, dari berbagai proyek strategis ini tidak memberikan manfaat yang maksimal untuk rakyat.


Proyek macet ini terjadi pada proyek MRT, tol hingga pelabuhan. Sungguh miris. Sekadar makan saja rakyat masih kesulitan, sementara biaya PSN Rp 420 triliun menguap begitu saja pada proyek mangkrak. Pada sisi lain, berbagai kebutuhan rakyat yang mendesak tidak segera dituntaskan, seperti jalan rusak, jembatan, sekolah, serta berbagai fasilitas umum. 


Salah Kelola APBN

Semua keadaan ini tidak terlepas dari tata kelolaan APBN yang salah. Padahal apabila melihat potensi kekayaan alam Indonesia, seharusnya penduduk di negeri ini bisa hidup sejahtera. Sayangnya, semua disebabkan aturan yang diterapkan di negeri ini, yakni sistem kapitalisme sekuler yang lebih mengutamakan para pemilik modal ketimbang rakyatnya sendiri. 


APBN Indonesia yang tidak dapat dipungkiri bercorak kapitalisme. Negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme memiliki postur APBN yang sulit bahkan mustahil bisa menyejahterakan rakyatnya. Dengan pendapatan negara yang dianggarkan sebesar Rp 2.083,3 triliun dan pengeluaran yang dianggarkan Rp 3.301 triliun. Terjadi defisit sebesar Rp 522,8 triliun. 


Untuk membiayai defisit anggaran pada tahun 2024 pun pemerintah Indonesia sudah menarik utang luar negeri baru Rp 600 triliun. Tentu ini akan semakin menambah beban APBN Indonesia di masa yang akan datang. (m[dot]antaranews[dot]com, 18/12/2023)


Dari pos pendapatan APBN tersebut pendapatan tertinggi masih bertumpu pada pajak, yaitu Rp 1.989 triliun. Beban rakyat semakin berat. Kesejahteraan masih menjadi mimpi jauh di negeri ini.


Inilah gambaran APBN dalam sistem kapitalisme. Sungguh miris kehidupan rakyat yang terus menerus dibebani pajak karena pendapatan negara terbesar adalah dari pajak. Sementara kehidupan rakyat masih dalam kubangan kemiskinan yang sangat dalam.


APBN Islam Menyejahterakan

Islam mempunyai konsep yang khas akan penyusunan APBN yang dapat menyejahterakan rakyat sekaligus membangun infrastruktur tanpa harus berutang atau mengundang investor asing. Dalam APBN Islam memiliki beberapa pendapatan yaitu, pos pendapatan negara, pos pendapatan dari kepemilikan umum dan pos sedekah. 


Pendapatan dari kepemilikan negara meliputi fai, kharaj, jizyah, khumus dan sebagainya. Pos pendapatan dari kepemilikan umum meliputi seluruh pendapatan yang dihasilkan dari seluruh kepemilikan rakyat seperti berbagai jenis tambang, listrik, hasil laut, sungai, hutan, dan lain sebagainya. Dan apabila kepemilikan rakyat ini diakumulasi, hasilnya sudah lebih dari cukup untuk sekadar membiayai infrastruktur yang dibutuhkan rakyat. 


Adapun pendapatan yang ketiga, adalah pos sedekah meliputi pendapatan dari sedekah wajib, seperti zakat harta serta perdagangan berupa uang, zakat pertanian, buah-buahan dan juga ternak.


Dengan ketiga pos pendapatan di atas, maka negara akan mampu memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat serta mampu berbagai infrastruktur yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Sehingga di dalam sistem Islam tidak akan ditemukan proyek mangkrak atau proyek negara yang tidak bermanfaat untuk rakyat. Pemimpin negara akan mempertimbangkan dengan majelis umat dan para ahli untuk membahas keperluan rakyat. Meskipun keputusan majelis umat tidak mengikat. 


Dengan demikian negara yang menggunakan aturan ekonomi Islam beserta seperangkat aturannya tidak perlu mengundang investor baik asing maupun domestik. Apalagi akan berdampak bahaya bagi negara. Sehingga akan terhindar dari intervensi negara lain dalam memutuskan berbagai kebijakan dalam negeri.


Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, "Jikalau seandainya para penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya." (TQS. Al A'raf : 96)

Wallahualam bissawab. [GSM]