Alt Title

Akan Dibawa Kemana Arah Hidup di Tahun 2024?

Akan Dibawa Kemana Arah Hidup di Tahun 2024?

Bahwa satu hal pokok kelemahan umat Islam adalah tidak memiliki agenda

Maka dari itu umat kerap dijadikan objek dan tidak menjadi subjek

________________________________________



KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Media umat dalam channel youtubenya mengadakan diskusi bulanan dalam tema Quo Vadis Umat 2024.


Bagaimana kondisi umat Islam di tahun 2024? Apakah akan bernasib seperti tahun 2023 atau lebih baik, atau bisa jadi lebih buruk? Karena umat Islam mayoritas di negeri ini tapi rasanya belum menduduki posisi yang semestinya.


Banyak narasumber, pakar diundang. Di antaranya K.H. Muhyidin Junaedi (Wakil Ketua Dewan pertimbangan MUI), Profesor Suteki (Pakar Hukum & Filsafat),  Dr. Rizal Taufiqurrahman (INDEF), Dr. Fika Komara (Direktur IMuNe), Ustaz Ismail yusanto (Cendikiawan Muslim).


Banyak sekali peristiwa di tahun 2023 yang cukup miris, di antaranya krisis ekonomi, kriminalitas, hingga suasana keimanan umat yang semakin menurun. Di samping itu judi online juga semakin tak terkendali, sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami gangguan mental, depresi, dan tak jarang pelakunya mengakhiri hidup dengan bunuh diri.


Di sisi lain politik oligarki yang menguasai semakin merajalela hingga meletusnya konflik agraria, perampasan lahan, dan ruang hidup, atas nama proyek strategi nasional. Hal tersebut semakin mempertegas keberpihakan pemerintah terhadap oligarki. Ditambah dengan disahkannya Undang-Undang Omnibus Law dan Undang-Undang Minerba. Ustaz Ismail Yusanto menyampaikan pendapat tentang permasalahan yang ada di tengah-tengah umat tersebut, sejauh mana umat ini bisa bangkit dari keterpurukan.


Ustaz Is (biasa beliau dipanggil) menyampaikan, "Bahwa satu hal pokok kelemahan umat Islam adalah tidak memiliki agenda. Maka dari itu umat kerap dijadikan objek dan tidak menjadi subjek." 


Padahal, beliau jelaskan bahwa seharusnya dengan jumlah kekuatan melimpah, umat bisa menjadi subjek. Tetapi fakta kini, "Umat hanya dijadikan alat politik dalam meraih kekuasaan di tingkat daerah sampai nasional."


Apalagi menjelang pemilu, hal ini  biasa disebut dengan politisasi Islam. Sayangnya setelah mereka mendapatkan kekuasaan tidak jarang kekuasaan itu dijadikan untuk menikam umat Islam, papar Ustaz Is.


Lebih lanjut beliau memaparkan, bagaimana sikap umat untuk mengatasi itu semua. Bahwa umat harus memiliki agenda yaitu islamisasi politik. "Untuk memiliki agenda tersebut sebenarnya banyak upaya telah dilakukan oleh umat, salah satunya melalui banyak event atau forum. Dan yang paling monumental adalah kongres umat Islam," Ungkapnya.


Forum tersebut ibarat legitimasi untuk mewakili apa yang disebut wajah umat Islam negeri ini, begitu ia menyebut. Karena di situ berhimpun seluruh ormas Islam dan menghasilkan keputusan  berupa kesamaan sikap bahwa syariat Islam itu solusi atas persoalan-persoalan yang ada di tengah-tengah umat.


Tetapi beliau meneruskan, "Pada akhirnya event atau forum hanya sekadar seremonial 5 tahunan saja, karena hasil kongres tersebut tidak ada kelanjutannya. Maka dari itu kongres tersebut tidak memiliki makna apalagi impact terhadap perbaikan kondisi umat Islam yang sebenarnya mayoritas di negeri ini," bebernya. 


MUI adalah lembaga yang menggerakan dan sangat berperan terhadap kongres itu. Dan menurut ustaz bahwa saat ini peran itu seperti sudah tidak ada lagi. Justru lembaga-lembaga keumatan tersebut dipakai oleh kekuasaan untuk memukul umat Islam. 


Dengan membubarkan beberapa ormas Islam secara semena-mena oleh kekuasaan. Di antara mereka tidak ada pembelaan bahkan justru memberi persetujuan dari ormas Islam yang lain.


"Ini kan sangat ironis sekali, padahal sesalah-salahnya umat Islam dia masih Islam. Sedangkan di sisi lain ormas sekuler baik itu ormas masa atau ormas politik dibiarkan begitu saja," ungkapnya.


Ini membuktikan bahwa alih-alih umat Islam itu bisa memimpin, bahkan untuk melindungi diri sendiri pun tidak mampu. Maka jangan salahkan siapa-siapa kalau umat Islam terus menjadi objek, bahkan selama umat Islam menjadi objek ia akan terus menjadi keset di rumahnya sendiƕi.


"Yang namanya keset biasanya habis dipake bisa dibuang, dan celakanya hal tersebut  karena ada endorsement dari tokoh-tokohnya entah itu dari cendikiawan muslim, ustaz, Kyai, atau bahkan tokoh-tokoh besar umat ini merelakan dirinya itu sekadar menjadi alat legitimasi terhadap pemanfaatan umat bagi politik," ujarnya. 


Ustaz menegaskan bagaimana nasib umat ke depannya, "Yah harus memiliki agenda kepemimpinan yang disebut dengan qiyadah fardiah jamaiyah. Artinya pemimpin itu harus satu yang dapat diterima oleh seluruh kalangan." pungkasnya. [MKC/Rosita]