Alt Title

Konsepsi HAM Menjauhkan Manusia dari Fitrahnya

Konsepsi HAM Menjauhkan Manusia dari Fitrahnya

Dalam Islam, hak adalah bagian yang dijamin

Islam memperkenalkan konsep ahdafun 'ulya (tujuan-tujuan utama) untuk mengatur masyarakat yang sifatnya tetap, tidak berkembang dan itu hanya berasal dari Allah Swt., bukan dari akal manusia yang terbatas

_________________________________________


Penulis Liza Khairina

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - PBB sejak tahun 1948 menetapkan 10 Desember sebagai peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM). Seluruh negara memperingatinya, termasuk Indonesia. Meski demikian kejahatan HAM terus diproduksi tanpa tanggung jawab pasti.


Sebagaimana yang disampaikan peneliti Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS) Ita Fatia Nadia dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/12) menyampaikan dan meminta kepada negara agar mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Indonesia. Kata beliau menambahkan, "Sepanjang masa pemerintahan Joko Widodo ada 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan itu gagal diwujudkan." (voaindonesia[dot]com, 10/12/2023)


Berbicara HAM harus dilihat konsepnya dan dari mana asalnya. Konsep HAM itu berasal dari Barat, dari akal manusia yang terbatas. Tentu sangat lemah dan keropos jika harus menjadi konsep yang menyeluruh. Apalagi sebagai metode, solusi persoalan hidup yang kompleks dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Sangat-sangat jauh panggang dari api. 


Mustahil benar dan terwujud adil apabila HAM diambil sebagai konsep bermasyarakat dan bernegara kita. Lebih-lebih kaum muslimin yang secara empiris, historis dan teoritis telah terikat dengan Islam sebagai ideologi. Sebagai sistem hidup yang menyeluruh yang tidak perlu gagasan selain Islam. Gagasan HAM sebagai konsep kebebasan, sudah terbukti rusak dan rentan dengan lahirnya banyak persoalan-persoalan dunia hari ini.


Dari mana gagasan HAM itu? Pada faktanya HAM adalah gagasan Barat dengan ideologi kapitalismenya yang notabene menentang Islam dari ujung rambut hingga ujung kaki. Barat sangat anti terhadap sistem publik yang lahir dari wahyu (Islam), ilmu Allah (Al-Qur'an dan hadis).


Pada faktanya Barat hanya memberi ruang bagi agama untuk mengatur kehidupan pribadi (spritual), tetapi tidak untuk pengaturan publik. Hal itu sama saja meniadakan agama dalam kehidupan (sekularisme). Paradigma demikian terbukti menjadi bencana berkepanjangan bagi umat manusia. Bahkan di jantung kapitalisme sendiri menjamur fenomena kasus yang tidak manusiawi sebab meninggalkan agama dalam pengaturan hidupnya.


Kasus L9BT, manusia zombie, psikopat, genosida, imperialisme, liberalisme pada semua bidang kehidupan dan seabrek permasalahan masyarakat yang terus meninggi kasusnya yang kemudian diekspor ke negeri-negeri muslim di timur. Hal ini harusnya menjadi pelajaran, bagaimana konsep hidup yang berasal dari nafsu manusia itu pasti merusak.


Terus menimbulkan kemudaratan dan kegelisahan walaupun struktur kehidupan mereka terlihat mewah dan modern. Tapi pada kenyataannya justru rapuh sebab meninggalkan banyak nilai hidup. Apalagi dikaitkan dengan persoalan muslim dunia hari ini, HAM telah merampas kehidupan kaum muslimin dengan pemiskinan, penyesatan dan pembunuhan secara sistemik.


Karenanya adalah penting jika berbicara Hak Asasi Manusia, Islam harus menjadi satu-satunya alternatif dan solusi. Sebab Islam memiliki segala perangkat yang dibutuhkan manusia sejak dulu, hari ini dan masa depan dengan konsep dan metode yang cemerlang. Dalam Al-Qur'an dijelaskan:


 وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْـكِتٰبَ تِبْيَا نًا لِّـكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ


"Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)." (QS. An-Nahl (16): 89)


Dalam Islam, hak adalah bagian yang dijamin. Islam memperkenalkan konsep ahdafun 'ulya (tujuan-tujuan utama) untuk mengatur masyarakat yang sifatnya tetap, tidak berkembang dan itu hanya berasal dari Allah Swt., bukan dari akal manusia yang terbatas.


Dalam kitab Nidham Al Islam karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani Bab Qiyadah fikriyah dijelaskan bahwa, "Melestarikan eksistensi manusia, menjaga akal, kehormatan, jiwa, kepemilikan individu, agama, keamanan dan negara adalah tujuan utama yang sudah baku, tidak akan pernah berubah atau berkembang. Untuk menjaganya ditetapkan sanksi tegas berupa hudud dan uqubat yang semua itu berasal dari perintah dan larangan Allah Swt.."


Tentunya semua konsep itu hanya akan terealisasi oleh negara dengan sistemnya yang berbasis syariat kafah dalam institusi Khilafah yang sudah pernah menaungi dua pertiga dunia. Bahkan semua agama, etnis dan suku pada masa itu rida dalam pengaturan Islam.


Jejak Islam di Spanyol ketika dipimpin sistem Islam selama 800 tahun telah cukup membuka mata manusia, dulu dan kini. Bagaimana hidup berdampingan tiga agama dalam kepemimpinan Islam. Wallahualam bissawab. [SJ]