Alt Title

Warga Papua Dilanda Kelaparan, Mengapa Krisis Pangan Terus Berulang?

Warga Papua Dilanda Kelaparan, Mengapa Krisis Pangan Terus Berulang?

 


Berbeda dengan sistem kapitalisme liberalisme, Islam memiliki sistem politik ekonomi yang terbukti dapat menyejahterakan semua wilayah tanpa melihat potensi wilayah

Bahkan dalam kondisi krisis sekalipun, sistem Islam telah membuktikan mampu menanggulangi krisis secara cepat, tepat, dan komprehensif

______________________________


Penulis Sri Haryati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bak tikus mati di lumbung padi, seperti itulah keadaan warga Papua saat ini. Sebagaimana kita ketahui Papua memiliki tambang emas terbesar yaitu PT Freeport, tetapi hal itu tidak menjadikan warganya sejahtera apalagi kaya raya. Padahal dengan SDA yang melimpah seharusnya warga Papua hidup sejahtera, jauh dari kemiskinan apalagi mengalami kelaparan. 


Seperti yang terjadi saat ini akibat bencana kekeringan yang melanda warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Sebanyak enam orang warga dilaporkan meninggal akibat kelaparan, satu orang diantaranya adalah anak-anak. Para korban meninggal setelah mengalami diare, lemas, panas dalam dan sakit kepala. (Kompas[dot]com, 30/07/2023)


Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kemensos Adrianus Alla, data sementara sebanyak 7.500 jiwa warga di Distrik Agandugume dan Lambewi terdampak gagal panen dan kekeringan. Kekeringan yang melanda selama 2 bulan yakni sejak Juni 2023 disebut sebagai dampak Badai El Nino yang mengakibatkan gagal panen. Tanaman warga berupa umbi sebagai makanan pokok menjadi layu dan busuk akibat fenomena hujan es.


Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengklaim telah memberitahu pemerintah sejak Maret 2023 mengenai adanya kemarau panjang di daerah terdampak. Tujuannya agar pemerintah daerah dapat mengantisipasi dampak dari kekeringan. Akan tetapi mengapa krisis pangan akibat kekeringan masih terjadi? 


Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, penyebab masalah kelaparan terus berulang di Papua  karena selama ini penanganannya hanya bersifat jangka pendek dan belum menyentuh akar masalah. Salah satu penyebab berulangnya kelaparan adalah tata kelola anggaran dan kebijakan otonomi khusus yang bermasalah. Sehingga program yang dilaksanakan pemerintah belum menyentuh akar masalah, meski mendapat kucuran anggaran triliunan rupiah. (Kompas[dot]id, 01/08/2023)


Kejadian seperti ini tentu tidak akan terjadi jika negara benar-benar peduli terhadap warganya. Namun, akibat sistem kapitalisme dengan prinsip liberalisme yang dianut negara mengakibatkan SDA yang dimiliki Papua dikuasai oleh para kapitalis dan asing. Sehingga bukan pribumi yang menikmati hasilnya, akan tetapi hanya segelintir orang saja, bahkan para kapitalis dan asinglah yang menikmati dan meraup untung. 


Rakyat hanya bisa gigit jari dan hidup dalam kemiskinan, sementara SDA dikeruk dan dikuasai asing. Warga Papua sendiri tidak pernah menikmati sedikit pun hasil dari PT Freeport, bahkan untuk sekadar menjadi pekerja. Mereka masih hidup dengan mengandalkan hasil ladang.


Seperti inilah dampak sistem kapitalisme dengan prinsip liberalisme yang meniscayakan segala hal bebas dikuasai, di mana SDA yang seharusnya dikelola negara untuk kemaslahatan dan kepentingan rakyat justru dibiarkan dikelola dan dikuasai asing. Sehingga sampai kapan pun rakyat akan hidup menderita karena negara tidak berperan sebagai periayah rakyat, akan tetapi negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator. 


Sebagai fasilitator karena memberikan privilese/hak istimewa bagi kapitalis untuk mengkomersialisasi komoditas SDA yang berlimpah dan juga mengukuhkan sebagai regulator agar kepentingan para kapitalis ini terjamin dengan konstitusi yang ada. Sehingga mustahil rakyat hidup sejahtera di bawah sistem kapitalisme liberalisme. 


Berbeda dengan sistem kapitalisme liberalisme, Islam memiliki sistem politik ekonomi yang terbukti dapat menyejahterakan semua wilayah tanpa melihat potensi wilayah. Bahkan dalam kondisi krisis sekalipun, sistem Islam telah membuktikan mampu menanggulangi krisis secara cepat, tepat, dan komprehensif.


Hal ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. kala itu kota Madinah mengalami paceklik selama 9 bulan. Khalifah Umar bin Khaththab mampu memenuhi kebutuhan masyarakat melalui Baitulmal. Khalifah Umar langsung turun tangan untuk mengomando serta manangani krisis tersebut.


Khalifah Umar bin Khaththab ra. juga memberi makanan kepada orang-orang badui melalui sebuah lembaga perekonomian yang bernama Dar Ad-Daqiq. Lembaga yang bertugas membagikan tepung, mentega, kurma, dan anggur kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam, dan Irak datang. 


Seharusnya pemimpin negara mampu mencontoh kepemimpinan Umar bin Khaththab dalam memimpin dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sebab seorang pemimpin berperan sebagai periayah rakyat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw.


"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Saatnya sistem kapitalisme liberalisme ini diakhiri dan diganti dengan sistem yang sahih, yakni dengan sistem Islam. Dengan Islam, pengelolaan SDA akan menjadi berkah dan mewujudkan kesejahteraan di tengah umat. Hanya dengan penerapan Islam kafah dalam naungan Khilafah Islamiyah, kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

Wallahualam bissawab. [SJ]