Alt Title

Kekayaan Pejabat Naik di Tengah Rakyat yang Kian Sulit

Kekayaan Pejabat Naik di Tengah Rakyat yang Kian Sulit

 


Karena negara yang menerapkan aturan Islam sudah menjamin semua kebutuhannya dan selalu memperhatikan kebutuhan rakyatnya agar terpenuhi dengan baik

Inilah sistem yang sahih (benar) dan dirindukan umat, karena penerapannya yang secara totalitas dipastikan mampu untuk menyejahterakan rakyat

______________________________


Penulis Iis Nur

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Therapis


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dilansir Metro Jabar (10/10/2023), bahwa sesuai dengan data LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) kekayaan Bupati Bandung, Dadang Supriatna, mengalami kenaikan jumlah harta mencapai Rp600 juta selama dua tahun menjabat. Hal Ini diungkapkan oleh Ketua DPD Kopra Alumni KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia). Menurutnya, hal tersebut masih dianggap wajar sebagai hasil kinerja Bupati Bandung.


Keadaan yang demikian tentu sangat ironis dengan kondisi masyarakat yang sedang mengalami keresahan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Di mana saat ini sebagian masyarakat mengalami keterpurukan seperti PHK massal, kenaikan harga kebutuhan pokok, BBM, dan lain sebagainya.


Kenaikan harta pejabat di tengah kondisi rakyat yang serba sulit sungguh begitu menyakitkan hati. Padahal seharusnya pemimpin itu lebih mementingkan urusan rakyat sebagai bentuk tanggung jawabnya. Mereka juga harus memastikan rakyatnya tidak kelaparan, terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan lain-lainnya. Bukan sebaliknya yang justru terkesan sibuk memperkaya diri dan keluarga ataupun kelompoknya, sehingga rakyat cenderung terabaikan.


Perilaku pejabat seperti di atas sangatlah wajar terjadi di dalam negara yang menganut sistem kapitalisme sekuler. Karena sistem ini landasannya adalah sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).


Selain itu, kebahagiaan juga dimaknai dengan meraih materi sebanyak-banyaknya. Sistem kapitalisme sekuler juga menghasilkan sistem politik demokrasi yang memerlukan biaya mahal dan cenderung menghalalkan segala cara termasuk korupsi. Terbukti banyak kasus kenaikan harta para pejabat yang dihasilkan dari korupsi maupun gratifikasi.


Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi dan demokrasi adalah dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan. Sebab sistem politik demokrasi adalah sistem banyak modal. Sehingga untuk menjadi pejabat di Indonesia, mulai dari tingkat lurah hingga presiden kenyataannya membutuhkan modal mulai dari ratusan juta hingga triliunan rupiah. 


Dengan kondisi ini, untuk dapat mengembalikan modal politiknya para penguasa biasanya akan melakukan berbagai cara tidak peduli halal maupun haram. Sebagai jalan pintasnya tidak sedikit mereka yang melakukan tindak korupsi dan menerima gratifikasi.


Hal ini sering terjadi dikarenakan mental pejabat yang sudah tidak takut lagi dengan aturan Allah Swt.. Ditambah lagi hukum yang berlaku lemah dan tidak memberikan efek jera, karena merupakan hukum buatan manusia yang serba terbatas. 


Dalam sistem demokrasi sekuler para penguasa yang ada pun minim empati pada rakyatnya yang sedang mengalami kesusahan. Para penguasa tidak malu dan tega melakukan korupsi di tengah kesulitan rakyat, demi memenuhi gaya hidup hedonisnya. Bahkan hukum pun dapat direkayasa dan diperjualbelikan. Tak jarang terjadi kesepakatan antara pelaku korupsi dengan lembaga pengadilan yang dapat mengantarkan pelakunya bebas atau mendapat hukuman yang tidak setimpal.


Hal ini tentu sangatlah berbeda apabila sistem yang digunakan adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam pemimpin yang dipilih itu karena ketakwaannya kepada Allah Swt., sehingga hukum yang diterapkan hanya berdasarkan syariat yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah yang tidak akan bisa diubah dan direkayasa oleh manusia. 


Para pemimpin dalam sistem Islam akan berusaha adil dan tidak bertindak zalim sekecil apa pun terhadap rakyatnya. Mereka akan mendahulukan rakyatnya, dalam hal makan pun paling akhir dan yang pertama merasakan lapar. Karena fungsi pemimpin dalam Islam adalah melayani rakyat, bukan untuk bisnis atau mencari keuntungan.


Rasulullah saw. juga telah menegaskan dalam sabdanya bahwa tugas kepemimpinan itu berat dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya kelak di hadapan Allah Swt.. 


Dari Ibnu Umar ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda: 

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya…”  (HR. Bukhari)  


Selain itu, sistem Islam juga melahirkan pemimpin yang amanah, seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sangat dihargai dan diakui dalam sejarah Islam. Ia merupakan contoh yang baik bagi para pemimpin lainnya dan memiliki sikap yang selalu memperhatikan keadilan, kejujuran, rendah hati, serta cerdas dalam mengelola urusan negara. Semua itu dilakukan karena kesadaran akan amanah kepemimpinannya yang kelak akan diminta pertanggung jawabannya. 


Seorang pemimpin Islam akan selalu memastikan agar semua rakyat mendapatkan keadilan yang sama, tidak peduli apa pun latar belakang atau jenis kelaminnya. Ia tidak akan bertindak yang menyakiti hati rakyat. Tidak pula fokus pada mengumpulkan materi untuk memperkaya diri dan membiarkan rakyatnya menderita.


Karena negara yang menerapkan aturan Islam sudah menjamin semua kebutuhannya dan selalu memperhatikan kebutuhan rakyatnya agar terpenuhi dengan baik. Inilah sistem yang sahih (benar) dan dirindukan umat, karena penerapannya yang secara totalitas dipastikan mampu untuk menyejahterakan rakyat. 


Wallahualam bissawab. [SJ]